Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Kamis, 13 Januari 2011

8 makanan terfavorit di Indonesia

1.BAKSO
2.Soto
3.SATE
4.AYAM BAKAR
5.AYAM KREMES
6.NASI GORENG
7.RENDANG
8.MIE AYAM

Bolehkah Mempelai Wanita Melayani Tamu Undangan?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Pertanyaan-pertanyaan berikut kami ringkaskan dari rubrik risalatikum.

Tentang riwayat Ummu Usaid, mempelai wanita yang menyuguhkan hidangan kepada Rasulullah dan para sahabatnya.

1. Apakah ini merupakan kelapangan dalam Islam selama keluarnya wanita tersebut memenuhi adab Islami dan memakai busana wajib?

2. Apakah ini terjadi sebelum turun ayat 53 surah al-Ahzab?

3. Selain itu yang saya ketahui, rasul itu sering juga didatangi wanita untuk hal yang penting. Untuk itu, saya mohon pengasuh untuk menjelaskan tentang ikhtilat ini dengan jleas dan meyakinkan.

4. Juga tentang pandangan yang agak longgar dari Syaikh Qardhawi umpamanya, yang perlu dijelaskan kepada umat.

Jawaban:

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan antum perlu diketahui apa dan bagaimana ikhtilath itu, hal ini untuk mempermudah memahami jawaban kami. Alhamdulillah, tulisan masalah ikhtilath bisa antum dapatkan di edisi ini pada rubrik fiqih, halaman 40.

1. Peristiwa Ummu Usaid melayani para tamunya tersebut tidak termasuk ikhtilath yang terlarang, karena tidak ada campur-baur antara laki-laki dengan perempuan. Memang hal itu merupakan kelonggaran agama ini. Sudah pasti bahwa harus memakai busana Islami dan beradab dengan adab Islam.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Tidak mengapa pengantin wanita melayani sendiri para (tamu) undangan, apabila dia tertutup dan aman dari fitnah (perkara yang dapat mendatangkan kemaksiatan/ kesesatan), [Yaitu penutup/ baju yang disyariatkan dengan syarat 8 perkara:

1. Menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

2. Penutup tubuh itu bukan merupakan perhiasan.

3. Hendaklah tebal, tidak tipis.

4. Tidak membentuk sesuatu bagian dari tubuhnya, karena sempitnya.

5. Tidak diberi minyak wangi.

6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

7. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.

8. Bukan pakaian ketenaran.]

(Dari catatatan kaki Syaikh al-Albani), berdasarkan hadits Sahl bin Sa’d, dia berkata,

لَمَّ عَرَّسَ أَبُو أُسَيْدٍ السَّاعِدِيُّ دَعَا النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهْهِ وَسَلَّمَ وَأصْحَابُهُ فَمَا صَنَعَ لَهُمْ طَعَاماً وَلاَ قَرَّيَهُ إِلَيْـهِمْ إِلاَّ امْرَأَتُهُ أُمُّ أُسَيْدٍ بَلّت (وفي رواية: أنقعت) تَمَرَاتٍ فِي تَوْرٍ مِنْ حِجَارَةٍ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا فَرَغَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الطَّعَامِ أَمَائَتْهُ لَهُ فَسَقَتْهُ تُتْحِفَهُ بِذَلِـكَ

فَكَانَتْ امْرَأَتُهُ يَوْمَئِذٍ خَادِمُهُمْ وَهِيَ الْعَرُوْسُ

Tatkala Abu Usaid as-Sa’idi telah menikah, dia mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau, dia tidak membuat makanan untuk mereka, dan tidak menghidangkan makanan kepada mereka. Akan tetapi istrinya, Ummu Usaid, semenjak malam merendam kurma di dalam bejana dari batu. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai makan, Ummu Usaid melarutkannya untuk beliau, lalu memberikan minum kepada beliau dengannya, dia mengkhususkan beliau dengan (minuman) itu. (Maka, pada hari itu istrinya yang menjadi pelayan mereka, padahal dia sebagai pengantin wanita).” (HR. al-Bukhari di dalam Shahih-nya, dan di dalam al-Adabul Mufrad; Muslim; Abu Awanah; Ibnu Majah dan lainnya kami ringkaskan takhrij-nya –red) [Adabus Zifaf Fis Sunnah al-Muthahharah, hal. 103-106, Maktab al-Islami, 1409 H- 1989 M].

