Pria Batak ini ini lahir di Sibolga 31 tahun silam. Ia mengaku dibesarkan penganut Kristen keras. Bukan hanya diwajibkan taat kepada ajaran agama, bila ada anggota yang melenceng, keluarga pun tak segan-segan melakukan tindakan keras.
Icok Benda salah satu anggota keluarga yang taat beribadah. Saat Kuliah ia pun masuk salah satu universitas Kristen di Bandung. Kehidupannya yang jauh dari persentuhan dengan Muslim membuatnya tak pernah berpikir tentang Islam.
Tapi kondisi itu berubah begitu ia mulai bekerja sebagai petugas di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Saat ditugaskan mengamankan tempat pemungutan suara di Kecamatan Tanjung Priok, Icok, banyak bertemu orang-orang muslim.
Hubungan Icok dengan Muslim naik tingkat, bukan lagi sekedar bertegur sapa, namun saling membantu. Bahkan saat Icok dilanda kesulitan ekonomi, rekan-rekannya yang Muslim banyak membantunya. Itulah awal Icok tertarik mengenai Islam.
Saat itu bulan Ramadhan, ketika Icok ditugaskan di Kecamatan Tanjung Priok. "Kondisi saya sedang sulit. Ketika tidak ada uang untuk makan, teman-teman sering mengajak saya ikut makan bersama saat berbuka puasa. Mereka tidak pernah mempermasalahka saya bukan seorang Muslim” ujar bapak satu anak ini
Kehadiran Muslim di kehidupannya membuat Icok berubah. Ia melihat setiap orang Islam yang ditemuinya selalu berbaik hati padanya, tanpa membeda-bedakan agama.
Saat itulah dorongan Icok kepada Islam kian bertambah, ia mengutarakan keinginannya untuk mempelajari tentang Islam kepada rekan kerjanya. Alih-alih memberi buku atau mengajak diskusi, si teman langsung membawa Icok ke KUA untuk di-Islamkan.
Setiba di sana, pihak KUA tak langsung mengabulkan keinginan Icok, melainkan meminta dirinya untuk mematangkan niat menjadi seorang muslim. “KUA tidak menolak kedatangan saya. Tapi mereka meminta saya mempertimbangkan keputusan ini agar benar-benar yakin dan ke depan tidak melenceng dari ajaran Islam.”
Tak lama kemudian Icok dimutasi ke Kecamatan Penjaringan. Kepindahannya membuat Icok tak dapat lagi berinteraksi dengan teman yang membawanya ke KUA. Namun itu tak membuat Icok berhenti memelajari Islam.
Beberapa bulan ditugaskan di Kecamatan Penjaringan Icok sudah mendapat seorang teman baik. Ia sangat antusias untuk mengajarkan tahap-tahap dasar beribadah dalam Islam kepada Icok.
“Teman saya itu dulu mantan seorang office boy, dia yang sangat tertarik untuk mengajari saya cara berwudhu dan sebagainya. Icok mengaku sangat terbantu. "Meski status agama saya masih Kristen tapi sedikit demi sedikit pengetahuan saya tentang Islam bertambah” tutur bungsu dari 10 bersaudara ini.
Masih tahap awal ia belajar Islam dari teman baiknya, Icok kembali dimutasi. Kali ini ia ditugaskan ke Kecamatan Duren Sawit.
“Saat hari terakhir saya berada di Kecamatan penjaringan, teman saya berpesan seperti ini, 'Cok, kalau kamu sudah masuk Islam, janganlah sekali-kali kamu berpindah agama lagi. Karena itu sama saja mempermainkan Islam. Allah tidak menyukai itu.” kenang Icok
Pesan itu selalu diingat Icok dan dijadikan landasan dalam dirinya. Beberapa bulan menyaksikan teman-teman muslimnya beribadah di tempat tugas baru rupanya memantapkan hati Icok. Akhirnya ia mengutarakan keinginannya untuk masuk Islam kepada seniornya di tempat baru.
Keinginan itu disambut baik. Icok lalu dibawa oleh teman-temannya untuk menemui Ustad di Masjid Sunda Kelapa. Saat itu tepat di hari Jumat bulan Januari 2011. "Saya mengucap dua kalimat syahadat disaksikan rekan-rekan kerja” kenang Icok
Sebelumnya Icok diberi dua pilihan. Pilihan pertama, ia diminta mengikuti pembinaan ke-Islaman terlebih dahulu baru di-Islamkan, agar keputusannya benar-benar matang. Sedangka pilihan kedua adalah langsung di-Islamkan baru kemudian mengikuti pembinaan. Tanpa ragu Icok memutuskan pilihan kedua untuknya.
Mengapa? "Karena saya sudah yakin akan keputusan saya ini” Tutur Icok. Jalan Icok menjadi seorang muslim tidak mendapat hambatan dalam keluarga besarnya. Orangtuanya yang menganut Kristen keras membebaskan Icok memilih jalan hidupnya.
