Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Selasa, 18 Januari 2011

Jika Masih Ada yang Bertanya-tanya “Di manakah Allah”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam kitab beliau, AL-Aqidah Al-Wasithiyyah,

“Dan telah kami sebutkan bahwasanya diantara unsur iman kepada Allah adalah mengimani berita yang Allah sampaikan melalui kitab-Nya, juga berita yang Allah sampaikan melalui sabda Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam yang mutawatir dan berita-berita yang disepakati (kebenarannya) oleh para ulama terdahulu. Dan diantara (berita) tersebut menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berada diatas langit, bersemayam diatas’Arsy-Nya dan tinggi diatas makhluk-Nya. Allah Subhanah senantiasa bersama makhluk-Nya dimanapun mereka berada dan mengetahui segala sesuatu yang mereka kerjakan. Sebagaimana hal ini Allah sebutkan dalam firman-Nya,

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hadid :4)

Dan ayat ini (Allah bersama kalian dimanapun kalian berada) tidaklah bermakna Allah bercampur-baur dengan hamba-Nya. Karena makna seperti ini tidak bisa diterima dari sisi kaidah bahasa. Bahkan rembulan yang menjadi salah satu tanda atas kebesaran Allah, dimana ia adalah makhluk kecil diantara makhluk-makhluk ciptaan-Nya juga berada diatas langit. Ia pun selalu bersama dengan musafir maupun yang bukan musafir dimanapun mereka berada. Sementara Allah berada diatas ‘Arsy dan Dia juga dekat dengan hamba-Nya, senantiasa mengawasi, mengetahui apa yang mereka kerjakan dan sifat-sifat lainnya yang memiliki makna rububiyyah. Dan kalimat yang Allah sebutkan ini (yaitu Allah berada diatas ‘Arsy dan juga senantiasa bersama kita) adalah kalimat yang benar tidak perlu diselewengkan maknanya (kepada makna yang lain).”

***

Penjelasan:

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjelaskan perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah diatas,

“Sang Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -pent) rahimahullah telah mengkhususkan dua pembahasan, yaitu bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy dan tentang kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya, dengan penjelasan yang mampu menghilangkan kejanggalan. Terkadang ada beberapa permasalahan yang tampaknya bertentangan antara kedua hal tersebut yang menyebabkan timbulnya kerancuan. Ada orang yang menyangka bahwa sifat tersebut merupakan sifat makhluk dan sesungguhnya Allah berada di tengah-tengah makhluk-Nya. Jika demikian, bagaimana mungkin Allah berada di atas makhluk-Nya, bersemayam di atas ‘Arsy namun Dia juga berada dekat dengan makhluk-Nya, tanpa adanya campur-baur?

Jawaban dari kerancuan ini -sebagaimana yang telah disebutkan oleh Penulis (Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah -pent) rahimahullah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang:

Sudut pandang pertama

Sesungguhnya pemahaman (yang keliru) semacam ini tidak sesuai dengan (kaidah) bahasa Arab yang dengan bahasa itulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya, kata مع dalam bahasa Arab menunjukkan kebersamaan secara mutlak dan tidak menunjukkan makna adanya percampuran, tidak pula persekutuan, maupun persentuhan.

Engkau boleh saja mengatakan, “ زوجتي معي (Istriku ada bersamaku),” sedangkan engkau berada di sebuah tempat dan istrimu berada di tempat lain. Engkau juga boleh saja mengatakan, “ مازلنا نسير والقمر معنا” (Kami senantiasa berjalan sedangkan rembulan bersama kami)” padahal saat itu rembulan berada di langit dan engkau bersama dengan para musafir maupun yang bukan musafir di mana pun mereka semua berada.

Jika kalimat tersebut sesuai dengan hakikat rembulan sementara dia adalah makhluk yang kecil, maka bagaimana mungkin hakikat semisal itu (yaitu, tentang makna ma’iyyah/kebersamaan) tidak pantas diperuntukkan bagi Sang Khalik yang tentunya jauh lebih agung dibandingkan apa pun jua?

Sudut pandang kedua

Sesungguhnya pendapat ini (yang mengingkari bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy namun juga berada dekat dengan makhluk-Nya -pent) telah menyelisihi kesepakatan umat terdahulu dari kalangan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in, serta para tabi’ut tabi’in. Mereka semua adalah generasi terbaik umat ini sekaligus menjadi teladan. Ketiga generasi utama tersebut telah bersepakat bahwa sesungguhnya Allah bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, berada tinggi di atas makhluk-Nya, di tempat yang benar-benar tinggi dari makhluk-Nya.

Mereka pun bersepakat bahwa sesungguhnya ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala berada bersama makhluk-Nya. Sebagaimana mereka menafsirkan firman Allah “وهو معكم (Dan Dia berada bersama kalian)” dengan penafsiran tersebut.