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya seorang istri melayani suaminya dan orang yang dia undang, tentu saja hal itu adalah jika aman dari fitnah dan dengan menjaga penutup (tubuh) yang wajib atas wanita. Dan dalil bolehnya seorang suami melayani istrinya dalam hal seperti itu. Juga sebagai dalil bolehnya minum apa yang tidak memabukkan di dalam walimah. Dan bolehnya mengkhususkan sesuatu kepada pembesar kaum tanpa orang-orang yang bersamanya di dalam walimah.” (Fathul Bari, IX/251).

2. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani telah menjawab hal ini, beliau berkata, “Anggapan bahwa kejadian ini terjadi sebelum turunnya hijab, termasuk perkara yang tidak ada dalilnya. Dan di dalam hadits itu tidak ada isyarat sedikitpun bahwa wanita tersebut (yakni Ummu Usaid –red.) tidak berjilbab sehingga membawa kepada anggapan naskh (terhapusnya hukum itu). Dan sampai hari ini, kita masih saja melihat wanita-wanita petani berjilbab yang melaksanakan pelayanan terhadap para tamu dengan sebaik-baiknya, dan mereka menjaga penutup (tubuh) dan rasa malu mereka.

Maka yang benar, hadits tersebut adalah muhkam (tidak mansukh/ tidak dihapus hukumnya), tidak ada yang menghapuskan (hukumnya). Dan (Imam) al-Bukhari telah mengisyarakatkan hal ini, yaitu beliau memasukkan hadits itu ke beberapa bab, di antaranya adalah Bab: “Pengantin wanita yang membantu dan melayani sendiri kepada orang-orang laki-laki”. Tetapi, kita wajib tidak melupakan syarat-syarat yang telah kami sebutkan di awal pembahasan yang wajib untuk dipegang teguh. Sehingga dibolehkannya hanya sebagai teori yang tidak biasa diamalkan di banyak kota pada hari ini. Karena, kebanyakan wanitanya telah keluar dari adab-adab syariat di dalam berpakaian dan rasa malu mereka.” (Adabuz Zifaf Fis Sunnah al-Muthahharah, hlm. 107, Maktab al-Islami, 1409H-1989 M).

3. Memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering didatangi para wanita untuk berbagai keperluan, inilah di antaranya:

Dalam Shahih Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

جَاءتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ ذَهَبَ الرِجَلُ بِحَدِيثِكَ فَجْعَل لَنَا مِنْ نَفْسِكَ اللهُ فَقَالَ اجْتَمِعْنَ فِي يَوْمِ كَـذَا وَكَذَا فِي مَكَانِ كَذَا وَ كَذَا فَجْتَمَعْنَ فَأتَاهُنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ

Seorang wanita datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, kaum lelaki telah membawa pergi haditsmu, maka buatlah untuk kami (para wanita) suatu hari dari dirimu, yang kami akan mendatangimu padanya, engkau bisa mengajarkan kepada kami apa yang Allah ajarkan kepadamu. Maka, beliau menjawab, ‘Berkumpullah kamu pada hari anu, di tempat anu”. Maka mereka berkumpul, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka, lalu mengajari mereka apa yang Allah ajarkan kepada beliau.”

Dan dalil-dalil lain yang menunjukkan hal ini. Namun, perlu diketahui bahwa hal ini tidak termasuk ikhtilath yang terlarang, bahkan ha ini dibolehkan karena memang wanita boleh menemui laki-laki jika ada keperluan, dengan tidak memperpanjang pertemuan itu jika urusan sudah selesai.

4. Dengan memperhatikan keterangan kami di atas dan (baca: rubrik Fiqih dengan judul Ikhtilath, hal. 40 edisi ini), insya Allah Anda bisa menimbang sendiri bagaimana tentang pendapat Dr. Yusuf al-Qardhawi.

