Kisah Nyata:
Mualaf di Persimpangan Syariat-Nya
Beberapa bulan yang
lalu saya mendapat email dari salah seorang sahabat saya. Dia juga seorang
mualaf sama seperti saya, Sharen namanya. Dulu Kami bertemu di sebuah lembaga
pelatihan pramugari di Jogja.
Sharen mahasiswi
Atmajaya, gadis cantik keturunan Tionghoa. Kalau mau banding-bandingkan
kecantikan dengan Sharen, saya mending tutup muka. Udah pasti kalah jaaauuhhh.
Sharen, si gadis
Tionghoa ini bukan hanya fasih bahasa Mandarin tapi juga fasih bahasa Inggris
dan bahasa Jawa. maklum Cina Semarang.
Kami sama-sama
pramugari waktu itu, bedanya Sharen lebih dahulu diterima jadi pramugari
reguler Garuda Indonesia, sementara saya cukup puas di Airline swasta.
Satu tahun terbang,
Sharen resign untuk menikah dengan seorang pengusaha muslim. Di situlah awal
dia menjadi mualaf. Mereka tinggal di kawasan Menteng Jakarta. 1 tahun menikah
Sharen dikaruniai anak. Namun malang, saat anaknya masih berusia 6 bulan,
suaminya mengalami depresi berat karena usahanya bangkrut. Terlilit utang
ratusan juta. Suaminya stress berat nyaris gila, sehingga tidak mungkin
menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami sebagai tulang punggung yang
menafkahi.
Sharen memutuskan
untuk kembali terbang, apply ke Saudi Arabia Airline dan alhamdulillah
diterima. Dengan berat hati, dia harus titipkan anak semata wayangnya yang
belum genap 1 tahun kepada ibu mertuanya untuk dirawat. Dia hanya bisa
mengunjungi keluarganya paling tidak 1 tahun sekali. Sharen harus menetap di
Saudi. Ia tegarkan hati, demi melunasi utang-utang suaminya, kebutuhan rumah
tangga, termasuk biaya pengobatan suaminya.
10 tahun Sharen
bekerja sebagai pramugari Saudi, alhamdulillah suaminya sudah pulih dan sudah
mulai bangkit kembali sebagai pengusaha. Usaha suaminya kini maju dengan
pesatnya. Sharen pun resign.
Ini tulisan Sharen dalam emailnya untuk saya
Dear Irene
Assalamualaikum wr wb.
Semoga Irene
sekeluarga selalu dalam keberkahan Allah SWT.
Aku tidak tahu
tiba-tiba teringat denganmu. Dulu kita sering berkirim kabar melalui Yahoo
Messenger. Tapi tiba-tiba terputus karena kesibukan kita masing-masing.
Untunglah aku masih menyimpan emailmu ini. Semoga email ini terbaca olehmu.
Irene aku butuh teman.
Aku tidak tahu harus bicara pada siapa dan aku juga tidak tahu harus bagaimana.
Mungkin karena kita sama-sama mualaf, maka entah mengapa tiba-tiba aku mencari
emailmu.
3 tahun terakhir ini
adalah masa-masa bahagiaku. Aku sudah punya baby lagi berusia 1 tahun,
alhamdulillah. Dia perempuan. Lengkap sudah aku memiliki 1 arjuna dan 1
srikandi. Kembali berkumpul bersama anak-anakku, suamiku, keluargaku.
Alhamdulillah 10 tahun
perjuanganku di Saudi tidak sia-sia. Suamiku sudah kembali pulih, bahkan
usahanya kini semakin pesat. Suamiku juga aktif mengikuti kegiatan pengajian.
Irene, 1 minggu yang
lalu suamiku bicara padaku, dia akan berpoligami dengan seorang hafizhah
bernama Azizah, gadis berusia 25 tahun.
Irene, kumohon jangan
hakimi aku dulu dengan setiap dalil syariat Allah. Aku berharap sebagai sesama
wanita kau bisa memahami yang aku rasa. Bila ia menginginkan istri seorang
hafizhah, mengapa dia dulu menikahiku yang seorang Katolik?