Sudut pandang ketiga

Sesungguhnya pendapat keliru tentang keberadaan Allah ini telah menyelisihi fitrah yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk makhluk-Nya yang Dia tancapkan dalam fitrah para makhluk-Nya. Maka, sungguh makhluk Allah telah dikaruniai fitrah untuk menetapkan ketetapan ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas makhluk-Nya. Makhluk Allah pun menghadapkan diri mereka kepada Allah, ke arah atas, di kala kesulitan dan bencana menimpa. Mereka tidak menghadap ke kanan maupun ke kiri, tanpa ada seorang pun yang mengajarkan mereka untuk melakukan itu, karena itu semua merupakan fitrah yang telah dikaruniakan Allah bagi makhluk-Nya.

Sudut pandang keempat

Sesungguhnya pendapat yang keliru tersebut telah menyelisihi berita yang disampaikan oleh Allah dalam kitab-Nya (yaitu Al-Quran, pent). Telah diriwayatkan pula secara mutawatir dari Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berada di atas ‘Arsy, berada tinggi di atas makhluk-Nya, dan Dia bersama dengan mereka di mana pun mereka berada.

Yang dimaksud dengan nash yang mutawatir adalah nash yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang diyakini tidak mungkin bersepakat untuk berdusta di antara mereka, dari periwayat pertama hingga periwayat terakhir. Ayat Al-Quran dan hadits tentang keberadaan Allah ini sangat banyak jumlahnya. Di antaranya adalah ayat yang telah disebutkan oleh Penulis (Ibnu Taimiyyah, pent) rahimahullah.

***
artikel muslimah.or.id

Diterjemahkan dari kitab Syarah Al-’Aqidah Al-Washithiyyah li Syeikhil Islam Ibni Taimiyyah, yang berisi penjelasan dari Syaikh Al-’Allamah Muhammad Khalil Haras, Syaikh Al-’Allamah Muhammad Ash-Shalih Al-Utsaimin, dan Syaikh Al-’Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, hlm. 456–457, cetakan Dar Ibnul Jauzi.

Penerjemah: Ummu Asiyah Athirah dan sedikit tambahan dari redaksi.
Murajaah: Ust Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal.

Aku Cinta Rasul (Nama-Nama Rasulullah)


Aku Cinta Rasul (Nama-nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Beliau memiliki beberapa nama, di antaranya:

  1. Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam).
  2. Ahmad.
  3. Al-Mahi, yang maknanya: Allah menghapus kekafiran melalui beliau.
  4. Al-Hasyir, yang maknanya: manusia dikumpulkan di bawah telapak kaki beliau.
  5. Al-’Aqib, yang maknanya: tiada lagi nama setelah beliau.
  6. Raufur rahiim.
  7. Al-Muqaffi.
  8. Nabiyyut taubah.
  9. Nabiyur rahmah.

(Sumber: Shahih Al-Bukhari, hadits no. 3532; Shahih Muslim, hadits no. 2354, 2355)

Hal yang harus dilakukan orang sholat ketika melihat orang lain terancam
































Tindakan apakah yang harus di lakukan oleh orang yang sedang sholat ketika dia melihat orang lain terancam bahaya ?
Jawab : Harus membatalkan sholat. Menurut pendapat lain boleh melakukan sholat seperti sholat syiddatul khouf (sholat dalam keadaan darurat).
Ta’bir : Fathul Mu’in Hamisy I’anah juz II hal. 14.
Tuhfatul Muhtaj juz III hal. 17.
Al Bajuri juz I hal. 238.
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/bahtsul-masail/1148-hal-yang-harus-dilakukan-orang-sholat-ketika-melihat-orang-lain-terancam

