Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Sabtu, 06 Juni 2009

ANAK YANG TERLALU DEKAT DENGAN OM / TANTE


Banyak anak-anak, mereka tidak hanya dikarunai kasih sayang ayah ibunya atau kakek neneknya tetapi juga dilimpahi kasih sayang dari saudara kandung ayah ibunya seperti oom atau tantenya. Mereka juga memiliki oom atau tante favorit yang juga sangat menyangi mereka. Sering kali ini terjadi antara oom atau tante yang belum / tidak memiliki anak sehingga kasih sayangnya ditumpahkan kepada keponakan-keponakannya. Apalagi bagi oom atau tante yang tidak mampu mempunyai anak, para keponakan dilimpahi kasih sayang yang kadang berlebihan. Tetapi yang paling penting bagi orang tua untuk diketahui adalah kesenangan dan ´perangkap´ bagi anak-anaknya. Kadang kala oom atau tante yang tidak mempuanyai anak suka memberikan pengalaman belajar, hadiah atau kesenangan lainnya yang mungkin saja orang tuanya tidak mampu. Seperti ibu yang bekerja, adik perempuannya dapat menemani anaknya yang harus pergi pementasan menari. Atau memberikan sepeda baru yang kebetulan orang tuanya tidak sanggup memberi. Sepanjang orang tua tahu bahwa saudara kandungnya menikmati kehadiran keponakannya dan keponakannya itu mengambil keuntungan dari kesempatan khusus ini orang tua tidak usah khawatir.

Memang kasih sayang dari oom atau tante terhadap keponakannnya ini - kadang cenderung memanjakan- sah-sah saja namun bagi orang tua kadang hal ini dapat merepotkan karena anak-anak mereka cenderung untuk melanggar aturan yang sudah diterapkan oleh orang tuanya. Misalnya anak anda dilarang makan permen coklat terlalu banyak tetapi diam-diam oom atau tantenya memberi permen coklat dibelakang anda. Atau misalnya anak telah dilatih untuk membawa piring kotornya ke bak cucian tetapi ada tante atau oom yang selalu "membantu" mereka membawakan piring kotornya. Atau yang paling ekstrim misalnya dan harus dicermati adalah, oom atau tante mereka memiliki gaya hidup yang orang tua tidak ingin anak-anaknya mengikuti pola hidup mereka. Atau misalnya, anak mengeluhkan sikap orang tuanya yang "keras" terhadapnya lalu ia mengeluhkan hal ini kepada oom atau tantenya, dan oom atau tantenya mendukung keponakannya tersebut untuk melawan orang tuanya. Hal ini dapat menyebabkan masalah yang serius karena orang tua ingin menjadi orang tua dan sekaligus saudara kandung yang baik. Orang tua tentu merasa bahwa saudara kandungnya merupakan "penghianat" karena mengajarkan anaknya untuk menentang mereka.

Inilah sulitnya. Jika oom atau tante merupakan contoh model yang buruk atau mereka ikut campur aturan yang telah ditetapkan orang tua, maka kini saatnya orang tua harus tegas dan teguh. Dibawah ini ada beberapa saran jika terjadi masalah seperti disebutkan di atas,

  • Tetap pelihara kunjungan oom atau tante kepada keponakannya tetapi singkat dan impersonal.
  • Jangan terlalu sering membiarkan oom atau tante mereka memberikan kado yang mahal-mahal atau sering-sering membawanya bepergian terlalu lama.
  • Komunikasikan dengan saudara kandung perubahan apa yang diinginkan dari mereka jika mereka ingin tinggal lebih dekat dengan anak anda.
  • Tegaskan kepada saudara kandung mengenai aturan-aturan yang telah anda tetapkan dan minta kepada saudara kandung agar tidak melanggarnya. Misalnya anda telah mengajarkan anak anda agar tidak memasang musik keras-keras.
  • Tegaskan dalam diri anda bahwa anak anda adalah anak anda. Jangan dengarkan kata orang yang dapat membuat anda merasa bersalah.

ANWAR IBRAHIM


Tdk semua orang malaysia berpikiran negatif kpd INDONESIA.Contohnya ya bpk Anwar Ibrahim ini.

Mr jack



Air ASIA.COM



K e r o k a n


Salah satu cara mengobati Masuk Angin yaitu : dgn cr K E R O K A
N

Anakku Malas Belajar

Pada artikel sebelum ini telah dibahas mengenai kebutuhan anak untuk bermain. Pada artikel ini akan dibahas mengenai anak belajar. Anak usia sekolah tentunya perlu untuk belajar, entah mengulang kembali pelajaran yang sudah diberikan di sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah (pr) ataupun mempelajari hal-hal lain di luar pelajaran sekolah. Pentingnya belajar tanpa harus dibicarakan panjang lebar pasti sudah disadari oleh seluruh orangtua.

