Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Jumat, 10 Juni 2011

Subhanallah...Melalui Internet, Mereka Belajar Islam, Lalu Menjadi Mualaf










Usianya baru 18 tahun. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah kota kecil di Amerika Serikat. Berpamitan hendak berlibur dan jalan-jalan ke luar negeri, ia terbang ke Arab Saudi dan menyatakan kislamannya di negeri itu.

"Dia masih ada di sini untuk berlibur," kata Majed Al-Osaimi, direktur www.edialogue.org, website dakwah yang banyak dikunjungi publik Barat yang tertarik pada Islam.

Berbicara kepada Arab News, ia mengatakan seorang remaja, yang sedang belajar di Amerika Serikat, juga menerima Islam sebagai agama baru setelah ngobrol dengan seorang daiyah yang berhubungan dengan website itu.

"Gadis itu telah memperoleh beberapa pengetahuan tentang Islam dan membersihkan semua keraguannya selama 20 menit percakapan dengan pekerja dakwah kami dan menyatakan dia ingin segera bersyahadat," kata Al-Osaimi.

Dia mengatakan, situs, yang didirikan pada bulan Maret tahun ini, telah berperan dalam mengislamkan 119 orang dari kebangsaan berbeda. Kini mereka terus menjalin kontak dengan para mualaf ini untuk melakukan bimbingan online.

Ia memprediksi, jumlahnya akan meningkat pesat, mengingat respons jamaah maya saat ini. "Setiap satu atau dua hari sekali, ada satu orang yang menerima Islam sebagai agama mereka melalui website kita," jelasnya.

Al-Osaimi juga meminta Muslim lainnya di Barat untuk mengajar anak-anak mereka tentang Islam pada usia dini. "Itu tugas mereka untuk membawa anak-anaknya atas dasar budaya Islam dan tradisinya," katanya.

Ia mengatakan ia juga telah menghubungi gadis itu dan menemukan bahwa ia telah belajar banyak tentang Islam dari sumber yang berbeda.

"Dia bertanya beberapa pertanyaan yang sangat penting tentang Islam," tambahnya. Gadis itu juga ingin belajar bahasa Arab untuk membaca dan memahami Alquran dalam bahasa aslinya.

Dia mengatakan mereka yang berkebangsaan India adalah mayoritas mualaf baru yang menyatakan keislamannya melalui website yang berbasis di Dammam, Arab Saudi ini.

Ia menjelaskan, situs dijalankan oleh 11 staf yang kesemuanya adalah relawan dan pekerja full-time. Mereka yang memeluk Islam melalui situs ini berasal dari  Inggris, Perancis, Australia, Amerika Utara, Filipina, Rumania, Nigeria, dan Kamerun.

Lebih dari 90 ribu orang sejauh ini telah berpartisipasi dalam web chat room mereka.

"Kami memiliki rencana untuk memperluas situs web termasuk dalam beragam bahasa," katanya.


Awalnya Bagi Carole Sturm Agama adalah Misteri dan Tuhan Sulit Dipahami, Hingga ia Mengenal Islam









Ketika mengenang kembali seluruh perjalanannya, Carole Sturm merunut satu-persatu jejak, mulai dari sebuah doa yang ia lafalkan di gereja Katolik Roma saat berusia 15 tahun.

Ia bertutur, perjalanannya menuju Islam didorong oleh semangat spiritual seorang remaja yang dibesarkan dalam gereja. Saat masih menjadi wanita muda ia telah mempercayai Tuhan. Namun, ia juga berjuang mengatasi keraguan ditimbulkan misteri keimanan dan pengampunan dalam Katholik.

"Saya lalu berkata, Tuhan tunjukkan padaku apa artinya semua ini atau perlihatkan padaku sesuatu yang lain," ujar Sturm, kini 45 tahun. Ia mengatakan itu 20 tahun lalu di Tulsa, Oklahoma. "Setelah itu saya merasa saya seperti masuk neraka. Maksud saya, karena saya masih 15 thun."

Ia merasa butuh waktu 5 tahun hingga ia mendapat jawaban. Sturm mengatakan Tuhan menanggapi doanya dan menunjukkan Islam kepadanya

"Rasanya seperti fajar yang lambat merekah," ungkap analis sistem komputer sebuah perusahaan di Texas itu. "Itu bukan pengalaman seperti saya terjaga satu malam dan tiba-tiba berkata, "Ini dia."

Ketika beralih ke Islam, Sturm bergabung dengan sejumlah besar warga Amerika yang telah berganti keyakinan ke agama Tauhid tersebut, agama yang awalnya ia pandang diimpor masuk ke tanah AS yang didominasi umat Kristen.

