Selasa, 02 Juni 2009
A s m a
Asma = penyakit keturunan ? Salam hormat dari saya.. Sudah beberapa tahun lamanya saya sering sesak napas (Astma), saya sudah berobat ke dokter, dan sekarang pun saya masih terapi. Yang jadi pertanyaan saya adalah : 1. Apakah penyakit sesak napas saya ini bisa sembuh...? 2. Apakah penyakit keturunan itu benar adanya, karena memang kakek saya penyakitnya sama dengan saya...?. mungkin itu saja pertanyaan dan keluhan dari saya. Atas informasi dan perhatian dari dokter saya ucapkan banyak terima kasih...semoga dokter mendapatkan pahala dari Tuhan YME....Amiin..
Ahmad Saeful, 27 tahun
Jawaban :
Dear Saeful,
apabila baru hitungan tahun ananda menderita sering sesak napas, sangat besar bukanlah mutlak penyakit keturunan. Sesak nafas yang ananda derita, cobalah cermati saat menarik atau mengeluarkan nafas. Bila benar-benar termasuk golongan asma, maka sudah terasa susah terlebih dulu adalah saat mengeluarkan nafas. Bila sudah lebih parah , tarikan nafas ikutan susah, kadang diikuti suara "ngiik-ngiik" saat tarikan - keluaran hawa pernafasan. Kelainan yang sedemikian rupa merupakan ASMA PARU saja.
Bentuk "asma" yang lain, sesak nafasnya berhubungan dengan kerja jantung berlebih - tak adekwat, karena ada gangguan pada bagian - bagian dari jantung. Sesak nafasnya menetap dan perlu makan obat untuk selamanya pada tahap-tahap tertentu (asma kardiale / astma cardiale).
Baik sumber kelainan di paru / di jantung memang ada yang bersifat keturunan, biasanya sejak kecil gejalanya sudah mulai tampak. Khusus asma yang disebabkan kelainan di paru saja, ada yang bersifat intrinsik (dalam tubuh sendiri), dan ekstrinsik baik psikosomatitik (dipacu beban psikis tertentu) maupun non-psikosomatitik - biasanya mirip penderita alergi (tak tahan / salah tanggapan sistem imun). Dari analisa kemungkinan jenis dan penyebab sesak ananda, tentulah yang bersifat ekstrinsik yang dapat sembuh dengan menghindari atau menetralisir pencetus timbulnya serangan asma ananda.
Banyak menghirup udara segar - banyak oksigen, atau latihan memberdayakan otot tulang iga dan / atau otot perut untuk anak-anak yang cenderung memanifestasi panyakit asma diturunkan merupakan upaya preventif atau kadang terapi untuk beberapa kasus ringan.
Hidup santai dan optimis sangat dianjurkan !
Demikianlah penjelasan dari saya, semoga dapat membantu.
BEBERAPA BAGIAN KEHITAMAN
Gejala yang sering dijumpai di wanita hamil adalah berubahnya daerah sekitar puting payudara atau ketiak menjadi kehitaman. Ini disebabkan mulai diproduksinya berbagai hormon di dalam tubuh selama masa kehamilan. Hormon-hormon ini merangsang sel warna di permukaan kulit sehingga menambah warna dasar melanin. Tidak hanya menjadi kehitaman, ini juga menyebabkan bertambahnya keriput atau kulit bersisik.
Melanin ini meski membuat kulit menjadi kehitaman, memiliki peranan penting untuk melindungi kulit. Ini penting karena memperkuat kulit di sekitar puting payudara sehingga pada saat mulai menyusui akan mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya luka akibat gigitan bayi. Karena itu perlu dipahami bahwa proses ini BUKAN merupakan proses hilangnya sebagian kecantikan sebagai wanita, namun lebih merupakan proses perkembangan tubuh menjadi seorang ibu.
BELEKAN TAK SEMBUH DENGAN OBAT WARUNG
Gara-gara ditunggangi kuman, penyakit mata merah menjadi bengkak, merah membara, disertai rasa nyeri pada bola mata. Ketika menjadi infeksi, produksi tahi mata (belek) bertambah. Saat bangun tidur, penderita bahkan sulit membuka matanya. Banyak kotoran di seputar tepi kelopak mata. Proses ini berlangsung cepat, menyebabkan penglihatan kabur dan terasa ada ganjalan di bola mata.