Irene, mohon doakan
aku agar aku tetap istiqamah dalam keyakinanku. Dan mohon doakan aku, agar aku
tidak pernah merasa menyesal telah mengenal agama ini.
Mohon balas emailku
bila tulisan ini sudah terbaca olehmu.
Wassalamualaikum wr wb
– Theresia Sharen
Magdalena –
===================
Ada gemuruh di dalam
dada usai membaca email Sharen. Aku tercenung cukup lama, tidak berani langsung
membalas emailnya. Aku hanya khawatir bila langsung kubalas, maka yang tertulis
hanyalah rasa seorang Irene yang justru ditakutkan akan menjadi pemberontakan
pada syariat Allah.
Tiga hari kudiamkan email Sharen. Hingga
akhirnya kubalas emailnya
Dear Sharen
Semoga saat kau baca
email ini, kau masih berkumpul bersama keluargamu dalam satu aqidah suci,
Islam.
Sharen, aku rindu
berjumpa denganmu. Rindu melihat mata sipitmu yang terpejam saat kau tertawa.
Kuharap mata itu kini makin bercahaya dalam sinar terang bacaan ayat-ayat
Alquran.
Sharen, Allah juga
sedang rindu padamu. Allah ingin melihat kau tengadahkan berlama-lama tanganmu
yang halus putih bersih itu.
Bila kau bisa
mengingatku, sudahkah kau tumpahkan semua yang kau rasa pada Allah. Allah tidak
akan menghakimimu dengan dalil-dalil-Nya. Allah akan menyentuh tanganmu yang
menengadah pada-Nya. Tanyakan pada-Nya apa yang Dia inginkan darimu? Mintalah
petunjuk pada-Nya. Bila poligami ini baik bagimu dan keluargamu maka Dia akan
mampu membuatmu ikhlas menerimanya. Namun bila poligami ini kelak tidak
mendatangkan kebaikan bagimu dan bagi keluargamu, mintalah agar prahara itu
segera menjauh darimu.
Sharen, kita sudah
berjalan dari gelap menuju terang. Janganlah lagi menoleh ke belakang dan
berhasrat kembali pada kegelapan, hanya karena di dalam terang kita melihat ada
jalan berlubang. Ingatlah selalu syariat Allah tidak pernah salah.
Doaku selalu untukmu
Wassalamualaikum wr wb.
===================
Wahai para suami, kami
para istri tahu syariat poligami. Kami tahu hukum poligami adalah sunah bagi
yang mampu. Tapi saat ada seorang istri yang belum mampu menerima poligami,
janganlah kau judge dia melawan syariat Allah. Janganlah kau judge
dia mengharamkan poligami.
Durian adalah buah
yang dihalalkan, bila ada yang tidak menyukai durian, janganlah kau judge
dia mengharamkan durian. Periksalah dulu dirimu, begitu banyak sunah yang
disyariatkan, sudahkah mampu kau jalankan semua? Sehingga kau merasa perlu
menyuguhkan poligami bagi istrimu?
Terkhusus bagi kalian
yang memiliki istri seorang mualaf. Insya Allah dengan hijrahnya istrimu, Surga
sudah ada di tanganmu. Kewajibanmu adalah menjaganya agar tetap istiqamah
menuju muslimah yang kaffah. Biarkan ia berproses menuju keikhlasannya
dalam berhijrah. Lihatlah, betapa mengerikan kalimat terakhir dari email
Sharen: “Doakan aku agar aku tidak
menyesal telah mengenal agama ini.”
Semua butuh proses
Wahai para istri, satu
hal yang perlu diingat, “suamimu bukanlah milikmu, dia milik Allah” Janganlah
berlebihan mencintainya hingga membuat Allah cemburu. Ini sangat sulit, tak
semudah mengetikkan kata-katanya. Saya sangat memahami, karena saya seorang
wanita. Datanglah pada Allah, sujud menangis dan curhatlah di hadapan Allah
saat kau merasa terabaikan semua yang telah kau lakukan dengan segenap hati dan
jiwamu.
