Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Selasa, 22 Maret 2011

Din: Ahmadiyah Melanggar HAM

Hidayatullah.com--Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr Din Syamsudin mengatakan, gerakan pelarangan Ahmadiyah tidak bisa disebut pelanggar HAM. Pasalnya, kata Din, yang melanggar HAM justru Ahmadiyah sendiri. 
“Ahmadiyah sebenarnya melanggar HAM. Sebab, telah terjadi pelanggaran terkait kenabian,” kata Din usai peresmian gedung G-Inspire Universitas Muhammadiyah Surabaya.   
Karena itu, Din meminta para pendukung HAM agar tidak mengaitkan masalah Ahmadiyah dengan HAM.
“Pendukung HAM jangan kaitkan ini dengan pelanggaran HAM,” jelasnya.
Lebih jauh, Din menjelaskan, Ahmadiyah adalah gerakan mesianistik. Itu kenapa Ahmadiyah tidak banyak diketahui. Tidak hanya itu, kelompok Ahmadiyah juga mengkafirkan kelompok di luar golonganya.
“Mereka juga mengkafirkan kelompok yang tidak menyakini Mirza Gulam Ahmad”, paparnya.
Kata Din, selain gerakan mesianistik, Ahmadiyah juga esklusif.
“Orang Islam, selain Ahmadiyah, dilarang masuk masjid mereka,” ujarnya. Karena itu, Din berkesimpulan, Ahmadiyah akan, sedang dan terus melecehkan Islam.








Mengungkap Kebohongan Pendeta Yosua Muhammad Yasin

Jangan mudah percaya dengan kesaksian para pendeta atau penginjil yang mengaku mantan kiyai atau ustadz. Karena mimbar kesaksian rohani di gereja sering melahirkan para penginjil yang nekad dalam berdusta.
Contohnya adalah kesaksian Pendeta Yosua Muhammad Yasin dalam VCD kesaksian rohani kristiani bertajuk “Kesaksian Tiga Mantan Muslim.” Dalam ceramah kesaksian di Gereja Mawar Saron itu, pria paruh baya kelahiran Citayam Bogor ini mengumbar kesaksian yang fantastis. Ia  mengaku sebagai mantan muslim garis keras yang dibesarkan di lingkungan pesantren.
“Nama saya Yosua Muhammad Yasin. Yosua adalah nama baptisan saya dibaptis di Gereja Tiberias pada tanggal 24 Mei 2000. Sedangkan Muhammad Yasin adalah nama kelahiran saya. Karena latar belakang daripada keluarga saya, ayah saya seorang kiyai, ibu saya seorang ustadzah, dan saya seorang ustadz, mantan guru agama Islam yang sekarang alhamdulillah jadi hamba Tuhan. Amin,” kata Yosua dalam VCD itu.
Pendeta yang mengaku alumnus fakultas dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengklaim memiliki pesantren dengan santri berjumlah lebih dari seratus orang. Konon, di pesantren ia mengajar Nahwu dan Sharaf tiap hari Minggu. Ia juga mengaku memiliki Madrasah Ibtidaiyah Hidayatul Atfal yang bernaung di bawah Departemen Agama. Selanjutnya, Pendeta Yosua menceritakan bahwa dirinya memiliki jam terbang yang tinggi sebagai ustadz, antara lain pernah diundang menyampaikan ceramah agama dalam peletakan batu pertama pesantren Tebu Ireng (Jombang-Jatim?).
Sebagai ustadz garis keras, aku Yosua, dirinya pernah membakar tiga gereja, setelah membakar gereja bersembunyi di Bandung karena takut ditangkap aparat keamanan. Aksi ini dilakukan karena ketika masih beragama Islam, ia sangat membenci orang Kristen. Karena ia dididik keras oleh orang tua di sekolah Ibtida’iyah (SD), Tsanawiyah (SMP), Aliyah (SMA) sampai dengan kuliah di perguruan tinggi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  Inilah cuplikannya:
“Kenapa saya sangat membenci orang Kristen? Karena ada ayat Al-Qur'an yang menyatakan: Innaa dinnaa indallohi islam. “Agama yang paling sempurna yaitu agama Islam.”
Dulu saya sangat ingin mengislamkan pendeta. Saya datangi rumah pendeta satu persatu. Tujuh belas pendeta saya datangi satu persatu. Saya ingin mengislamkan pendeta dengan dalil Al-Qur'an “innaa dinnaa indallohi islam.
Ternyata tak satu orang pendeta pun yang masuk Islam. Padahal kalau mau mengislamkan pendeta saya punya amalan Asmaul Husna. Tapi para pendeta itu diamalin dengan Asmaul Husna kok gak mempan. Tidak berhasil.”