Keluhan yang datang dari orangtua pada umunya lebih banyak menyangkut anaknya terlalu banyak bermain daripada orangtua yang anaknya terlalu banyak belajar. Bahkan kalau anak sangat rajin belajar, pastilah orangtua memamerkannya ke orang-orang dengan nada bangga, "Iya loh Pak Dani, anak saya itu belajarnya rajin sekali. Pulang sekolah belajar, bangun tidur siang belajar, terus malam kalau bapaknya sudah pulang ya belajar lagi. Makanya anak saya itu pintar sekali, apa-apa tahu. Kadang-kadang malah saya yang nggak tahu".

Lain lagi kalimatnya jika anak terlalu banyak bermain, "Aduuuuuuh Pak Dani, anak saya ini kerjanya main melulu.... Siang main, sore main, malam juga main. Saya dan bapaknya kalau mau menyuruh dia belajar, harus teriak-teriak dulu, mengancam dulu, baru dia mau belajar. Pusing saya jadinya. Sudah begitu perkalian saja tidak hafal".

Penyebab

Kalau anak enggan belajar, tentunya perlu dicari tahu sebab-musababnya, baru kemudian diambil suatu tindakan. Beberapa sebab mengapa anak enggan belajar, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya waktu yang tersedia untuk bermain (sudah dibahas pada artikel yang lalu).

2. Sedang punya masalah di rumah (misalnya suasana di rumah sedang "kacau" karena ada adik baru).

3. Bermasalah di sekolah (tidak suka/phobia sekolah, sehingga apapun yang berhubungan dengan sekolah jadi enggan untuk dikerjakan).

4. Sedang sakit.

5. Sedang sedih (bertengkar dengan teman baik, kehilangan anjing kesayangan)

6. Tidak ada masalah atau sakit apapun, juga tidak kurang waktu bermain (malahan kebanyakan), hanya memang MALAS.

Malas

Dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Muhammad Ali, malas dijabarkan sebagai tidak mau berbuat sesuatu, segan, tak suka, tak bernafsu. Malas belajar berarti tidak mau, enggan, tak suka, tak bernafsu untuk belajar.

Kalau anak-anak tidak suka belajar dan lebih suka bermain, itu berarti belajar dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik buat mereka, dan mungkin tanpa mereka sadari juga dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada gunanya/untungnya karena bagi ana-anak tidak secara langsung dapat menikmati hasil belajar. Berbeda dengan kegiatan bermain, jelas-jelas kegiatan bermain menarik buat anak-anak, dan keuntungannya dapat mereka rasakan secara langsung (perasaan senang yang dialami ketika bermain adalah suatu keuntungan).

Motivasi

Dalam dunia psikologi, dorongan yang dirasakan seseorang untuk melakukan sesuatu disebut sebagai motivasi. Motivasi tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri seseorang.

Morgan (1986) dalam bukunya Introduction To Psychology, menjelaskan beberapa teori motivasi:

1. Teori insentif

Dalam teori insentif, seseorang berperilaku tertentu untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini disebut sebagai insentif dan adanya di luar diri orang tersebut. Contoh insentif yang paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orangtua, maka anak belajar dengan tekun untuk mendapatkan sepeda baru. Insentif biasanya hal-hal yang menarik dan menyenangkan, sehingga anak tertarik mendapatkannya. Insentif, bisa juga sesuatu yang tidak menyenangkan, maka orang berperilaku tertentu untuk menghindar mendapatkan insentif yang tidak menyenangkan ini. Dapat juga terjadi sekaligus, orang berperilaku tertentu untuk mendapatkan insentif menyenangkan, dan menghindar dari insentif tidak menyenangkan.

2. Pandangan hedonistik

Dalam pandangan hedonistik, seseorang didorong untuk berperilaku tertentu yang akan memberinya perasaan senang dan menghindari perasaan tidak menyenangkan. Contohnya: anak mau belajar karena ia tidak ingin ditinggal ibunya ke pasar/supermarket.

Dari uraian di atas, dapat diasumsikan anak yang malas tidak merasa adanya insentif yang menarik bagi dirinya dan ia pun tidak merasakan perasaan menyenangkan dari belajar.

Memberikan Dorongan Agar Anak Mau Belajar

Sehubungan dengan teori motivasi di atas tentunya bisa dikatakan dengan mudah, ayo kita berikan dorongan agar anak mau belajar. Tapi dorongan seperti apa yang dapat diberikan kepada anak?