Seperti sebagian besar yang beralih, Sturm mengatakan ia menemukan bahwa agama barunya mengizinkan ia secara spiritual untuk memahami Tuhan yang sebelumnya ia pandang sulit dipahami.

Untuk memeluk Islam pun, Sturm menilai sangat sederhana, tak ada ritual resmi. "Mereka hanya diminta mengikrarkan keyakinan pada satu Tuhan dan mengakui Muhammad adalah rasull Allah," ujar Sturm.

Meski Sturm mengatakan Islam awalnya terkesan sebagai keyakinan asing baginya, ia menjadi kian akrab ketika mengejar gelar keuangan dari Universitas Oklahoma dan bertemu banyak negara Islam. Dari sana ia mendapat banyak pengetahuan baru, termasuk dari pria yang akhirnya ia nikahi, Shazhad Khan.

Bagi Sturm, dengan membaca Al Qur'an, semua pertanyaannya terkait keyakinan dapat terjawab secara logis. "Islam tak menuntut saya untuk membuat lompatan keimanan besar hingga diluar logika, seperti menerima bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan jalan untuk menebus dosa," ujarnya.

"Tidak mungkin kita sampai ke surga tanpa pengampunan Tuhan, dan untuk itu ada tanggung jawab lebih di pundak setiap orang," kata Sturm mengungkapkan ajaran Islam yang ia yakini. "Ini penting bagi saya."

Melihat putrinya beralih ke Islam, Ayah Sturm, merasa tidak nyaman. Namun ia kini menerima keputusan putrinya setelah melihat bagaimana ia sekarang, menikah dengan Khan dan memiliki dua cucu putri yang juga memeluk Islam.

"Saya tentu dulu tidak akan menyarankan putri saya melakukan ini," ujar Charles Sturm. "Ketika ia menganut Katholik, ia adalah wanita yang baik. "Namun saya tidak memiliki keraguan bahwa ia kini menjadi wanita lebih baik ketika mengikuti Islam."

Sturm tidak selalu menutup kepalanya di tempat kerja, di mana ia kerap berhubungan dengan klien perusahaannya. Namun ia menekankan bahwa perusahaannya memberi lingkungan kerja nyaman bagi Muslim, termasuk dirinya.

"Saya hanya tidak bisa menghadapi pertanyaan dan pandangan orang-orang," ungkapnya. "Orang-orang akan memandang anda berbeda, warna berbeda, bagaimana serius mereka memandang semua yang anda lakukan dan yang anda utarakan."

Namun ia juga menolak keras anggapan bahwa Islam menindas wanita. Salah satu contoh, ujarnya, adalah kebebasan bekerja atau bahkan berjalan sendiri di luar yang diterapkan di negara-negara Islam. Bagi Strum yang terpenting adalah Islam telah menunjukkan jalan untuk memahami Tuhan.

Pembinaan Kurang Terintegrasi, Bantuan terhadap Mualaf Terganjal










Pembinaan mualaf yang kurang terintergrasi menyebabkan terganjalnya pemberian bantuan khusus mualaf yang sudah dipersiapkan oleh Lembaga amil Zakat (LAZ).

“Sasaran bantuan selalu berubah-ubah sehingga bantuan yang diberikan tampak bersifat sporadis. Kami mengharapkan baik mualaf dan lembaga pembina terintegrasi sehingga bantuan yang diberikan tidak terlihat sporadis," kata Direktur Pelaksana Baznas, Teten Kustiawan,  kepada Republika.co.id, Rabu (8/6). Ia menolak menyebutkan berapa besaran jumlah bantuan tersebut.

Teten mengatakan ada dua jenis bantuan yang diberikan Baznas kepada mualaf, yakni bantuan yang diberikan secara langsung kepada mualaf atau melalui lembaga pembinaan mualaf. Adapun sifat bantuan itu bisa berupa finansial seperti dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menyiapkan kontrakan bagi yang terusir dan modal usaha.

Dijelaskan Teten, pada dasarnya dana bantuan kepada mualaf merupakan kewajiban Lembaga Amil dan Zakat. Namun, yang disayangkan, kata dia, ada beberapa mualaf yang acap kali memanfaatkan status yang disandangnya untuk mendapatkan bantuan. "Kami tentu tidak mengharapkan mereka sepanjang hidup menyandang status mualaf," kata dia.