“Orang tua saya tidak mempermasalahkannya, karena memang keputusan saya diambil berdasarkan pemikiran orang dewasa, dan saya yang menjalankannya," tegas Icok. Dua orang kakak Icok ternyata juga sudah menjadi Muslim.
Meski sambutan orangtua Icok melegakan, namun tanggapan berlawanan ia peroleh dari istrinya. Rupanya istri Icok yang juga pemeluk Kristen tak setuju dengan keputusan suaminya.
“Setelah saya menjadi seorang muslim, kami sering adu pendapat, sering cekcok dirumah," tuturnya. Sebenarnya ia mengaku juga ingin membuka hati istri saya agar mau memeluk Islam, namun ia melihat upaya itu cukup sulit.
“Masuk Islam itu memang mudah, cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat," kata Icok. Tetapi ia tidak ingin ketika isrinya menjadi muslim hanya mengucap dua kalimat syahadat lalu tidak menjalankan perintah Allah. "Itu bukan muslim yang sebenarnya” lanjutnya
Berbagai upaya dilakukan Icok agar hati sang istri dapat terketuk. Saat ini Icok mefokuskan dirinya untuk Islam. “Saya tidak mau memaksakan kehendak saya, biar saat ini saya yang belajar banyak tentang islam. Agar ilmu yang diperoleh bisa saya sampaikan pada istri saya.” ujarnya.
Icok mengaku mendapat suntikan kekuatan besar ketika anaknya perempuannya yang baru berusia 4 tahun memperlihatkan ketertarikan belajar Islam. “Walaupun istri belum tertarik terhadap Islam, setidaknya anak saya mengikuti saya. Alhamdulillah putri saya sangat tertarik untuk belajar mengaji," tuturnya.
Saat ini Icok sibuk mencari tempat mengaji yang cocok untuk usia anaknya. "Saya ingin memupuknya dengan pelajaran-pelajaran agama islam sejak kecil, agar saat dewasa kelak, ia tidak kebingungan terhadap agamanya.” ujar Icok
Ia meyakini Islamlah agama yang benar. "Dalam Islam, Tuhan itu Esa atau tunggal, yaitu Allah. Berbeda dengan agama saya sebelumnya yang memiliki ‘Tuhan bapa, Tuhan Anak dan roh kudus,’” Lanjut Icok
Untuk memperkuat keislamannya, Icok rajin menghadiri kegiatan-kegiatan agama. Iaa juga sudah dua kali mengikuti pembinaan di Masjid Agung Sunda Kelapa. Ia pun tak pernah meninggalkan belajar bacaan shalat setiap hari. Suatu saat nanti, Icok berharap dapat membantu menyiarkan ajaran Islam kepada orang-orang sekitarnya.
Icok Benda salah satu anggota keluarga yang taat beribadah. Saat Kuliah ia pun masuk salah satu universitas Kristen di Bandung. Kehidupannya yang jauh dari persentuhan dengan Muslim membuatnya tak pernah berpikir tentang Islam.
Tapi kondisi itu berubah begitu ia mulai bekerja sebagai petugas di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Saat ditugaskan mengamankan tempat pemungutan suara di Kecamatan Tanjung Priok, Icok, banyak bertemu orang-orang muslim.
Hubungan Icok dengan Muslim naik tingkat, bukan lagi sekedar bertegur sapa, namun saling membantu. Bahkan saat Icok dilanda kesulitan ekonomi, rekan-rekannya yang Muslim banyak membantunya. Itulah awal Icok tertarik mengenai Islam.
Saat itu bulan Ramadhan, ketika Icok ditugaskan di Kecamatan Tanjung Priok. "Kondisi saya sedang sulit. Ketika tidak ada uang untuk makan, teman-teman sering mengajak saya ikut makan bersama saat berbuka puasa. Mereka tidak pernah mempermasalahka saya bukan seorang Muslim” ujar bapak satu anak ini
Kehadiran Muslim di kehidupannya membuat Icok berubah. Ia melihat setiap orang Islam yang ditemuinya selalu berbaik hati padanya, tanpa membeda-bedakan agama.
Saat itulah dorongan Icok kepada Islam kian bertambah, ia mengutarakan keinginannya untuk mempelajari tentang Islam kepada rekan kerjanya. Alih-alih memberi buku atau mengajak diskusi, si teman langsung membawa Icok ke KUA untuk di-Islamkan.
Setiba di sana, pihak KUA tak langsung mengabulkan keinginan Icok, melainkan meminta dirinya untuk mematangkan niat menjadi seorang muslim. “KUA tidak menolak kedatangan saya. Tapi mereka meminta saya mempertimbangkan keputusan ini agar benar-benar yakin dan ke depan tidak melenceng dari ajaran Islam.”
Tak lama kemudian Icok dimutasi ke Kecamatan Penjaringan. Kepindahannya membuat Icok tak dapat lagi berinteraksi dengan teman yang membawanya ke KUA. Namun itu tak membuat Icok berhenti memelajari Islam.
Beberapa bulan ditugaskan di Kecamatan Penjaringan Icok sudah mendapat seorang teman baik. Ia sangat antusias untuk mengajarkan tahap-tahap dasar beribadah dalam Islam kepada Icok.
