Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Senin, 20 Juni 2011

Foto Orang Kelaparan Dan Orang yang Makan Enak








Foto orang-orang kelaparan dan sengsara...


























 
























 





















































































Dan inilah foto-foto yang sangat menyenangkan, kenyang dan bahagia....





















Inilah Dasar Hukum Pancung di Arab Saudi










Tenaga Kerja Wanita (TKW) Ruyati di hukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi karena membunuh majikannya. Dari berbagai negara Islam, Arab Saudi yang paling ketat menerapkan hukuman mati (qisas) tersebut.

"Karena Arab Saudi menerapkan langsung ayat Al Quran, Surat Al-Baqarah ayat 178," kata pengajar Hukum Pidana Islam, Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Nurul Irfan saat berbincang dengan detikcom, Senin, (20/6/2011).

Dalam ayat tersebut disebutkan kewajiban hukum qisas pada orang­-orang yang terbunuh, orang merdeka dengan orang merdeka , dan hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan. Akan tetapi barangsiapa yang diampunkan untuknya dari saudaranya seba­gian, maka hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan tunaikan kepadanya dengan cara yang baik.

"Dari ayat ini, ada perkecualian hukum qisas yaitu apabila keluarga korban memaafkan. Sebagai pemaaf tersebut, pembunuh mengganti denda dengan 100 ekor unta, 40 diantaranya unta yang sedang hamil. Kalau dirupiahkan mencapai Rp 4,7 miliar," tambah doktor pidana Islam ini.

Adapun sebab-sebab turunnya ayat ini yaitu untuk memotong budaya jahiliah yang berkembang sebelum datangnya Islam. Pada waktu itu, jika ada satu orang dibunuh, maka akan membunuh balik sang pembunuh hingga ke keluarga pembunuh. Sehingga turunlan ayat ini yang menekankan asas keseimbangan, yaitu satu nyawa di balas satu nyawa. Bukan satu nyawa di balas satu keluarga.

"Jaman sebelum Islam, apabila ada anak dibunuh, maka akan dibunuh balik si pembunuh, orang tua dan seluruh kerabat pembunuh. Inilah mengapa ayat ini turun," tambah Irfan.

Selain itu, ada hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban dan Imam Al Baihaki yang menyebutkan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa harus diberikan pemaaf apabila yang membunuhnya karena lupa, terpaksa dan bersalah. "Namun hadist ini tidak dilakukan. Mereka merujuk Al-Quran kedudukannya lebih tinggi," terang Irfan.

Namun, pemberlakuan hukum qisas bukannya tanpa kritik. Menurut Irfan, hingga saat ini tidak ada hukum acara bagaimana cara pembuktian di peradilan. Selain itu juga sistem peradilan tidak terbuka yang dapat diikuti oleh setiap orang. "Mereka juga diskriminatif, kalau orang non Arab Saudi langsung diterapkan hukum qisas. Tapi kalau orang Arab sendiri tidak, tapi dimaafkan," jelas Irfan.

Apakah ini karena cara mereka memahami Islam yang salah ?

"Tidak. Tapi karena karakter bangsa, model kepemimpinan struktur pemerintahan dan sebagainya. Di sana, Raja menguasai ulama. Ulama yang tidak sesuai dengan keyakinan Raja, disingkirkan," tuntas Irfan.


Priyo: Arab Saudi Melanggar Etika dan Estetika Sebagai Negara Sahabat

Wakil ketua DPR, Priyo Budi Santoso mengecam pemerintah Arab Saudi yang mengesekusi mati TKW, Ruyati tanpa memberi informasi kepada pemerintah Indonesia. Menurut Priyo sikap pemerintah Arab Saudi tersebut telah melukai hubungan baik yang terjalin di kedua negara.

"Arab Saudi itu melanggar tata hubungan internasional. Melanggar etika dan estetika sebagai negara sahabat, karena hukuman untuk menghilangkan nyawa itu minimal memberitahu negara yang bersangkutan," ujar Priyo kepada detikcom, Minggu (19/6/2011) malam.