Karena itu, Baznas, menurut Teten, membatasi pemberian bantuan minimal dua tahun semenjak mualaf memutuskan memeluk Islam. Kalau pun melebihi dua tahun, dan ada mualaf yang masih membutuhkan bantuan. Maka bantuan yang diberikan masuk melalui jalur kelompok miskin.

Mualaf Rita Rahmat: Allah Datang Ketika Saya Berada di Titik Terendah









"Mudahkan orang lain, maka Allah akan memudahkan kita," kata Rita Rahmat. Direktur perusahaan komunikasi dan media relation Aircomm ini tidak asal bicara. Mengelola bisnis, ia kerap mengalami jatuh bangun. Namun ia selalu optimis, sampai di suatu titik, kemudahan akan datang tanpa disangka-sangka. "Itu matematika yang susah untuk dijelaskan."

Mengenal Allah, dilakukan Rita saat dia berada di titik terendah hidupnya. Usahanya bangkrut, dan musibah datang bertubi-tubi. Ia mengurung diri di kamar, merenung. Rita kehilangan kepercayaan pada Tuhan. Daripada bingung berdoa pada banyak Tuhan, katanya, maka ia memutuskan 'berhenti' beragama. "Saya menyembah dan percaya pada Tuhan Sang Maha Pencipta, tapi tanpa agama," katanya.

Ia memutuskan pergi dari Jakarta, menggarap tawaran proyek kecil di Pulau Bintan. Walau diakuinya, pekerjaan itu tak terlalu menolong secara ekonomi.

Bahkan, ia pernah pulang ke Jakarta dari Bintan, dalam kondisi tak punya sepeser uangpun, dan terdampar di bandara Changi pula, karena tertinggal pesawat. Namun ia menyadari kini, itulah cara yang diatur-Nya untuk hidup dalam tuntunan Islam.

Dengan uang seadanya hasil pengembalian tiket, ia menyeberang ke Batam. Baru keesokan harinya ia kembali ke Jakarta dengan penerbangan berikutnya.

Jalan pulang yang dilalui, tidaklah mulus. Cuaca buruk, pesawat bergetar hebat. Penumpang panik, termasuk Rita. "Saya berpikir tentang kematian. Bagaimana jika saya mati dan tak beragama?" ia mengisahkan pada Republika Online, Rabu Siang.

Tiba-tiba ia teringat Islam yang ajarannya sempat mencuri perhatiannya beberapa bulan terakhir. "Saya bersumpah dalam hati, jika pesawat berhenti terguncang, maka saya akan masuk Islam," ujarnya. Tak menunggu sampai semenit, seketika itu juga pesawat kembali tenang.

Rita bersyukur. Namun, ia menyesali sumpahnya, dan meralat, dengan menyatakan guncangan adalah akibat cuaca buruk, dan membaik karena cuaca membaik, bukan campur tangan Allah.

"Sesaat setelah pikiran itu terlintas, pesawat kembali terguncang, lebih hebat. Seketika itulah saya menyadari, saya manusia lemah, ada yang lebih berkuasa atas saya. Islam, itu yang ada dalam hati saya," katanya, yang kemudian bertekad untuk menjadi Muslim secepatnya. Ia ingat, waktu menunjukkan pukul 17.35 saat itu, di pengujung 1999. Ia pulang untuk menghormati keluarga besarnya yang merayakan Natal.


Sampai di Jakarta, Rita belajar tentang Islam. Hingga ia mantap untuk bersyahadat, dan menghadiahkan Islam bagi dirinya sendiri, di hari ulang tahunnya, 2 April.

Namun, kedatangannya di masjid, ditolak takmirnya. "Besok saja datang lagi," ujarnya menirukan sang takmir. Pintu ditutup.

Ia menuju Masjid Agung Al Azhar Jakarta. Bertemu dengan seorang guru mengaji di lantai dua yang tengah mengajar seorang ibu dengan anak gadisnya, ia mengutarakan niatnya. Sang guru mengaji menyarankan untuk menunggu hingga Maghrib. "Namun saya minta bersyahadat saat itu juga, dan dia menuntun saya," ujarnya. Ia bersyahadat disaksikan dua orang yang ada di situ. Ia melihat arlojinya, jarum jam menunjukkan pukul 17.35. "Waktu yang sama dengan saat saya bersumpah akan masuk Islam."

Maghrib menjelang, ia terharu ketika banyak mualaf berdatangan, menyalaminya. Ia melakukan shalat pertamanya, berjamaah. "Saya dituntun berwudhu, diajari sebentar tentang shalat. Karena saya hanya bisa membaca Al Fatihah, itulah yang saya baca sepanjang shalat," kenangnya.