Bagi kalian wahai para
wanita yang telah mampu memiliki hati seluas samudera, telah mampu ikhlas hidup
dalam bahtera poligami, janganlah kau judge wanita lain yang belum mampu
sebagai wanita yang membangkang syariat Allah. Karena bisa jadi tanpa kau tahu
dia telah melalui perjuangan yang bisa jadi lebih dahsyat dibandingkan dirimu.
Apakah Aisyah lebih
baik dari Siti Khadijah yang seumur hidupnya tidak pernah dimadu oleh
Rasulullah? Apakah para istri sahabat Rasulullah lebih kaffah dibanding
Fatimah binti Nabi Muhammad SAW, yang seumur hidupnya tidak pernah dimadu oleh
Ali bin Abu Thalib?
Walau memang jamu itu
terasa pahit tapi menyehatkan, dibandingkan gula yang manis tapi menyebabkan
penyakit.
Kalo bisa sih pilih madu, manis, enak dan menyehatkan.
Tapi, siapkah dimadu?
Barusan saya sudah dapat balasan email dari Sharen setelah
dua bulan lebih saya menunggu. Alhamdulillah, sahabat saya masih istiqamah di
dalam Islam.
Seperti apa balasan
email Sharen? saya share di status berikutnya. Kepanjangan kalo
disambung di sini.
Mohon doakan sahabat
saya agar tetap istiqamah di dalam Islam.
Wassalam.
========
Lebih dari dua bulan
aku menunggu balasan email dari Sharen. Apa kabarmu Sharenku? Masihkah kau
istiqamah di dalam Islam.
Entah mengapa aku
gelisah. Ada rasa khawatir. Kucari sosmednya. Tidak ketemu. Duh mengapa Sharen
tidak meninggalkan WA di dalam emailnya?
Akhirnya yang
kulakukan hanya menunggu dan berdoa untuknya.
Saat aku merasa tak
kuasa lagi menunggu, aku butuh dukungan saudara-saudariku seaqidah yang lain.
Mohon maaf Sharen tanpa bertanya terlebih dahulu, aku share permasalahanmu. Aku
berharap banyak doa terucap untuk mengetuk pintu langit bagimu.
Tepat saat aku akan mengakhiri statusku, notification
email berbunyi. Subhanallah, Sharen!
Dear Irene
Assalamualaikum wr wb.
Irene, terima kasih
atas balasan emailmu. Apa kabarmu hari ini? Kamu pasti sedang memikirkan aku
kan?
Berkat doamu kini aku
lebih bahagia. Alhamdulillah.
Ketahuilah Irene, saat
aku menulis email padamu, aku sudah mengajukan gugatan cerai untuk suamiku.
Tiga hari kemudian kubaca emailmu. Isi emailmu hampir sama dengan tanggapan
seorang ustadzah yang juga mualaf.
Saat itu, sejujurnya
aku masih dalam kondisi marah pada Allah. Aku merasa Allah banyak meminta dari
hidupku. Aku mulai berhitung setiap sedekah, amal ibadah yang telah kulakukan
untuk keluargaku khususnya suamiku.
Ibu mertuaku yang
sangat menyayangiku itu setiap malam menangis membujukku untuk mencabut gugatan
ceraiku.
Aku gamang, aku
bingung. Hingga akhirnya di 1/3 malam dimana seharusnya manusia bermunajat
kepada Rabbnya, namun aku justru menumpahkan kekesalanku pada Tuhanku.
“Apalagi yang kau inginkan dariku ya
Allah!!!!!”
“Mengapa bencana ini
Kau hadirkan untukku? Bila Kau adalah Zat Yang Maha Penyayang, seharusnya Kau
adalah Zat Yang Maha Perasa. Tidakkah kau bisa merasakan apa yang kurasakan?
Hingga Kau turunkan syariat poligami untuk menghukumku?”
Naudzubillah…. doakan aku, Allah mengampuni dosaku di malam itu.