Sumber: Majalah As-Sunnah, Edisi 5 Tahun V, 1422 H – 2001 M
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com dengan penataan bahasa seperlunya.

http://konsultasisyariah.com/mempelai-wanita-melayani-tamu-undangan

Apa Hukum Kolam Renang Khusus Muslimah?

Pertanyaan:

Mohon dibahas masalah ‘kolam renang khusus muslimah’ yang banyak muncul baik di Indonesia atau di negeri-negeri Eropa. Bagaimana hukum muslimah berenang di kolam renang khusus muslimah tersebut.
Jazakallahu khairan.

(Abu ‘Aisyah)

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, washshalaatu wassalaamu ‘ala rasulillaah khairil anbiyaa’I wal mursaliin wa ‘alaa ‘aalihii wa shahbihii ajma’iin.

Amma ba’du:

Pada asalnya boleh bagi seorang muslimah berenang di kolam renang khusus muslimah selama tetap menjaga batasan-batasan syari’at , seperti misalnya seluruh wanita muslimah yang berenang di kolam renang tersebut menutup aurat mereka supaya pandangan tidak terjatuh pada sesuatu yang diharamkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل ولا المرأة إلى عورة المرأة

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiallahu ‘anhu)

Beliau shallallahu ‘alaihiwasallam juga bersabda:

احفظ عورتك إلا من زوجتك أو ما ملكت يمينك

“Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau budakmu.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, dari Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu ‘anhu, dan dihasankan Syaikh Al-Albany)

Hadist ini menunjukkan dilarangnya melihat aurat orang lain selain yang disebutkan di atas, yaitu laki-laki melihat aurat laki-laki, dan wanita melihat aurat wanita. (Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-’Asqalany 1/386)

Berkata Syeikh Abdul Muhsin Al-’Abbaad hafidzahullah:

سباحة نساء مع نساء وهن متسترات بثيابهن ليس فيه بأس

“Tidak mengapa para wanita berenang bersama wanita-wanita lain selama mereka dalam keadaan tertutup dengan pakaian mereka.”(Syarh Sunan Abi Dawud, diantara pertanyaan yang diajukan kepada beliau setelah Bab Maa Jaa’a fii At-Ta’arry, Kitab Al-Hammaam, kemudian saya tanyakan kembali pertanyaan ini kepada beliau hari Kamis tanggal 6 Shafar 1431 setelah shalat Shubuh, dan beliau menjawab dengan jawaban yang semakna)

Selain itu kolam renang tersebut harus aman dari pandangan laki-laki, kamera, dan yang semisalnya dll, apabila dikhawatirkan hal-hal yang tidak diinginkan -seperti yang banyak terjadi di zaman sekarang- maka tentunya menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada mendatangkan mashlahat (kebaikan). (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 26/343 ).

Namun meski diperbolehkan dengan syarat-syarat di atas, tentunya tidak diragukan lagi bahwa tetap tinggalnya seorang wanita muslimah di rumah tentu lebih baik dan lebih aman baginya, dan sering keluarnya seorang wanita ke tempat-tempat seperti itu tentunya hal yang tidak baik dan akan membawa fitnah.

Allah ta’aalaa berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى [الأحزاب/33

“Dan tetaplah kalian berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias seperti berhiasnya orang-orang jahiliyyah dahulu.” (Qs. Al-Ahzab: 33)

Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:

الحقيقة يا إخواني خروج المرأة عما حد لها ورسم لها في الشرع يسبب لها ولغيرها البلاء والفساد ، فالمرأة لو كانت تتعلم السباحة في منزلها فإن أحدا لا يمنعها ، لكن أن تخرج من منزلها إلى أماكن تعليم السباحة وبالصفة المذكورة وبملابس لا تستر عورتها فإن ذلك أمر مخالف للشرع ، والواجب على أولياء البنات أن يتقوا الله فيهن ، وأن يحفظوا تلك الأمانة فالله سائلهم عنها