SEORANG AYAH BERTAUBAT DENGAN SEBAB ANAKNYA YANG MASIH BERUSIA 7 TAHUN
Satu lagi, kisah nyata di zaman ini. Seorang penduduk Madinah berusia 37 tahun, telah menikah, dan mempunyai beberapa orang anak. Ia termasuk orang yang suka lalai, dan sering berbuat dosa besar, jarang menjalankan shalat, kecuali sewaktu-waktu saja, atau karena tidak enak dilihat orang lain.
Penyebabnya, tidak lain karena ia bergaul akrab dengan orang-orang jahat dan para dukun. Tanpa ia sadari, syetan setia menemaninya dalam banyak kesempatan.
Ia bercerita mengisahkan tentang riwayat hidupnya:
“Saya memiliki anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Marwan. Ia bisu dan tuli. Ia dididik ibunya, perempuan shalihah dan kuat imannya."
Suatu hari setelah adzan maghrib saya berada di rumah bersama anak saya, Marwan. Saat saya sedang merencanakan di mana berkumpul bersama teman-teman nanti malam, tiba-tiba, saya dikejutkan oleh anak saya. Marwan mengajak saya bicara dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Mengapa engkau tidak shalat wahai Abi?”
Kemudian ia menunjukkan tangannya ke atas, artinya ia mengatakan bahwa Allah yang di langit melihatmu.
Terkadang, anak saya melihat saya sedang berbuat dosa, maka saya kagum kepadanya yang menakut-nakuti saya dengan ancaman Allah.
Anak saya lalu menangis di depan saya, maka saya berusaha untuk merangkulnya, tapi ia lari dariku. Tak berapa lama, ia pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, meskipun belum sempurna wudhunya, tapi ia belajar dari ibunya yang juga hafal Al-Qur’an. Ia selalu menasihati saya tapi belum juga membawa faidah.
Kemudian Marwan yang bisu dan tuli itu masuk lagi menemui saya dan memberi isyarat agar saya menunggu sebentar… lalu ia shalat maghrib di hadapan saya. Setelah selesai, ia bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur’an, membukanya dengan cepat, dan menunjukkan jarinya ke sebuah ayat (yang artinya):
”Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Allah Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaithan” (Maryam: 45)
Kemudian, ia menangis dengan kerasnya. Saya pun ikut menangis bersamanya. Anak saya ini yang mengusap air mata saya. Kemudian ia mencium kepala dan tangan saya, setalah itu berbicara kepadaku dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Shalatlah wahai ayahku sebelum ayah ditanam dalam kubur dan sebelum datangnya adzab!”
Demi Allah, saat itu saya merasakan suatu ketakutan yang luar biasa. Segera saya nyalakan semua lampu rumah. Anak saya Marwan mengikutiku dari ruangan satu ke ruangan lain sambil memperhatikan saya dengan aneh. Kemudian, ia berkata kepadaku (dengan bahasa isyarat), ”Tinggalkan urusan lampu, mari kita ke Masjid Besar (Masjid Nabawi).”
Saya katakan kepadanya, ”Biar kita ke masjid dekat rumah saja.”
Tetapi anak saya bersikeras meminta saya mengantarkannya ke Masjid Nabawi. Akhirnya, saya mengalah kami berangkat ke Masjid Nabawi dalam keadaan takut. Dan Marwan selalu memandang saya. Kami masuk menuju Raudhah. Saat itu Raudhah penuh dengan manusia, tidak lama datang waktu iqamat untuk shalat isya’, saat itu imam masjid membaca firman Allah (yang artinya),
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” (An-Nuur: 21)
Saya tidak kuat menahan tangis. Marwan yang berada disampingku melihat aku menangis, ia ikut menangis pula. Saat shalat ia mengeluarkan tissue dari sakuku dan mengusap air mataku dengannya. Selesai shalat, aku masih menangis dan ia terus mengusap air mataku. Sejam lamanya aku duduk, sampai anakku mengatakan kepadaku dengan bahasa isyarat, ”Sudahlah wahai Abi!”
Rupanya ia cemas karena kerasnya tangisanku. Saya katakan, ”Kamu jangan cemas.”
Akhirnya, kami pulang ke rumah. Malam itu begitu istimewa, karena aku merasa baru terlahir kembali ke dunia.
Istri dan anak-anakku menemui kami. Mereka juga menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi. Marwan berkata tadi Abi pergi shalat di Masjid Nabawi. Istriku senang mendapat berita tersebut dari Marwan yang merupakan buah dari didikannya yang baik.
Saya ceritakan kepadanya apa yang terjadi antara saya dengan Marwan. Saya katakan, “Saya bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah kamu yang mengajarkannya untuk membuka mushaf Al-Qur’an dan menunjukkannya kepada saya?”
Dia bersumpah dengan nama Allah sebanyak tiga kali bahwa ia tidak mengajarinya. Kemudian ia berkata, “Bersyukurlah kepada Allah atas hidayah ini.”
Malam itu adalah malam yang terindah dalam hidup saya. Sekarang -alhamdulillah- saya selalu shalat berjamaah di masjid dan telah meninggalkan teman-teman yang buruk semuanya. Saya merasakan manisnya iman dan merasakan kebahagiaan dalam hidup, suasana dalam rumah tangga harmonis penuh dengan cinta, dan kasih sayang.
Khususnya kepada Marwan saya sangat cinta kepadanya karena telah berjasa menjadi penyebab saya mendapatkan hidayah Allah.”
oleh Puspita Dewi Ummu Faqih pada 15 Februari 2011 jam 22:00


You might also like:
Terjemahan Al-Qur’an 30 Jus
SURAT 3. ALI 'IMRAN       
Pilihan Ulama
Silahkan pilih Nama Ulama yang akan anda dengar ceramahnya berikut ini:

You might also like:
   Kisah Mualaf
13.            Irene Handono: Menyaksikan
15.            Ketika "Rapper" Masuk Islam
18.            Menemukan Islam di Saat Tersulit
27.            theology
28.            Perkembangan Islam di Eropa
29.            P O L I G A M I

Tiket Pesawat, Laut,dan kereta Api
Link Lainnya :
a.     Lion Air
b.     Sriwijaya
c.      Citilink
d.     Batavia
e.     Pelita air
f.       Merpati
g.     Trigana Air
h.     Dharmalautan
i.       FreeSoftwares
j.       Pelni
k.     Tiket KAI
l.       Senapan Angin
Theology

Blog Ustadz

     Situs Sunnah


PENTING : jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya,
melainkan malaikat akan berkata, Dan bagimu juga kebaikan yang sama.
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)
                                          Lebih lengkapnya......