Menurut Priyo pemerintah Arab Saudi terkesan menganggap remeh pemerintah Indonesia. Pemerintah pun diminta memberikan nota protes keras kepada pemerintah Arab Saudi.

"Saya melihat Arab Saudi kadang semena-mena, sehingga cenderung meremehkan. Pemerintah harus mengirim nota protes keras karena tidak menerima dengan perlakukan ini," terangnya.

Kekerasan yang menimpa TKW asal Indonesia bukan baru kali ini saja di negeri kaya minyak itu. Kultur masyarakat Arab Saudi yang menganggap pembantu rumah tangga adalah budak belian menyebabkan para TKW kita sering mendapatkan perlakukan tidak baik.

"Mereka melihat TKW sebagai budak belian, sehingga cenderung meremehkan. Ini tidak boleh terulang lagi dan saya mengutuk ini," imbuhnya.

Almarhumah Ruyati binti Satubi dihukum qisas pancung atas tuduhan pembunuhan terhadap ibu majikannya yang bernama Khairiyah Hamid yang berusia 64 tahun dengan pisau jagal dan kemudian dilanjutkan dengan menusuk leher korban dengan pisau dapur.

Motif pembunuhan adalah karena rasa kesal akibat sering dimarahi oleh ibu majikannya karena gaji yang tidak dibayarkan selama 3 bulan (sebesar total SR 2400) dan tidak mau memulangkannya meskipun sering diminta.

Kasus pembunuhan ini telah ditangani oleh kepolisian Sektor Al Mansur Makkah Al Mukkarramah dan penangannya sejak awal kejadian tergolong cepat mengingat beratnya kasus dan bukti-bukti yang kuat yang ditemukan di tempat kejadian perkara .

Persidangan Ruyati binti Satubi telah dilaksanakan sebanyak dua kali yakni tanggal 3 Mei dan 10 Mei 2010. Selama persidangan, Ruyati didampingi oleh dua orang penerjemah Mahkamah berkebangsaan Indonesia dan Arab Saudi, dan juga dihadiri oleh dua orang staf dari KJRI Jeddah. Demikian halnya juga dalam proses investigasi oleh Badan Investigasi Makkah dan reka ulang (rekonstruksi) di tempat kejadian perkara, Ruyati selalu didampingi oleh penerjemah dan staf KJRI Jeddah.

Menurut ketentuan hukum di Arab Saudi, eksekusi hukuman mati bisa dibatalkan jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan. Akan tetapi, dalam kasus Ruyati, keluarga korban tidak bersedia memaafkan dan eksekusi mati akhirnya tetap dijalankan.


Mengintip Hukum Qisas di Arab Saudi

Praktek hukuman mati bagi pelaku kejahatan dihampir semua negara sudah banyak yang ditinggalkan. Hanya tinggal beberapa saja yang masih memberlakukan hukuman mati untuk kasus-kasus kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran berat.

Cina misalnya masih memberlakukan hukuman mati dengan menembak para koruptor. Karena koruptor dianggap kejahatan berat yang telah merugikan negara dan rakyat. Di Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama untuk kejahatan yang tak diampuni, walau dengan cara suntik mati, tidak lagi dengan listrik.

Praktek hukum mati di Indonesia sendiri belum ditinggalkan sepenuhnya. Misalnya hukuman mati dengan cara ditembak seperti yang dialami tiga serangkai teroris, Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudera. Tibo pelaku kerusuhan di Palu dan Sumiarti, pelaku pembunuhan keluarga anggota TNI AL di Surabaya. Dan, dalam beberapa persidangan dalam kasus tertentu,
jaksa masih kerap memberlakukan tuntutan maksimal sampai hukuman mati.