“Pada hakikatnya -wahai saudara-saudaraku-keluarnya seorang wanita dari apa yang sudah digariskan bagi mereka di dalam agama akan menyebabkan kerusakan bagi dirinya dan orang lain. Seorang wanita apabila dia belajar berenang di rumahnya maka tidak ada yang melarangnya, namun apabila dia keluar rumah ke tempat-tempat latihan berenang dengan sifat di atas dan dengan pakaian yang tidak menutup auratnya maka yang demikian itu menyelisihi syari’at, dan kewajiban para wali adalah bertaqwa kepada Allah di dalam urusan anak-anak wanita mereka, dan menjaga amanat tersebut, Allahlah yang akan menanyai mereka kelak.” (Majallah Al-Buhuuts Al-Islaamiyyah 68/54 dan 56)

Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu juga berkata:

الحمد لله نصيحتي لإخواني ألا يمكنوا نساءهم من دخول نوادي السباحة والألعاب الرياضية لأن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم حث المرأة أن تبقى في بيتها فقال وهو يتحدث عن حضور النساء للمساجد وهي أماكن العبادة والعلم الشرعي : لا تمنعوا إماء الله مساجد الله وبيوتهن خير لهن وذلك تحقيقاً لقوله تعالى : ( وقرن في بيوتكن ) ثم إن المرأة إذا اعتادت ذلك تعلقت به تعلقاً كبيراً لقوة عاطفتها وحينئذ تنشغل به عن مهماتها الدينية والدنيوية ويكون حديث نفسها ولسانها في المجالس . ثم إن المرأة إذا قامت بمثل ذلك كان سبباً في نزع الحياء منها وإذا نزع الحياء من المرأة فلا تسأل عن سوء عاقبتها إلا أن يمن الله عليها باستقامة تعيد إليها حياءها الذي جبلت عليه.
وإني حين أختم جوابي هذا أكرر النصيحة لإخواني المؤمنين أن يمنعوا نساءهم من بنات أو أخوات أو زوجات أو غيرهن ممن لهم الولاية عليهن من دخول هذه النوادي ، وأسأل الله تعالى أن يمن على الجميع بالتوفيق والحماية من مضلات الفتن إنه على كل شيء قدير والحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .

“Alhamdulillah, nasehat saya untuk saudara-saudaraku, janganlah kalian mengizinkan wanita-wanita kalian mengikuti klub-klub renang dan olahraga, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa ‘aalihi wa sallam telah mendorong wanita supaya tetap berada di rumahnya, beliau telah bersabda tentang wanita yang mendatangi masjid yang merupakan tempat ibadah dan ilmu syar’i:“Janganlah kalian larang hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah, dan rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka”, dan ini adalah perwujudan dari firman Allah (yang artinya): “Dan tetaplah kalian berada di rumah-rumah kalian”, kemudian seorang wanita apabila sudah terbiasa melakukan yang demikian maka hatinya akan senantiasa tergantung dengannya karena kuatnya perasaan seorang wanita, ketika sudah demikian maka dia akan tersibukkan dari tugas-tugasnya baik tugas-tugas yang berhubungan dengan agama atau dunia, dan jadilah perkara tersebut terbayang-bayang dalam hatinya dan menjadi bahan pembicaraan dalam perkumulan-perkumpulan. Demikian pula seorang wanita apabila melakukan aktifitas seperti itu maka akan menjadi sebab hilangnya rasa malu pada dirinya, jika sudah hilang rasa malu maka jangan tanya akibatnya, kecuali Allah memberi karunia dengan istiqamah yang mengembalikan rasa malu pada dirinya, yang malu ini merupakan fitrah seorang wanita.