Berikut ini adalah beberapa buah saran:

1. Berikan insentif jika anak belajar. Insentif yang dapat diberikan ke anak tidak selalu harus berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian. Pujilah anak saat ia mau belajar tanpa mesti disuruh (peristiwa ini mungkin jarang terjadi, tapi jika saat terjadi orangtua memperhatikan dan menunjukkannya, hal tersebut bisa menjadi insentif yang berharga buat anak). Pujian selain merupakan insentif langsung, juga menunjukkan penghargaan dan perhatian dari orangtua terhadap anak. Anak seringkali haus perhatian dan senang dipuji. Jadi daripada memberikan perhatian ketika anak tidak mau belajar dengan cara marah-marah, dan ketika belajar tanpa disuruh orangtua tidak memberikan komentar apapun, atau hanya komentar singkat tanpa kehangatan, akan lebih efektif perhatian orangtua diarahkan pada perilaku-perilaku yang baik.

2. Terangkan dengan bahasa yang dimengerti anak, bahwa belajar itu berguna buat anak. Bukan sekedar supaya raport tidak merah, tapi misalnya dengan mengatakan "Kalau Ade rajin belajar dan jadi pintar, nanti kalau ikut kuis di tv bisa menang loh, dapat banyak hadiah. Kan kalau anak pintar, bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya".

3. Sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah pada anak (bukan dalam keadaan mengetes anak, tapi misalnya sembari mengisi tts atau ikut menjawab kuis di tv). Jika anak bisa menjawab, puji dia dengan menyebut kepintarannya sebagai hasil belajar. Kalau anak tidak bisa, tunjukkan rasa kecewa dan mengatakan "Yah Ade nggak bisa jawab, nggak bisa bantu Mama deh. Ade, di buku pelajarannya ada nggak sih jawabannya? Kita lihat yuk sama-sama". Dengan cara ini, anak sekaligus akan merasa dipercaya dan dihargai oleh orangtua, karena orangtua mau meminta bantuannya.

4. Banyak lembaga pra-sekolah yang mengajarkan kepada anak pelajaran-pelajaran dengan metode active learning atau learning by doing, atau learning trough playing, salah satu tujuannya adalah agar anak mengasosiasikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Tapi seringkali untuk anak-anak SD, hal ini agak sulit dipraktekkan, karena mulai banyak pelajaran yang harus dipelajari dengan menghafal. Untuk keadaan ini, hal minimal yang dapat dilakukan adalah mensetting suasana belajar. Jika setiap kali pembicaraan mengenai belajar berakhir dengan omelan-omelan, ia akan mengasosiasikan suasana belajar sebagai hal yang tidak memberi perasaan menyenangkan, dengan demikian akan dihindari.

Membuat Suasana Belajar Lebih Menyenangkan

Selain tidak sering-sering memarahi anak ketika belajar, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan agar suasana belajar lebih menyenangkan dan anak mau belajar. Hal-hal tersebut adalah:

1. Anak cenderung meniru perilaku orangtua, karena itu jadilah contoh buat anak. Ketika menyuruh dan mengawasi anak belajar, orangtua juga perlu untuk terlihat belajar (misalnya membaca buku-buku). Sesekali ayah-ibu perlu berdiskusi satu sama lain, mengenai topik-topik serius (suasana seperti anak sedang kerja kelompok dan diskusi dengan teman-teman, jadi anak melihat kalau orangtuanya juga belajar). Dengan demikian, anak melihat bahwa orangtuanya sampai tua pun tetap belajar.

2. Pilih waktu belajar terbaik untuk anak, ketika anak merasa segar. Mungkin sehabis mandi sore. Anak juga bisa diajak bersama-sama menentukan kapan waktu belajarnya.

3. Anak butuh suatu kepastian, hal-hal yang dapat diprediksi. Jadi jadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti. Misalnya ketika sudah ditentukan, waktu belajar adalah 2 jam setiap hari, pukul 17.00-19.00, maka pada jam tersebut harus digunakan secara konsisten sebagai waktu belajar. Kecuali disebabkan hal-hal yang mendesak, misalnya anak baru sampai rumah pukul 16.30, tentunya tidak bijaksana memaksa anak harus belajar pukul 17.00, karena masih lelah.