Mungkin Kerajaan Arab Saudi yang masih memberlakukan hukuman mati dengan cara memengal atau memancung kepala. Inilah dirasakan kurang 'manusiawi' dengan cara hukuman mati dengan cara ditembak, distrum listrik atau disuntik. Apalagi kebanyakan yang dihukum mati bukan warga Arab Saudi, tapi lebih banyak para imigran atau tenaga kerja
asing, seperti dari Indonesia seperti yang dialami TKW asal Bekasi, Jawa Barat, Ruyati (54) yang dihukum pancung, Sabtu (18/6/2011) waktu Arab Saudi.

Hukum mati di Arab Saudi diberlakukan dengan dalih menjalankan syriat Islam. Bahwa setiap pembunuh harus dihukum dengan dibunuh pula atau Qisas. "Makanya di sini hukum pancung lebih dikenal dengan hukum qisas," kata Muhamad Tio, warga negara Indonesia yang tinggal di Makkah al Mukaramah kepada detikcom, Minggu (19/6/2011).

Pasca pemancungan terhadap Ruyati sendiri menurut Tio, menjadi perbincangan dari mulut ke mulut di antara sesama TKI. "Di sini takut membicarakannya, karena takut fitnah juga, karena di sini sangat serius juga bagi pelaku fitnah," jelas Tio yang sudah 10 tahun tinggal dan bekerja di kota Makkah ini.

Tio sendiri mengaku selama di tinggal di Arab Saudi sudah menyaksikan langsung proses hukuman pancung. "Saya pernah lihat orang dipancung dua kali dengan mata kepala sendiri. Saat itu di Jeddah, saat ada tiga orang yang dipancung," ucapnya sambil mengatakan bahwa orang yang kurang kuat melihatnya bisa langsung pingsan, menjerit histeris sampai muntah-muntah.

Biasanya qisas sendiri dilaksanakan setiap hari Jum'at, khususnya sesuai sholat Jum'at. Setiap pelaksanaan dilakukan dengan begitu ketat penjagaan ratusan tentara dan polisi.

"Orang yang akan dihukum diberdirikan di atas panggung yang dibuat setinggi setengah meter. Sebelum dipancung akan dibacakan dakwaan, asal kota dan negaranya. Setelah itu dibacakan do'a dan dipenggal dengan pedang khusus yang sangat tajam agar cepat prosesnya," ungkap Tio.

Usai pelaksanaan di tempat itu juga disiapkan mobil pemadam kebakaran. "Ya itu untuk menyemprotkan air agar ceceran darah cepat bersih dan memang seperti tidak ada apa-apa, kayak tidak ada hukuman qisas," terangnya.

Tio juga menjelasan hampir di semua kota besar di Arab Saudi memberlakukan hukum qisas untuk kasus pembunuhan dan bandar narkoba.

"Kalau pemakai narkoba tidak di qisas, kecuali pengedarnya saja. Ini diberlakukan di kota Makkah, Madinah, Jeddah, Damam, Thaif dan kota lainnya," ujarnya.

Di Jeddah sendiri biasa disiapkan tempat qisas di sebuah lapangan di sekitar daerah Al Balad. Di Al Balad sendiri merupakan kawasan komersial dan perdagangan yang tak jauh dari pantai.

"Kalau dulu di Makkah, Qishos akan dilaksanakan tak jauh dari Masjidil Haram, sekarang tidak tahu lagi. Kalau kata orang di wilayah Tan'im. Saya dengar ibu Ruyati juga dihukum di Makkah, tapi saya nggak tahu di mana persisnya," katanya.

Tio dan sejumlah mukimin lainnya menyatakan, justru dengan hukum qisas yang diberlakukan di Arab Saudi membuat rasa aman penduduknya, termasuk para pendatang. Karena hampir sebagian besar aman dari pelaku kejahatan, walau tidak dipungkiri masih ada kasus kriminal kecil lainnya.

"Ya dalam beberapa hal kita sepakat qisas ini untuk membuat efek jera yang efektif. Saya setuju hukuman mati seperti di Cina yang diberlakukan terhadap koruptor. Kalo di Indonesia membunuh itu seperti membunuh ayam. Hampir tiap hari ada pembunuhan tapi pelakunya tidak jera, karena hukum kurang tegas. Apalagi kasus korupsi," terangnya

Tio mengajak semua orang, khususnya di Indonesia untuk memperhatikan kembali soal pengiriman TKW ke Arab, apalagi soal ajaran yang menyebutkan larangan perempuan berpergian jauh dari rumah.