Sejak itu, Yosua sering mimpi melihat cahaya putih dengan suara “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Maka nas dalam mimpi itu dicarinya dalam Al-Qur'an tidak ketemu. Lalu ia shalat istikharah tiap jam 2 malam, tapi tidak dapat menemukan jawaban juga. Satu bulan kemudian, mimpinya terjawab ketika ia mendatangi gereja. Pada suatu minggu, usai mengimami shalat shubuh dan mengajar ngaji di pesantren, ia pergi ke gereja. Ia mendapat hadiah Alkitab (Bibel) dari seorang pendeta. Ternyata ayat yang ada dalam mimpinya itu adalah Injil Yohanes 14:6. Yosua pun masuk Kristen.
Pada menit ke-27 penginjil Yosua ingin meyakinkan jemaat gereja bahwa Al-Qur'an pun mengakui kewibawaan Alkitab (Bibel).
“Surat Ali Imran ayat 63 juz yang kedua puluh lima. “ya ayyuhalladina amanu id qola rosulullah sholllallohu alaihi wasallam kitabulloh. “Hai orang-orang yang beriman, pelajari Alkitab jika kamu ingin hidupmu dikaruniakan rahmat.” kata Yosua dengan suara berapi-api.
Anehnya, jemaat Gereja Mawar Sharon berulang kali memberikan aplaus ketika Pendeta Yosua menghina Islam. Mungkin mereka tak sadar kalau sedang dikibulin dengan kesaksian dusta yang sangat mencolok. Inilah beberapa kebohongannya antara lain sbb:
Pertama, beberapa kali Yosua melafalkan Al-Qur'an surat Ali Imran 19 secara salah: Innaa dinnaa indallohi islam,” padahal yang benar adalah “Innad-diina ‘Indallohil-islaam.” Terjemahannya pun menyimpang jauh dari terjemah yang benar dan sah: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”
Dengan kesalahan baca, nahwu, sharaf dan penerjemahan yang sangat fatal seperti itu, lebih tepat bila disimpulkan bahwa Yosua adalah orang yang tidak tamat di Taman Pendidikan Al-Qur'an yang para santrinya adalah anak-anak TK.
Kedua, pengakuan Yosua bahwa dirinya pernah diundang menyampaikan ceramah agama dalam peletakan batu pertama pesantren Tebu Ireng Jombang pun mengada-ada. Karena pesantren termasyhur di Jawa Timur ini sudah didirikan jauh sebelum Yosua lahir. Semua orang pesantren tahu, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang didirikan pada 3 Agustus 1899, dirintis oleh KH Hasyim Asy’ari.
Ketiga, Yosua terang-terangan berdusta lagi ketika menyebutkan bahwa surat Ali Imran mendorong umat Islam untuk membenci Kristen. Ayat “Innad-diina ‘Indallohil-islaam,” ini sama sekali tidak menyuruh membenci Kristen, melainkan pernyataan tegas bahwa Islamlah satu-satunya agama yang diridhai Allah. Ayat mulia dalam Al-Qur'an ini tak dimiliki oleh orang Kristen. Tak ada dalam Bibel pernyataan bahwa Kristen adalah agama yang paling diridhai Yesus.
Keempat, pernyataan Yosua bahwa dalam Islam ada amalan Asmaul Husna untuk mengislamkan pendeta, adalah mimpi di siang bolong.
Asmaul Husna bukanlah amalan untuk menyerang orang kafir semisal pendeta, melainkan nama-nama Allah yang baik, yang diamalkan untuk menyebut dan asma Allah ketika berdoa.
 “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Qs Al-A’raf 180).
Kelima, kebodohan dan kebohongan Pendeta Yosua semakin nyata pada menit ke-27, di mana ia menyebut Al-Qur'an surat Ali Imran adalah juz yang ke-25. Inilah igauan orang sama sekali buta Al-Qur'an. Padahal santri TPQ saja tahu kalau surat Ali Imran bukan bukan juz ke-25, tapi juz ke-3.
Keenam, Pendeta Yosua menjadi jahil murakkab (dungu kuadrat), ketika menyebut surat Ali Imran ayat 63 berbunyi: “ya ayyuhalladina amanu id qola rosulullah sholllallohu alaihi wasallam kitabulloh,” yang diterjemahkan “Hai orang-orang yang beriman, pelajari Alkitab jika kamu ingin hidupmu dikaruniakan rahmat.”  Padahal semua orang tahu bahwa surat Ali Imran 63 berbunyi: “Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dan nas Arab yang dibacanya pun tidak bisa dimengerti apalagi diterjemahkan, karena tidak ada kata kerjanya (fi’il). Maka terjemahannya pun jauh mengada-ada dari nas Arab yang dibacanya. [voa-islam.com/timfakta, sabili]
Zumber: http://bit.ly/hiciKI

NILAI-NILAI PANCASILA DAN UUD 1945


NILAI-NILAI PANCASILA DAN UUD 1945
I. Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Makna sila ini adalah:
* Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
* Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
* Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
* Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Makna sila ini adalah:
* Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
* Saling mencintai sesama manusia.
*Mengembangkan sikap tenggang rasa.
* idak semena-mena terhadap orang lain.
* Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
* Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
* Berani membela kebenaran dan keadilan.
* Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia
Makna sila ini adalah:
* Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
* Rela berkorban demi bangsa dan negara.
* Cinta akan Tanah Air.
* Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
* Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Makna sila ini adalah:
* Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
* Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
* Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
* Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Makna sila ini adalah:
* Bersikap adil terhadap sesama.
* Menghormati hak-hak orang lain.
* Menolong sesama.
* Menghargai orang lain.
* Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

II. Makna Lambang Garuda Pancasila
* Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
* Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
* Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
* Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
* Pohon beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia
* Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

* Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
* Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan putih berarti suci
* Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa
* Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
* Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
* Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
* Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
* Jumlah bulu di leher berjumlah 45

* Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda beda, tetapi tetap satu jua”.
III. Naskah Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan
Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
IV. Sejarah
Sejarah Awal
Pada tanggal 22 Juli 1945, disahkan Piagam Jakarta yang kelak menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Naskah rancangan konstitusi Indonesia disusun pada waktu Sidang Kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode 1945-1949
Dalam kurun waktu 1945-1949, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahu kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Parlementer yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan penyimpangan UUD 1945.
Periode 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
* Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara

* MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
* Pemberontakan G 30S

Periode 1966-1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada Presiden.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat “sakral”, diantara melalui sejumlah peraturan:
* Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
* Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
* Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

V. Perubahan UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mempertegas sistem presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
* Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
* Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000
* Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
* Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 1999