Aku tertidur. Sedikit
lega rasa hatiku. Esok malamnya kuulangi lagi tengadahkan tanganku di 1/3 malam
memohon ampunan karena entah mengapa tiba-tiba datang rasa bersalah. Kemudian
aku mencoba saranmu. Satu minggu aku terlibat diskusi dengan Allah.
Hingga suatu hari
dengan lantangnya ibu mertuaku mengatakan satu hal pada suamiku, “Pras, bila
kamu tetap ingin menikahi gadis itu, pergi kamu dari rumah ini! Biarkan mama
bersama Sharen dan anak-anakmu di rumah ini. Mama malu memiliki anak yang tidak
tahu diri seperti kamu!”
Aku keluar dari
kamarku. Ibu mertuaku langsung memelukku. “Kamu jangan pergi Sharen, biarkan
Pras yang pergi. Dia tidak pantas menjadi suamimu. Maafkan mama yang telah
gagal mendidik Pras menjadi laki-laki yang tahu diri.”
Aku hanya menangis
dalam diam. Suamiku pun hanya menunduk diam.
Malam itu kami bertiga
(aku, ibu mertuaku dan suamiku) berdiskusi.
“Baiklah ma, aku tidak
akan menikahi Azizah, bila itu hanya akan membuat mama dan Sharen tersakiti.
Aku sangat menyayangi kalian. Maafkan aku” suamiku memeluk kami berdua.
Aku lega, kupikir
inilah jawaban dari Allah atas diskusi panjang di atas sajadahku di tiap 1/3
malam.
Namun ternyata aku
salah.
Esok malamnya ba’da
isya, Azizah datang ke rumahku bersama kedua orang tuanya.
Pada malam itu aku
tahu, ternyata bukan suamiku yang ingin menikahi Azizah, tetapi ayah Azizah
yang merupakan teman pengajian suamiku yang meminta suamiku untuk meminang
anaknya. Malam itu jelas kutatap wajah Azizah. Azizah, semula kupikir dia
adalah gadis belia yang cantik dengan segala pesona yang menggairahkan mata
lelaki termasuk suamiku, ternyata sangat jauh dari itu. Dia gadis lugu yang
selalu menundukkan kepala. Ada keteduhan di wajahnya.
Di malam itu aku tahu,
Azizah memiliki miom yang akan segera dioperasi dan dokter mengatakan 90%
Azizah tidak akan mampu memberikan keturunan bagi suaminya. Sudah 3 orang
pemuda lajang membatalkan khitbahnya setelah mengetahui kondisi Azizah. Entah
mengapa ayah Azizah memiliki trust pada suamiku.
Kudekati suamiku dan
kutanya, “Kenapa mas gak pernah cerita ini sebelumnya padaku?”
Suamiku menjawab,
“Karena aku tidak mau kamu menganggapnya sebagai modus”
Kudekati ibu mertuaku,
“Mama, kumohon terimalah Azizah menjadi bagian dari keluarga kita. Aku ikhlas
menerimanya sebagai adik maduku.”
Azizah dan ibunya
nyaris tersungkur di kakiku, namun aku cegah. Kupeluk Azizah dan kukatakan,
“Kau akan menjadi saudariku.”
Suamiku terperangah
menyaksikan semua itu. “Kamu yakin telah ikhlas dengan keputusanmu sayang?”
“Iya mas. Nikahi dia.
Dia akan menjadi bagian dari keluarga kita.” Jawabku mantap.
Suamiku terlihat masih
ragu. Aku tersenyum, “Aku akan mencabut gugatan ceraiku besok.”
Alhamdulillah, seisi
rumah mengucapkan hamdalah.
Dan sudah 1 bulan ini
suamiku menikah dengan Azizah. Kami tinggal 1 rumah. Kurasa tak masalah, rumah
kami sangat besar.
Tahukah kamu Irene,
bisnis suamiku makin pesat. Kini suamiku lebih sering melibatkan aku dalam
bisnisnya. Aku yang tadinya hanya di rumah mengurus rumah, kini lebih sering
bersama suami untuk menangani bisnis. Anak-anakku di rumah bersama ummi Azizah
(begitulah mereka memanggilnya).