Pulang dari Al Azhar, ia pergi ke Melawai, membeli perlengkapan shalat.
Hal terberat adalah ketika memberitahu keluarganya tentang keislamannya. Ibunya hanya terdiam, dan menyodorkan Injil padanya untuk kembali dipelajari. Ia menggeleng. "Saya sudah memutuskan Islam, tapi saya tak akan berubah. Saya tetap Rita anak mama." Sang ibu menunduk, meneteskan air mata.

Demi menghormati sang mama, Rita selalu pergi ke masjid jika hendak menunaikan shalat, saat ibunya itu berkunjung ke rumahnya. "Saya tak ingin frontal di depan mama," ujarnya.

Namun ia selalu meyakinkan ibunya, bahwa Islam adalah pilihan hatinya. "Itu hanya antara saya dan pencipta saya, dan cara saya berkomunikasi dengan-Nya," ujarnya. Sedang soal habluminannas (hubungan antar manusia), ia tak mngurangi sedikitpun sikapnya pada wanita yang melahirkannya dan keluarga besarnya.  Lama-lama hati sang mama luluh. Dua bulan kemudian, ia harus kehilangan papanya, berpulang ke alam baka.

Rita berkisah, ajaran Islam tentang berbaik sangka benar adanya. Apalagi berbaik sangka pada nikmat Allah. ia kerap menemukan 'keajaiban' berbaik sangka ini.

Salah satunya, saat ia berniat umrah Ramadhan. "Daripada berlebaran di Jakarta seorang diri, mending saya berumrah dan berlebaran di sana," katanya.

Namun, pendaftaran telah ditutup. Pemilik biro malah menyarankan untuk berhaji. "Saya tak punya uang," katanya.

Namun, saran pemilik biro untuk menyerahkan berkas untuk berhaji, dipenuhi. "Toh bisa batal seandainya urung," katanya. "Niat saya ke Tanah Suci baik, insya Allah, Allah memberi jalan."

Tak disangka, sepulang dari biro haji, ia ditelepon stafnya. Proposal proyeknya berhasil, dan ia mempunyai sisa uang lebih untuk melunasi ongkos haji.

Rita memandang hidup bak puzzle. Saling terangkai. Ibadah haji pulalah yang mengantarkannya pada jodohnya saat ini, Hari Rahmat. "Dua bulan berkenalan, kami menikah," ujarnya.

Menurut Rita, hidup akan mudah jika selalu berbaik sangka. Ia juga memegang teguh satu filosofi lain: "Mudahkan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusan kita."

"Bantulah siapa saja, tak usah melihat latar belakangnya," kata dia yang mengaku hubungannya dengan keluarga tetap terjalin baik hingga saat ini.

"Kuncinya saling menenggang, saling bertoleransi," ujar ibu satu anak yang kini aktif sebagai relawan di sebuah lembaga nirlaba yang peduli pada penderita lupus ini.
Sumber : 

Foto Elang Raksasa Makan Kambing










Seekor Elang jenis Golden Eagle besar tertangkap kamera tengah mencengkram seekor kambing terbang. Kambing yang terlihat berdarah itu diperkirakan akan menjadi santapan si elang.Foto menakjubkan ini diambil di pegunungan pulau Mull, Skotlandia.
Foto ini kemungkinan foto pertama yang berhasil mengabadikan seekor elang raksasa dengan rentang sayap dua meter membawa mangsa berupa kambing.Foto ini dibuat oleh seorang pengamat burung yang enggan disebutkan namanya. Dia juga menolak menyebutkan lokasi persis foto ini diambil. Dia takut petani yang marah karena hewannya menjadi mangsa akan memburu burung itu.

Burung elang jenis ini memang termasuk burung langka. Mereka ada sekitar 30 ekor dan dilindungi dalam area khusus yang tahun lalu habitat mereka sempat tercemar.Sebelum mengambil foto ini, pengamat burung dan istrinya melihat beberapa burung elang yang berputar. "Ada beberapa mobil yang parkir di dekatnya, mereka lalu berputar-putar di udara," kata pengamat burung itu.
Tiba-tiba ada seekor elang besar yang terlihat membawa sesuatu. Ketika melihat melalui binokular mereka menduga itu seekor kelinci gunung. 

Tapi setelah semakin mendekat ternyata itu seekor kambing."Sebuah peristiwa yang sangat langka dan tidak mungkin saya lupakan,"kata pengamat burung itu.
Elang berjenis Golden Eagle dikenal sebagai pemangsa hewan berukuran besar dengan cara menjatuhkan mangsanya dari ketinggian.