“Teman saya itu dulu mantan seorang office boy, dia yang sangat tertarik untuk mengajari saya cara berwudhu dan sebagainya. Icok mengaku sangat terbantu. "Meski status agama saya masih Kristen tapi sedikit demi sedikit pengetahuan saya tentang Islam bertambah” tutur bungsu dari 10 bersaudara ini.
Masih tahap awal ia belajar Islam dari teman baiknya, Icok kembali dimutasi. Kali ini ia ditugaskan ke Kecamatan Duren Sawit.
“Saat hari terakhir saya berada di Kecamatan penjaringan, teman saya berpesan seperti ini, 'Cok, kalau kamu sudah masuk Islam, janganlah sekali-kali kamu berpindah agama lagi. Karena itu sama saja mempermainkan Islam. Allah tidak menyukai itu.” kenang Icok
Pesan itu selalu diingat Icok dan dijadikan landasan dalam dirinya. Beberapa bulan menyaksikan teman-teman muslimnya beribadah di tempat tugas baru rupanya memantapkan hati Icok. Akhirnya ia mengutarakan keinginannya untuk masuk Islam kepada seniornya di tempat baru.
Keinginan itu disambut baik. Icok lalu dibawa oleh teman-temannya untuk menemui Ustad di Masjid Sunda Kelapa. Saat itu tepat di hari Jumat bulan Januari 2011. "Saya mengucap dua kalimat syahadat disaksikan rekan-rekan kerja” kenang Icok
Sebelumnya Icok diberi dua pilihan. Pilihan pertama, ia diminta mengikuti pembinaan ke-Islaman terlebih dahulu baru di-Islamkan, agar keputusannya benar-benar matang. Sedangka pilihan kedua adalah langsung di-Islamkan baru kemudian mengikuti pembinaan. Tanpa ragu Icok memutuskan pilihan kedua untuknya.
Mengapa? "Karena saya sudah yakin akan keputusan saya ini” Tutur Icok. Jalan Icok menjadi seorang muslim tidak mendapat hambatan dalam keluarga besarnya. Orangtuanya yang menganut Kristen keras membebaskan Icok memilih jalan hidupnya.
“Orang tua saya tidak mempermasalahkannya, karena memang keputusan saya diambil berdasarkan pemikiran orang dewasa, dan saya yang menjalankannya," tegas Icok. Dua orang kakak Icok ternyata juga sudah menjadi Muslim.
Meski sambutan orangtua Icok melegakan, namun tanggapan berlawanan ia peroleh dari istrinya. Rupanya istri Icok yang juga pemeluk Kristen tak setuju dengan keputusan suaminya.
“Setelah saya menjadi seorang muslim, kami sering adu pendapat, sering cekcok dirumah," tuturnya. Sebenarnya ia mengaku juga ingin membuka hati istri saya agar mau memeluk Islam, namun ia melihat upaya itu cukup sulit.
“Masuk Islam itu memang mudah, cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat," kata Icok. Tetapi ia tidak ingin ketika isrinya menjadi muslim hanya mengucap dua kalimat syahadat lalu tidak menjalankan perintah Allah. "Itu bukan muslim yang sebenarnya” lanjutnya
Berbagai upaya dilakukan Icok agar hati sang istri dapat terketuk. Saat ini Icok mefokuskan dirinya untuk Islam. “Saya tidak mau memaksakan kehendak saya, biar saat ini saya yang belajar banyak tentang islam. Agar ilmu yang diperoleh bisa saya sampaikan pada istri saya.” ujarnya.
Icok mengaku mendapat suntikan kekuatan besar ketika anaknya perempuannya yang baru berusia 4 tahun memperlihatkan ketertarikan belajar Islam. “Walaupun istri belum tertarik terhadap Islam, setidaknya anak saya mengikuti saya. Alhamdulillah putri saya sangat tertarik untuk belajar mengaji," tuturnya.
Saat ini Icok sibuk mencari tempat mengaji yang cocok untuk usia anaknya. "Saya ingin memupuknya dengan pelajaran-pelajaran agama islam sejak kecil, agar saat dewasa kelak, ia tidak kebingungan terhadap agamanya.” ujar Icok
Ia meyakini Islamlah agama yang benar. "Dalam Islam, Tuhan itu Esa atau tunggal, yaitu Allah. Berbeda dengan agama saya sebelumnya yang memiliki ‘Tuhan bapa, Tuhan Anak dan roh kudus,’” Lanjut Icok
Untuk memperkuat keislamannya, Icok rajin menghadiri kegiatan-kegiatan agama. Iaa juga sudah dua kali mengikuti pembinaan di Masjid Agung Sunda Kelapa. Ia pun tak pernah meninggalkan belajar bacaan shalat setiap hari. Suatu saat nanti, Icok berharap dapat membantu menyiarkan ajaran Islam kepada orang-orang sekitarnya.
Zumbernya: http://bit.ly/i6hYMW