Sangat menular
Penyakit mata merah sangat menular. Semua alat yang dipakai dan menyentuh mata seperti kaca mata, sapu tangan, handuk, lensa kontak, perias mata, menjadi sumber penular. Tanpa sadar penularan bisa berlangsung lewat jemari tangan yang sudah tercemari kuman atau virus. Orang yang pekerjaannya banyak memegang uang, misalnya kasir, mudah tertular infeksi mata. Kalau salah seorang anggota keluarga ada yang terkena penyakit ini, maka anggota lain dalam keluarga mudah terkena.
Virus penyakit mata merah ini bertebaran di udara dan siap hinggap di tempat-tempat keramaian, seperti pasar, terminal, bioskop, dan sekolah. Itulah sebabnya, pasien penyakit mata merah tidak dianjurkan tetap sekolah atau bekerja. Selain menambah buruk proses penyakitnya, juga membahayakan orang sekitarnya, sekalipun sudah berkacamata.
Tak mempan obat warung
Tidak semua infeksi mata perlu diobati jika penyebabnya virus. Namun, jika penyebabnya kuman, baik sejak awal maupun kuman yang menunggangi kemudian, diperlukan antibiotika. Terlebih jika infeksinya oleh trachoma yang komplikasinya bisa mengakibatkan kebutaan.
Sayangnya, obat tetes mata yang bisa dibeli di warung tidak mampu menyembuhkan. Banyak pasien tertunda penyembuhannya karena mengandalkan obat mata asal warung.
Obat mata warung hanya membersihkan bola mata dari polusi debu dan iritasi, tapi tidak membunuh bibit penyakit. Lebih-lebih jika penyakitnya jamur. Perlu jenis obat khusus, baik yang mengandung antijamur - selain antibiotika baik dalam bentuk salep atau tetes.
Apa perbedaan salep dengan tetes? Untuk penyakit infeksi mata yang berat, daya kerja salep lebih bertahan lama. Sebab, sesuai bentuknya, obat berbentuk salep lebih mudah menempel dan bertahan lama pada selaput lendir mata dibandingkan dengan obat tetes. Obat tetes lekas habis masa kerjanya karena mudah mengalir keluar lagi bersama air mata.
Untuk itu kalau memakai obat tetes, perlu pemberian obat tetes lebih sering dibandingkan dengan pemakaian salep, mungkin setiap 3 - 4 jam sekali. Atau bisa lebih dari itu, sesuai tingkat keparahan infeksinya.
Salep kurang disukai sebab mengganggu pandangan dan memberikan rasa kurang enak di mata, selain kurang sedap dipandang. Lagi pula tidak semua pasien memakai salep mata secara benar. Mereka mengoleskan salep pada selaput lendir merah kelopak mata, bukan langsung pada biji mata, sehingga berlepotan mengenai bulu mata. Caranya mirip dengan cara mengoleskan odol pada sikat gigi. Di depan cermin, salep dioleskan pada sisi dalam kelopak mata bagian bawah dengan cara menarik kelopak mata bawah.
Semua obat infeksi mata harus ditebus dengan resep dokter. Tidak semua penyakit mata merah sama penyebabnya dan sama pula obatnya. Pemakaian obat mata sembarangan bisa membahayakan mata. Untuk infeksi mata yang dinilai parah, dokter mempertimbangkan pemberian obat minum, selain salep atau obat tetes mata.
Ada yang mengandung kortikosteroid
Obat mata yang diresepkan dokter banyak jenisnya. Kandungan obatnya pun beraneka. Selain ada berbagai pilihan jenis antibiotikanya, ada obat mata yang berisi tambahan obat kortikosteroid. Obat ini dipilih untuk membantu mempercepat peradangan.