"Tentunya ini bukan persoalan larangan perempuan bekerja atau pesoalan gender. Tapi alangkah baiknya ini diperhatikan lagi, kalau tidak mau menimbulkan musibah yang lebih besar. Karena resiko wanita lebih besar. Lah TKI yang laki-laki saja berbahaya, bahkan ada yang disandera kaya di Somalia. Tapi setidaknya itu resiko seorang lelaki, seorang kepala rumah tangga yang kewajibannya mencari nafkah," pungkasnya.


KBRI untuk Arab Saudi Kecam Pelaksanaan Eksekusi Mati Ruyati 

Kedutaan Besar RI (KBRI) untuk Arab Saudi di Riyadh mengecam pelaksanaan eksekusi mati kepada TKW asal Indonesia, Ruyati pada hari Sabtu, 18 Juni 2011 lalu. Pelaksanaan eksekusi tersebut dinilai tidak memperhatikan praktek internasional yang berlaku yang berkaitan dengan perlindungan kekonsuleran.

"Tanpa mengabaikan sistem yang berlaku di Arab Saudi, kami menyesalkan kejadian tersebut dan mengecam pelaksanaan eksekusi Ruyati tersebut tidak memperhatikan praktek internasional yang berlaku, terutama berkaitan dengan perlindungan kekonsuleran," ujar Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur lewat rilis yang dikirimkan kepada detikcom, Senin (20/6/2011).

Gatot mengaku jajarannya sudah memberikan bantuan hukum sebagaimana mestinya dalam kasus Ruyati. Perwakilan RI di Arab Saudi telah mengirim dua Nota Diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, masing-masing No 1948 tertanggal 19 Mei 2010 dan No 2986 tertanggal 14 Agustus 2010, yang intinya meminta agar Perwakilan RI diberikan akses kekonsuleran seluas-luasnya sebagaimana lazimnya termasuk informasi tentang jadwal persidangan, pendampingan dan pembelaan dalam sidang-sidang berikutnya, serta untuk mendapatkan salinan putusan hukum terhadap almarhumah Ruyati.

"Namun demikian, hingga pelaksanaan hukuman mati almarhum Ruyati, kami tidak menerima pemberitahuan tentang pelakasanaan eksekusi hukuman mati tersebut," tandas Gatot.

KBRI juga sudah meminta agar jenazah Ruyati bisa segera dibawa pulang ke tanah air. Pihak keluarga dan ahli berharap, Ruyati bisa dikebumikan di kampung halamannya.

"Di samping itu, kami juga telah melayangkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi yang berisikan permintaan agar jenazah almarhumah Ruyati dapat dimakamkan di Indonesia," imbuh Gatot.

Almarhumah Ruyati binti Satubi dihukum qisas pancung atas tuduhan pembunuhan terhadap ibu majikannya yang bernama Khairiyah Hamid yang berusia 64 tahun dengan pisau jagal dan kemudian dilanjutkan dengan menusuk leher korban dengan pisau dapur.

Motif pembunuhan adalah karena rasa kesal akibat sering dimarahi oleh ibu majikannya karena gaji yang tidak dibayarkan selama 3 bulan (sebesar total SR 2400) dan tidak mau memulangkannya meskipun sering diminta.

Kasus pembunuhan ini telah ditangani oleh kepolisian Sektor Al Mansur Makkah Al Mukkarramah dan penangannya sejak awal kejadian tergolong cepat mengingat beratnya kasus dan bukti-bukti yang kuat yang ditemukan di tempat kejadian perkara .