Dan diakhir jawaban ini saya ulangi nasehat saya untuk saudara-saudaraku yang beriman, supaya melarang wanita-wanita mereka baik anak-anak, saudara-saudara, istri-istri atau yang lain yang masih berada di bawah kekuasaan mereka untuk tidak mengikuti klub-klub seperti ini. Dan saya memohon kepada Allah, semoga Allah memberi karunia kepada kita semua dengan taufiq dan penjagaan dari segala fitnah yang menyesatkan, sesungguhnya Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, dan shalawat serta salam Allah atas nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya. (Majallah Ad-Da’wah edisi 1765/54)

Batas aurat wanita di hadapan wanita lain

Jumhur ulama mengatakan bahwa aurat wanita dihadapan wanita lain adalah antara pusar dan lutut. (Lihat Badai’ush Shanaa’i’5/124, Al-Fawaakih Ad-Dawaaniy 1/202, Raudhatuththaalibin 5/370, dan Al-Mughny 9/505).

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin:

وذكر فقهاؤنا رحمهم الله أنه يجوز للمرأة أن تنظر من المرأة جميع بدنها إلا ما بين السرة والركبة

“Para fuqaha kita rahimahumullah menyebutkan bahwa boleh bagi seorang wanita melihat seluruh badan wanita lain kecuali bagian antara pusar dan lutut.” (Majmu’ Fataawaa wa Rasaa’il Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimiin 12/267)

Mereka mengqiyaskan aurat wanita dihadapan wanita dengan aurat laki-laki di hadapan laki-laki, dan yang mengumpulkan antara keduanya adalah persamaan jenis kelamin.

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa aurat wanita di depan wanita sama dengan auratnya di depan mahram yaitu semua badannya kecuali tempat perhiasan yang nampak seperti kepala, telinga, leher, dada bagian atas, pergelangan tangan, pergelangan kaki.

Mereka berdalil dengan firman Allah ta’aalaa:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ [النور/31

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam…” (Qs. An-Nuur: 31)

Berkata Syaikh Al-Albany rahimahullahu:

فهذا النص القرآني صريح في أن المرأة لا يجوز لها أن تبدي أمام المسلمة أكثر من هذه المواضع

“Maka nash Al-Quran ini jelas menunjukkan bahwa wanita tidak boleh menampakkan selain tempat-tempat perhiasan tersebut di depan wanita muslimah yang lain.” (Ar-Radd Al-Mufhim hal: 75 )

Namun meskipun jumhur ulama berpendapat bahwa aurat wanita di hadapan wanita adalah antara pusar dan lutut, bukan berarti bahwasanya seorang wanita muslimah hanya menutup antara pusar sampai kedua lutut ketika dihadapan wanita lain, tapi hendaknya seorang muslimah tetap menjaga rasa malu dan kehormatannya dengan berpakaian di hadapan wanita lain seperti ketika dia berada diantara mahramnya.

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu:

عورة المرأة مع المرأة ، كعورة الرجل مع الرجل أي ما بين السرة والركبة ، ولكن هذا لا يعني أن النساء يلبسن أمام النساء ثياباً قصيرة لا تستر إلا ما بين السرة والركبة فإن هذا لا يقوله أحد من أهل العلم ، ولكن معنى ذلك أن المرأة إذا كان عليها ثياب واسعة فضفاضة طويلة ثم حصل لها أن خرج شيء من ساقها أو من نحرها أو ما أشبه ذلك أمام الأخرى فإن هذا ليس فيه إثم

“Aurat wanita dihadapan wanita seperti aurat laki-laki di hadapan laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, akan tetapi ini bukan berarti bahwa wanita memakai pakaian pendek yang tidak menutup kecuali apa yang ada diantara pusar dan lutut, karena ucapan seperti ini tidak pernah dikatakan oleh para ahli ilmu, akan tetapi maknanya adalah bahwasanya seorang wanita apabila mengenakan pakaian yang luas, tebal, panjang kemudian apabila nampak sebagian kakinya atau lehernya atau yang lainnya, di depan wanita lain maka ini tidak berdosa.” (Majmu’ Fataawaa wa Rasaa’il Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimiin 12/267)

Wallahu ‘alam.

Ustadz Abdullah Roy, Lc.

http://konsultasisyariah.com/apa-hukum-kolam-renang-khusus-muslimah

Suami Istri Bergandengan Tangan di Tempat Umum, Bolehkah?

Pertanyaan:

Apa hukum berpegangan tangan dengan istri di tempat umum?