Namun tidak semua penyakit mata merah boleh memakai obat mata yang mengandung bahan ini. Jika penyakit mata sudah mengenai bagian kornea (hitam mata), obat jenis ini tidak boleh dipakai. Begitu juga jika penyakit mata merah disebabkan oleh virus herpes, ada luka tusukan, atau borok pada kornea. Oleh karena itu, penderita penyakit mata merah yang kelihatannya sama belum tentu boleh memakai obat mata yang sama.
Tidak semua karena infeksi
Benar, tidak semua mata merah disebabkan oleh infeksi. Mungkin juga suatu glaucoma (meningkatnya tekanan di dalam bola mata sehingga merusak pandangan dan berakhir dengan kebutaan). Atau bisa pula alergi mata, peradangan tirai mata, atau akibat penyakit otoimun pada mata.
Bedanya, pada infeksi mata disertai dengan keluhan dan gejala infeksi umumnya, seperti demam, tidak enak badan, rasa nyeri pada mata, ada peradangan pada bola mata dan kelopaknya, disertai dengan bertambah banyaknya kotoran mata. Sedangkan pada bukan infeksi mata, gejala dan tanda infeksi itu tidak ada. Yang terlihat adalah sama-sama merahnya.
Mata merah karena alergi biasanya hilang timbul dan sudah berlangsung lama disertai rasa gatal dan mereda jika tidak berkontak dengan debu, angin, atau serbuk alergen lainnya. Pasien sendiri harus melacak faktor pencetus alergi pada bola matanya, termasuk apakah faktor itu akibat kosmetika perias mata yang tidak cocok.
Pengidap TBC, campak, difteria, cacingan pun dapat memperlihatkan gejala mata merah. Tapi tentu tidak sembuh dengan obat antibiotika karena harus menyembuhkan dulu penyakit yang menjadi akar penyebabnya.
Belum Dikaruniai Anak
Dokter Yth, Saya laki-lakiberusia 26 tahun, sudah menikah hampir 5 tahun. sampai saat ini saya belum mendapatkan keturunan. Istri saya berumur 22 tahun. Kami berdua tidak pernah punya riwayat penyakit yang berat. Frekuensi hubungan suami isteri rutin setiap 2 hari sekali.
Saya mau tanya kenapa sampai saat ini saya belum punya keturunan padahal kami sudah rutin melakukan hubungan suami isteri, apakah posisi sex menentukan terjadinya kehamilan, trus mungkinkah karena sejak remaja sampai menikah saya melakukan onani secara rutin sehingga mengurangi kualitas sperma. Sehatkah jika setelah menikah masih rajin onani? Apakah oral sex membahayakan? Mohon dijawab
Wassalam
Erwin
(Jakarta Utara)
Jawaban :
Wa'alaikum salam wr. wb.
Pak Erwin yang berbahagia, anak adalah amanah Allah SWT. Kita harus selalu berdo'a dan berusaha agar dipercaya Allah untuk memegang amanah ini, tidak boleh putus asa dari rahmat Allah. Dalam statistik, terdapat 10 % * pasangan yang belum mendapatkan keturunan, dan penyebab secara kedokteran 50 % dari Pihak laki-laki dan 50% dari wanita. untuk mengetahui penyebabnya sebaiknya kedua pihak diperiksa secar teliti misalnya di RS. Harapan Kita atau yang lain.
Dari sini kita dapat mengetahui penyebabnya setelah itu dilakukan solusi pada penyebab tersebut. Beberapa contoh penyebab pihak laki-laki, adalah adanya kelainan spermatozoa baik dalam jumlah atau kwalitasnya sedangkan dari pihak perempuan misalnya adanya sumbatan pada saluran indung telur Oleh karena itu kita harus tahu penyebab itu.