Persidangan Ruyati binti Satubi telah dilaksanakan sebanyak dua kali yakni tanggal 3 Mei dan 10 Mei 2010. Selama persidangan, Ruyati didampingi oleh dua orang penerjemah Mahkamah berkebangsaan Indonesia dan Arab Saudi, dan juga dihadiri oleh dua orang staf dari KJRI Jeddah. Demikian halnya juga dalam proses investigasi oleh Badan Investigasi Makkah dan reka ulang (rekonstruksi) di tempat kejadian perkara, Ruyati selalu didampingi oleh penerjemah dan staf KJRI Jeddah.

Menurut ketentuan hukum di Arab Saudi, eksekusi hukuman mati bisa dibatalkan jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan. Akan tetapi, dalam kasus Ruyati, keluarga korban tidak bersedia memaafkan dan eksekusi mati akhirnya tetap dijalankan.

"Pemerintah Arab Saudi sebenarnya telah melakukan sejumlah upaya untuk meringankan hukuman Ruyati, diantaranya mendapatkan status ta'zir dengan meminta keluarga korban untuk memaafkan Ruyati, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil," imbuh Gatot.


Oleh-Oleh Kisah Pilu TKW dari KM Labobar

Pukul 09.00 WIB pagi di suatu hari pada tahun 2009, dengan menggunakan seprai sebagai tali, Dede Kornelis (28) memanjat jendela rumah majikannya di Jeddah, Arab Saudi. Dede hendak kabur dari rumah majikannya karena tidak tahan dengan perlakuan yang diterimanya.

"Saya sering dipukul dan saya dikunci di dalam kamar sehingga tidak bisa keluar," ujar Dede saat baru saja tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (4/5/2011).

Dede bersama 2.349 TKI lainnya menumpang KM Labobar untuk kembali ke tanah air dari Arab Saudi.

Cerita Dede tidak sampai di situ, sebelum melarikan diri, Dede bekerja dengan seorang majikan Arab selama 1,5 tahun. Selama waktu tersebut, Dede mengaku tidak pernah diberikan makanan secara layak, apalagi gaji.

Didorong oleh rasa lapar yang teramat sangat, Dede terpaksa mencuri roti kecil milik majikannya yang berada di atas meja. Apes, sang majikan mengetahui ulah Dede dan langsung memarahi dan menyiksa pria asal Purwokerto itu.

"Saya langsung ditarik ke WC dan mulut saya diberi selang dan dimasukkan ke dalam selang itu air keran dan saya harus minum itu," tutur Dede yang tak kuasa menahan air matanya.

Pernah juga suatu ketika, sang majikan tidak mengirimkan surat yang ditipkan Dede untuk keluarganya. Surat itu dibuang majikanya ke tong sampah.

"Surat saya bahkan diludahi di dalam tong sampah," kata Dede.

Berapa uang yang dibawa Dede yang tersisa saat sampai di Jakarta pukul 04.30 WIB pagi tadi? Dari hasil bekerjanya di tempat yang jaraknya ribuan kilometer dari tanah asalnya itu, Dede hanya membawa uang Rp 15.000.

"Hanya tinggal ini uang saya," ujarnya.

Jainatun (42) juga memiliki nasib setali tiga uang dengan Dede. TKW asal Jawa Timur ini dibuang majikannya di daerah Hijar, Arab Saudi.

"Saat itu saya hanya membawa sebuah tas kecil dan sebuah alquran," jelasnya.

Jainatun berkisah pernah diikat dan dikeroyok keluarga majikannya. Dia bahkan dipanggil 'majnun' yang dalam bahasa Indonesia berarti gila.

Dirinya pun sempat 'disewakan' oleh majikannya ke rumah-rumah tetangga sekitar. Getirnya, uang kerja keras Jainatun tidak ditilep sang majikan.

"Saya pulang ke Indonesia hanya membawa baju yang saya pakai dan sebuah tas kecil. Saya tidak ingin kembali ke sana lagi," jelasnya.

Jainatun menyebutkan, banyak TKW asal Indonesia yang bernasib sama dengan dirinya. Selain tidak menerima gaji, banyak yang mendapatkan perlakuan kasar, pelecehan seksual, hingga pembunuhan.