Jawaban:

Saling menggenggam tangan bersama istri di tempat umum, jika tujuannya untuk bermesraan maka tidak selayaknya dilakukan, karena telah menghilangkan rasa malu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malu itu salah satu cabang iman.” (Muttafaq ‘alaihi), dalam riwayat Bukhari, “Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan“, dalam riwayat Muslim disebutkan, “Rasa malu itu semuanya baik.” Keadaan ini jika perbuatan semacam ini (bergandengan tangan) tidak termasuk kebiasaan masyarakat setempat. Namun jika sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat, maka dibolehkan. Meskipun berusaha menghindari hal ini termasuk citra orang yang terhormat. Para ulama menegaskan bahwa mencium istri di depan umum merupakan sebab penghilang kewibawaan. Al-Bajirami mengatakan, “Mencium wanita, meskipun itu mahramnya di malam kebahagiannya, dengan dilihat banyak orang atau wanita lain telah menggugurkan sifat keadilan (kehormatan status dalam agama), karena ini menunjukkan sikapnya yang rendah, meskipun al-Bulqini mendiamkannya”.

Sumber: Diterjemahkan dari Fatawa Syabakah Islamiyah, dibawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 65794
http://konsultasisyariah.com/suami-istri-bergandengan-tangan-di-tempat-umum

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Inilah Pembuktian Bahwa Komodo Indonesia Berasal Dari Afrika

Para peneliti dari University of Alberta, Kanada, mencoba mencari hubungan misterius antara tulang-tulang kadal purba yang ditemukan di Afrika dengan kadal terbesar yang ada di Indonesia saat ini, yakni Komodo (Varanus komodoensis).

Ahli Biologi Alison Murray dan Rob Holmes menyatakan bentuk yang unik fosil vertebrata Afrika berusia 33 juta tahun ini berkaitan dengan komodo yang diduga sudah ada sejak sekitar 700.000 tahun lalu.


“Fosil Afrika ditemukan di gurun. Fosil ini dipastikan merupakan kadal dengan genus Varanus. Ada lebih dari 50 spesies dengan genus Varanus yang hidup hingga kini, termasuk Komodo dan kadal besar lainnya,” kata Holmes.

Holmes mengatakan fosil vertebrata yang ditemukan di Afrika merupakan kadal sepanjang sekitar satu setengah meter yang dapat berenang. Varanus purba ini ditemukan di daerah yang sebelumnya merupakan dasar sungai atau danau kecil. Fosil ini dapat menjadi petunjuk kunci perpindahan nenek moyang ke sisi lain dunia.

“Apakah hewan ini hidup di air atau daratan sekitarnya, kami tidak tahu. Tapi, kami tahu bahwa beberapa spesies modern Varanus nyaman dengan berenang di air bersih,” ujar Holmes.

“Dari sekitar 100 juta tahun lalu hingga 12 juta tahun lalu, Afrika terisolasi, dikelilingi lautan. Tapi, hewan-hewan berhasil keluar dari Afrika pada periode itu,” tutur Murray. Namun, para peneliti sepakat berenang tidak akan membawa kadal Afrika sampai ke Indonesia.

Murray mengatakan salah satu teori yang belum terbukti tentang cara Varanus keluar dari Afrika adalah bahwa selama jutaan tahun ada daratan kecil atau lempeng mikro yang ditinggali aneka fauna, bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.

Dengan pergerakan daratan kecil inilah, kemungkinan satwa yang ada di Afrika bermigrasi ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, Komodo dapat ditemukan di Pulau Komodo, Rinca, Flores, dan Gili Motang. Komodo merupakan salah satu satwa yang dilindungi. International Union for Conservation of Nature mengkategorikan Komodo sebagai satwa yang terancam punah.

Diperkirakan ada sekitar 4.000 hingga 5.000 Komodo yang hidup di alam bebas. Namun, diperkirakan hanya ada 350 Komodo betina yang subur.

Sumber : http://beritatekhnologi.blogspot.com/2011/01/inilah-pembuktian-bahwa-komodo.html