Di saat tetangga kami
harus membayar 5-6jt untuk seorang baby sitter, anak-anakku justru
dibimbing oleh seorang hafizhah.
Tahukah Irene, anakku
yang pertama sudah hafal 1 juz dalam 1 bulan selama ada Azizah. Setiap malam
mereka mengaji dibimbing oleh umminya. Bayangkan bila suatu saat Arjunaku
menjadi hafizh melalui pendidikan dari dalam rumah kami sendiri.
“Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau
dustakan.”
Irene, terima kasih
telah menjadi sahabatku di dunia dan di akhirat. Andai saat itu kuturuti
amarahku meneruskan gugatan cerai pada suamiku, aku pasti tidak akan pernah
merasakan kebahagiaan ini.
Ini pelajaran poligami
yang langsung Allah ajarkan padaku. Selama ini aku berpikir poligami adalah
syariat yang tidak paham pada perasaan wanita. Karena aku tidak pernah bisa
menerima saat istri sedang sakit suami justru berpoligami, seakan nafsu lelaki
lebih pantas untuk dilindungi. Namun ternyata kini Allah justru memilihku
menjadi orang yang menjalankan poligami sebagai solusi. Aku tidak bisa
membayangkan bagaimana nasib gadis seperti Azizah bila tidak ada syariat
poligami. Haruskah menjalani kesendirian dalam hidupnya hanya karena vonis dokter
tidak mampu memberikan keturunan?
Semula kupikir ink
hukuman Allah bagiku. Namun ternyata Allah sedang menyanjungku.
Irene, sudah dulu yaaa
suatu saat kau harus mengenal Azizahku.
Kumohon doakan kami
agar selalu menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Kumohon
juga, doakan Azizahku agar Allah berkenan menyembuhkan miomnya sehingga tidak
perlu menjalani operasi dan ia bisa memberikan keturunan untuk suamiku. Aamiin.
Bulan depan kami
bertiga akan umrah untuk meminta kesembuhan bagi Azizah. Doakan kami yaaa….
Wassalamualaikum wr wb
Theresia Sharen
Magdalena
Poligami tetaplah syariat yang benar.
Bila banyak kasus
poligami yang justru menghancurkan rumah tangga, ini karena pelakunya yang
gagal paham pada syariat.
Wahai suami, kalian
memang memiliki hak untuk berpoligami. Namun hak ini tidak lantas digunakan
suka-suka kalian dan sesuai hawa nafsu kalian. Berdiskusilah pada Allah, apa
maksud Allah mempertemukanmu dengan wanita lain. Bukan langsung menggunakan hak
veto mu dengan ke-sok tahuanmu dan lantang menggunakan dalil-dalil dengan
berkata, “Ini syariat yang dihalalkan Allah dan kau istri harus menerimanya.
Bila tidak bersedia menerima artinya kalian telah mengingkari salah satu
syariat Allah!”
Wahai istri, wanita
dengan segala rasa, janganlah cepat meradang saat mendengar kata poligami.
Jangan berdebat sesuai nafsumu. Cintailah Allah lebih dari kau mencintai
suamimu. Ingatlah syariat Allah tidak pernah salah. Poligami bukanlah
kenikmatan tambahan bagi laki-laki, namun tambahan tanggung jawab bagi
laki-laki.
Wahai para suami dan
para istri, libatkan selalu Allah dalam setiap galaumu. Sehingga kita terhindar
dari sikap gagal paham yang sok tahu (#SelfReminder)
Untukmu Theresia
Sharen Magdalena. Kau bukan hanya rupawan, namun hatimu juga sangat menawan.
Kau laksana Ibrahim yang menerima perintah Allah untuk menyembelih anak
sulungnya dengan ikhlas.
Sami’naa wa atha’naa.
May you’re one of the
best woman in heaven.
Mohon doa untuk Sharen
sekeluarga dan mohon doa untuk kesembuhan Azizah.
Wassalam