4. Anak punya daya konsentrasi dan rentang perhatian yang berbeda-beda. Misalnya ada anak yang bisa belajar terus-menerus selama 1 jam, ada yang hanya bisa selama setengah jam. Kenali pola ini dan susunlah suatu jadwal belajar yang sesuai. Bagi anak yang hanya mampu berkonsentrasi selama 30 menit, maka berikan waktu istirahat 5-10 menit setelah ia belajar selama 30 menit. Demikian untuk anak yang mampu belajar lebih lama.

5. Dalam artikel di Tabloid Nova edisi Maret 2002, disarankan agar orangtua menemani anak ketika belajar. Dalam hal ini orangtua tidak perlu harus terus-menerus berada di samping anak karena mungkin Anda sebagai orangtua memiliki pekerjaan. Namun paling tidak ketika anak mengalami kesulitan, Anda ada di dekatnya untuk membantu.

Demikian hal-hal yang dapat disarankan untuk membantu orangtua memberikan motivasi anak agar mau belajar. Semoga berguna dan dapat berhasil diterapkan. Orangtua senang, tidak lelah berteriak-teriak dan marah-marah, anak pun senang tidak dimarahi dan merasa menyukai kegiatan belajar. (jp)



ANAKKU SUDAH SIAP SEKOLAH

Pertanyaan itu banyak diajukan orangtua murid menjelang tahun ajaran baru. Jawaban yang tampaknya sederhana, siap atau belum siap, ternyata hanya dapat diberikan secara tepat dan bertanggung jawab bila berdasar pertimbangan yang tidak sederhana. Istilah sekolah sering dimaknai secara berbeda. Ada orangtua yang menganggap kegiatan di kelompok bermain sebagai sekolah, demikian juga taman kanak-kanak (TK).

Maksud semula dari TK sebenarnya adalah tempat anak bermain dan belajar mempersiapkan diri mengikuti pendidikan di sekolah dasar (SD). Jadi, sebenarnya yang seharusnya disebut sekolah adalah kegiatan belajar di tingkat SD dan seterusnya, bukan sebelumnya. Jadi, kita sepakat untuk bicara mengenai kesiapan anak masuk SD.

Secara garis besar, agar dapat mengikuti pendidikan di SD dengan lancar, seorang anak harus memiliki keterampilan sosial, motorik, dan kognitif yang memadai.

Yang Perlu Diamati
1. Kemandirian.
Anak sebaiknya relatif cukup mampu mengurus diri sendiri, seperti mengenakan pakaian sendiri, membawa perlengkapan sekolah, pergi ke toilet, dan ingat barang miliknya. Secara emosional, ia mampu berada jauh dari orangtuanya dan berada sendiri tanpa orangtua di antara orang yang baru ia kenal.

2. Keterampilan sosial adalah bagaimana anak mau berkenalan dengan orang baru, tidak canggung menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial yang baru, mampu berbagi, bersedia mematuhi perintah atau melakukan suruhan guru, dan mampu bertindak mengatasi masalah sehari-hari sesuai norma.

3. Keterampilan berbahasa adalah bagaimana anak mampu memahami perintah atau materi yang disampaikan secara verbal, mampu menyampaikan isi pikiran dan perasaan dengan lancar, kosa kata cukup luas, dan dapat menceritakan kembali hal yang dialami.

4. Mengenal identitas diri dan keluarga. Minimal anak harus tahu namanya, alamat, nama orangtua, nomor telepon, dan tanggal lahir.

5. Koordinasi motorik kasar, yaitu tentang keseimbangan yang baik, dapat berlari, melompat, dan mengayunkan tangan.

6. Koordinasi motorik halus, yaitu dapat menggunakan alat tulis dengan benar, dapat menggambar, mewarnai, dan menulis namanya sendiri.

7. Konsentrasi. Anak harus mampu bertahan menekuni tugas minimal selama 20 menit.

8. Kendali diri. Anak harus mampu menunda pemenuhan atau pelaksanaan keinginan sampai waktu yang tepat, mengikuti aturan, dan mampu menghadapi frustrasi.

9. Memahami konsep dasar, seperti keruangan (misalnya atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang), waktu (sekarang, kemarin, besok, sebelum, sesudah), ukuran (tinggi-pendek, tebal-tipis,besar-kecil), jumlah (minimal dapat menjumlahkan sampai lima, dengan benda konkret), dan warna.

10. Mengenali perasaan sendiri dan mampu berempati. Anak mampu memberitahukan dan mengekspresikan perasaan senang, sedih, sakit, dan lainnya serta mampu mengenali dan ikut merasakan perasaan anak lain berdasarkan observasi terhadap tingkah laku mereka.