Onani sebelumnya sudah saya jelaskan, secara psikoseksual sangat berpengaruh terhadap diri kita dan berkaitan erat dengan perilaku seksual kita. Biasanya ketika seorang telah menikah maka hasrat onaninya dapat tersalurkan kepada pasangannya sayangkan kalau dibuang-buang, akan lebih mulya bila untuk membahagiakan istrinya dapat pahala lagi. Oral sex bisa berbahaya karena kita tahu bahwa alat kelamin tidak selalu bersih, dan bila dilakukan bisa saja terjadi penularan penyakit.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
dr. Abdul Mughni
ANTIHISTAMIN
Penggunaan antihistamin untuk mengatasi gejala alergi sebaiknya sebelum gejala terjadi. Karena antihistamin bekerja dengan menghambat reseptor histamin pada organ sasaran. Bila dipakai sesudah gejala alergi, antihistamin hanya mengurangi serta mencegah gejala berikutnya.
Hal itu diutarakan Kepala Subbagian Alergi-Imunologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM, dr Heru Sundaru SpPD KAI pada simposium sehari "Konsep Baru Penatalaksanaan Penyakit Alergi", Sabtu (18/9).
Pembicara lain dalam simposium yang diselenggarakan RSPAD Gatot Soebroto dan Yayasan Alergi Indonesia itu adalah dr Pradjna Paramita SpP FCCP dari Departemen Pulmonologi RSPAD Gatot Soebroto, dr Samsuridjal Djauzi SpPD KAI dari Subbagian Alergi-Imunologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Prof Dr dr Dinajani Mahdi SpPD KAI SH dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Kolonel CKM dr Himawan WH SpTHT dari Subbagian Alergi-Rinologi, Departemen THT RSPAD Gatot Soebroto, dan dr Maya Devita L SpKK dari Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Soebroto.
Menurut Heru, antihistamin berguna untuk menghilangkan gejala alergi seperti bersin, ingusan, hidung tersumbat. Namun antihistamin klasik seperti difenhidramin, klorfeniramin dan klemastin mempunyai efek samping depresi sistem saraf pusat berupa sedasi dan gangguan kinerja psikomotor. Efek samping lain adalah kembung, mual, konstipasi atau diare, bahkan penurunan jumlah sel darah putih. Obat tersebut juga berbahaya bagi penderita yang mempunyai glaukoma atau pembesaran prostat.
Sejak pertengahan 1980 diperkenalkan antihistamin generasi baru yang bersifat non-sedatif serta tak mempunyai efek antikolinergik. Kelebihan lain, hanya perlu dipakai sekali sehari, kecuali terfenadin dua kali sehari, sehingga meningkatkan ketaatan berobat. Namun antihistamin generasi baru harganya lebih mahal dan sebagian obat-golongan terfenadin dan astemisol-dapat mengganggu jantung.
Rinitis alergi
Himawan mengungkapkan, pada periode Januari-Desember 1998 di Departemen THT RSPAD jumlah penderita yang berobat dengan rinitis kronis, rinitis alergi dan sinusitis kronis ada 2.366 penderita (31 persen). Tindakan operatif dilakukan pada 343 penderita (14 persen), selebihnya diatasi dengan obat.
Rinitis alergi merupakan reaksi alergi dari mukosa hidung yang sensitif dengan gejala klinis berupa bersin, keluar
ingus dan hidung tersumbat. Pada umumnya keluhan rinitis alergi dapat dihilangkan dengan obat-obatan. Jika keluhan menetap perlu dicurigai adanya penyakit lain yang mungkin bisa diatasi dengan pembedahan dikombinasi dengan obat-obatan.
Agar pengobatan rinitis alergi berhasil baik diperlukan tiga hal. Yaitu, identifikasi dan menghindari atau mencegah alergen penyebab, pemakaian obat-obatan serta imunoterapi. Yang terbaik adalah menghindari alergen penyebab. Namun pada beberapa kasus tidak mudah, terutama bila alergen ada di udara terbuka.
Dalam pengobatan ada empat golongan yang dapat digunakan. Yaitu, antihistamin, simpatomimetik, kortikosteroid dan golongan stabilisator mastosit. Kombinasi antihistamin dan obat simpatomimetik atau dekongestan dianggap tepat, karena antihistamin menghilangkan ingusan, bersin, dan gatal, sedang dekongestan mengatasi sumbatan hidung, sehingga napas menjadi lega. Selain itu penderita dianjurkan olahraga untuk meningkatkan kebugaran dan daya tahan tubuh. (atk