Baca artikel soal fisika yang cenderung kepada paham Atheis jadi keingatan sama kisah Ulama besar zaman dulu yang debat dengan penganut atheis.
Logika dilawan sama logika.
Saya mau berbagi kisah tersebut sama sobat.
Buat yang sudah pernah dengar nih kisah, boleh pindah canel di topik laen,hehehe....
Dahulu kala hiduplah seorang kakek tua.. halah, salah! Maksudnya, dahuluuu.....
kala ada kaum Atheis yang dengan lantang dan berani menyatakan bahwa alam semesta ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada peran Tuhan dibelakang kejadiannya.
Banyak ulama kala itu yang berusaha menyadarkan tapi emang dasar ndableg(keras kepala),penganut atheis tetap aja pada pendiriannya.
Yang ada malah ulama tersebut dicibir. Hingga tibalah suatu saat dimana seorang Ulama terkemuka datang menantang debat terbuka. Bukan Cuma gayung bersambut, tapi ember dan bak juga ikut nyambut, maka dengan PD-nya penganut Atheis menerima tantangan itu. "You tentukan tempat and waktunya, I pasti datang!" Begitulah kurang lebih perkataan si penganut Atheis.
Tibalah hari yang dinanti-nanti. Semua sudah berkumpul ditempat yang
sudah disepakati. Atheiser (Maksudnya penganut Atheis . Maksa banget
nggak sih?) sudah naik panggung, dan masyarakat yang mau menyaksikan sudah berdesakan.. ini mau konser apa mau debat ya? Sejam berlalu..dua jam berlalu..tapi sang ulama tidak juga keliatan batang hidungnya.
Penonton resah, Atheiser tersenyum sumringah. Mungkin dalam hatinya dia bergumam, "Nih orang titelnya aja ulama, tapi soal nepatin janji nggak beda sama partai yang suka ngebohong." Ini mungkin, loh?
Atheiser sudah mau mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa ulama ini tidak akan datang dan itu berarti dia dianggap kalah debat. Atheiser maju ke depan.
Dengan penuh percaya diri dia akan menyampaikan keputusan kemenangannya, ... tapi tunggu,..tunggu! Itu sang Ulama datang! Diiringi dengan sedikit ungkapan kekecewaan dari para penonton, ulama berjalan pasti menghampiri panggung.
Setiba diatas panggung, cemoohan belum juga berhenti. Apalagi bagi
Atheiser, ini kesempatan buat ngejatuhin mental ulama. Sang ulama
memberikan alasan keterlambatannya, kurang lebih begini,
"Tenang..tenang..Sabar dong. Orang sabar disayang Tuhan loh. Kecuali
orang atheis, dia kan nggak percaya Tuhan!" Kemudian dia melanjutkan
pembelaannya, "Begini loh, saya kan orang seberang. Kalau mau kesini
harus naik getek (perahu kecil), eh tumben-tumbenan nih hari tuh getek
nggak ada. Saya pikir jangan-jangan tukang geteknya pergi nonton debat
nih hari. Kalau di sini ada tukang getek yang biasa mangkal dipojokan
kali sana, kalau mau nggak narik kasih tau dong jauh-jauh hari biar saya
bisa sewa getek orang lain."
Terus orang-orang bertanya, "Terus bagaimana ulama bisa sampai ke sini?"
Ulama menjawab, "Wuih, ajaib banget dah!","Masa pas saya kebingungan
cari cara supaya bisa nyebrang, tau-tau di depan saya ada papan kayu
yang hanyut. Papannya berhenti. Terus papan yang lain nyusul. Berhenti
juga di depan saya. Datang lagi, dan begitu juga. Berulang-ulang, hingga
papannya terjajar rapih. Terus datang tali panjang. Eh, talinya ngikat
tuh papan-papan yang ada dan jadilah sebuah getek. Saya pun nyebrang
pakai tuh getek." Ulama mengakhirinya dengan senyum.
Mendengar alasan ulama yang benar-benar nggak masuk akal, Atheis ketawa
dan dengan sinis dia berkata, "Wah, dikau emang benar-benar tukang
bohong ya? Ngambil titel ulama di Universitas mana sih? Jangan-jangan
ijazahnya bodong nih?"
"Loh emang kenapa?! Nggak percaya?!" Ulama bertanya keheranan.
"Ya iyalah saya nggak percaya! Mana ada papan dan tali yang bisa
ngerakit getek dengan sendirinya. waduh..waduh..kalau sampeyan mau
ngebohong mbok ya jangan sampai ketahuan toh?!" Sahut Atheiser ketus.
"He..he..kalau situ nggak percaya kalau ada papan bisa berjejer sendiri
terus bisa ngerakit dirinya sendiri jadi getek, berarti situ masih
sehat, mas. Tapi saya heran ya, kalau yang cetek gini aja situ nggak
percaya terus kenapa situ yakin sekali kalau alam semesta ini terjadi
dengan sendirinya. Padahal kan alam semesta ini jauh lebih rumit dari
sekedar papan dan tali yang bisa ngerakit sendiri. Kenapa tuh mas?"
Tanpa disadari Atheiser, Sang ulama telah melakukan serangan mematikan
dalam arena debat ini.
Atheiser bengong mendengar ucapan ulama barusan. Atheiser jadi salting,
Keki, Ruwet ndak karuan, rasanya mau kabur aja. Cabuuttt..!
Penonton bersorak, Atheiser TS mau kabur, gan. Hayooo..kita bata
rame-rame!
NB : gaya penyampaian sengaja menggunakan bahasa suka-suka biar nggak ngebosenin. Yang penting kan esensi sama.