Tokoh Panutan
Aspek lain yang perlu terus dikembangkan selama usia sekolah adalah motivasi untuk belajar. Untuk itu, lingkungan rumah dan sekolah perlu dirancang sedemikian rupa agar anak tergelitik rasa ingin tahunya dan terdorong untuk belajar. Orangtua dan guru harus pandai dan kreatif mengaitkan bahan pelajaran dengan praktik atau kenyataan di lapangan agar terasa relevansi dan manfaatnya. Selain itu, sejak dini anak perlu ditumbuhkan minatnya terhadap bahan bacaan dengan berbagai cara.

Orangtua dan guru perlu menjadi tokoh panutan atau model yang juga senang membaca dan memancarkan kegemaran membaca tersebut pada anak, bukan cuma menyuruh anak membaca. Keberhasilan dalam pendidikan berkorelasi tinggi dengan kegemaran membaca. Tidak mengherankan karena diperkirakan 50-60 persen pengetahuan harus dimantapkan anak melalui bacaan. Persentase itu semakin meningkat sejalan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang dijalani seseorang.

Rasa ingin tahu dan motivasi belajar akan layu dan mati jika anak dibombardir dengan latihan dan PR berlebihan. Kemampuan kognitifnya tidak berfungsi optimal karena anak mengalami lelah fisik dan mental. Hal itu bertambah buruk bila para guru dan orangtua terlalu memusatkan perhatian pada hasil belajar dan hanya menghargai hasil belajar, namun mengabaikan proses belajar dan usaha anak.

Suasana belajar dan sikap pembimbing atau guru yang santai dan menyenangkan namun tetap serius dan tegas kerap kali juga terpinggirkan oleh keinginan untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi. Mana sempat? Lebih baik anak di-drill saja agar peringkat sekolahnya juga ikut terdongkrak. Sayangnya, anak-anak lebih banyak dilatih membeo, memberi jawaban yang persis sama dengan yang dikatakan guru atau yang tercetak di buku.

Cukup banyak juga orangtua yang bangga bahwa dalam waktu singkat anaknya mampu berhitung cepat setelah melalui drilling. Tidak banyak yang sadar bahwa recalling atau recognition (mengingat atau mengenali kembali) maupun repetition dan drilling hanya melibatkan proses kognitif yang tarafnya sederhana. Untuk menjadi pencipta, penemu, atau pembaharu, perlu dikembangkan kemampuan kognitif yang lebih canggih. Hal itu baru dapat tercapai apabila anak diberi kesempatan untuk menjelaskan, berargumentasi, berkreasi, termasuk mengemukakan gagasan yang aneh atau luar biasa.

Hasil Karbitan
Guru dan orangtua lupa bahwa dalam jangka panjang, keinginan belajar dan motivasi lebih menentukan keberhasilan ketimbang prestasi tinggi hasil karbitan. Pengetahuan dapat diperoleh dalam waktu relatif singkat, namun hasrat dan motivasi belajar memerlukan waktu banyak agar dapat tumbuh berakar kuat dalam pribadi seseorang. Motivasi tinggi untuk menguasai sesuatu (bukan cuma nilai atau ijazah), ulet, tidak mudah patah semangat, berani berkompetisi, mau cari strategi baru untuk mengatasi kegagalan, terampil bersosialisasi, dan merasa tertantang dalam menghadapi hambatan adalah kualitas yang perlu dikembangkan semasa sekolah, tidak dapat dikarbit melalui nilai mata pelajaran tertentu.

Para orangtua, guru, dan penentu kebijakan pendidikan (termasuk kurikulum dan silabus) perlu lebih waspada dan melakukan instrospeksi diri. Tinjaulah kembali praktik pendidikan yang berlangsung selama ini. Mengapa dalam pengalaman praktik selama setahun terakhir ini (40 persen = 75 dari 300 orang, pada tahun 2000) begitu banyak anak yang mengalami tekanan fisik dan batin berkaitan dengan pelajaran dan prestasi sekolah?

Cukup banyak anak yang dirujuk oleh dokter (10 persen dari 75 anak) karena pada umumnya mengalami berbagai keluhan fisik seperti pusing, penglihatan terganggu, sesak napas, jantung berdebar, sukar tidur, selera makan menurun, sering merasa lelah, sering jatuh sakit, sakit perut atau lambung, dan gatal-gatal. Yang jarang dan unik adalah ada anak yang selalu menduduki peringkat pertama sejak kelas 1 SD sampai saat ini di kelas 2 SMP, namun menderita kecemasan dan ketegangan akibat kekhawatiran tidak dapat mempertahankan prestasinya.

Cukup berhargakah prestasi akademis untuk dipertukarkan dengan kebahagiaan dan kesehatan mental?