Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Kamis, 28 April 2011

Memasak Kepiting Itu Mudah












Memasak Kepiting Itu Mudah
Anda menyukai seafood? Anda penggemar kepiting, tapi sering merasa   isi kantong terkuras untuk membelinya ?
Jika demikian, mengapa tidak mencoba membuatnya sendiri ?
Memasak Kepiting tidak sulit asal Anda tahu caranya. Memang dibutuhkan waktu pengerjaan yang lebih lama dibandingkan jenis seafood lainnya. Kalau memasak ikan, cumi atau udang cukup langsung memasak dengan cara mencampur bumbu. Maka memasak kepiting harus 2 kali pemasakan. Pemasakan pertama untuk
mematangkan kepiting. Pemasakah kedua memberi bumbu kepiting.

Tips Memilih Kepiting
1.     Bila memungkinkan pilih kepiting yang masih hidup karena terasa lebih manis.
2.     Pilih kepiting yang tidak berbau anyir.
3.     Lihat kulit permukaan kepiting. Jika cerah mengkilap itu artinya
kepiting masih baru.
4.     Jika Anda menyukai kepiting bertelur, balikkan kepiting. Lihat
bagian perutnya.

Persiapan Memasak Kepiting
1.     Cuci bersih kepiting di bawah air mengalir. Ini untuk memastikan pasir terlepas dari sela-sela badan kepiting.
2.     Hati-hati bila kepiting masih hidup. Anda bisa mematikan kepiting dengan cara menusukkan pisau di bagian perut kepiting.
3.     Rebus kepiting. Masak air hingga mendidih. Masukkan kepiting.
4.     Beri garam, jahe dan bawang putih Untuk menghilangkan bau amis. Masak sebentar.
5.     Keluarkan kepiting dari air rebusan. Tiriskan. Bersihkan insang,
6.     potong 4 kepiting, memarkan capitnya.Kepiting siap diolah menjadi masakan seafood kegemaran Anda.

I.  Kepiting Asam Manis
Bahan :
1.     4 Ekor kepiting siap olah
2.     1 Bawang bombay ukuran besar dirajang kasar
3.     Lengkuas dimemarkan
4.     3 Batang daun bawang dirajang kasar
5.     1 Batang sereh dimemarkan
6.     2 Lembar daun jeruk
7.     1 Buah jeruk nipis diambil airnya
8.     3 Sendok saus tomat
9.     Air secukupnya selanjutnya
1.    Minyak/mentega untuk menumis
2.    Garam
3.    Gula
4.    Kecap ikan
Bumbu halus :
1.  5 Cabe merah
2.  5 Siung bawang merah
3.  5 Siung bawang putih

Cara Membuat :
1.  Tumis bumbu halus hingga wangi.
2.  Masukkan  sereh, lengkuas, daun jeruk, garam, gula, saus tomat
3.  dan kecap ikan.
4.  Masukkan kepiting siap diolah, bawang bombay dan daun bawang.
5.  Tumis sebentar hingga bumbu meresap.
6.  Tambahkan air secukupnya. Masak hingga matang.
7.  Beri air perasan jeruk nipis Masakan siap dihidangkan.

II.  Kepiting Saus Tiram
Bahan :
1.  4 Ekor kepiting siap olah
2.  10 Sdm saos tomat
3.  2 Sdm saus tiram
4.  Merica bubuk
5.  Gula pasir
6.  Minyak / margarin untuk menumis
7.  Air
8.  Maizena yang telah dilarutkan

Bumbu halus :
1.  10 Cabe merah
2.  7 Siung bawang merah
3.  4 Siung bawang putih
4.  Garam secukupnya

Cara membuat :
1.  Tumis bumbu halus hingga harum
2.  Tambahkan saus tomat, saus tiram, gula dan merica.
3.  Masukkan kepiting, masak sebentar hingga bumbu meresap.
4.  Tambahkan sedikit air. Masak hingga matang.
5.  Masukkan larutan maizena. Masak hingga kuah mengental.
6.  Hidangan siap disajikan.

Fatwa MUI Soal Hukum Makan Kepiting
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. / 15 Juni 2002M.,
setelah :
Menimbang :

1. bahwa di kalangan umat Islam Indonesia,status hukum mengkonsumsi kepiting masih dipertanyakan kehalalannya;
2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Mengingat :
 1. Firman Allah SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan thayyib(baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan hewani, dan sejenisnya, antara lain:
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. al-Baqarah [2]: 168).
 “(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (QS. al-A`raf [7]: 157). 
Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan me-latihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu,Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya”.
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu;dan syukurilah ni’mat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu,dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya.Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai mmakanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
2. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan kehalalan maupun keharaman sesuatu yang dikonsumsi,antara lain:
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah thayyib (baik), tidak akan menerima kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan Allah memerintahkan kepada orang beriman segala apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia berfirman, ‘Hai rasul-rasul!Makanlah dari makanan yang baik-baik(halal) dan kerjakanlah amal yang saleh.Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ (QS. al-Mu’minun [23]:51), dan berfiman pula, ‘Hai orang yang beriman! Makanlah di antara rizki yang baikbaik yang Kami berikan kepadamu...’ (QS. al-Baqarah [2]: 172).Kemudian Nabi menceritakan seorang lakilaki yang melakukan perjalanan panjang,rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, ‘Ya Tuhan; ya Tuhan...’(Berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti itu, pada umum-nya dikabulkan oleh Allah--pen.). Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar), ‘Jika demikian halnya, bagaimana mungkin ia akan
dikabulkan doanya?’” (HR. Muslim dari Abu Hurairah). “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada halhal yang musy-tabihat (syubhat, samar-samar,tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga
dirinya...” (HR. Muslim).
3. Hadis Nabi:“Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya” (HR. Khamsah).
4. Qa’idah fiqhiyyah:“Pada dasarnya, hukum tentang sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya.”
5. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI periode 2000-2005.
6. Pedoman Penetapan Fatwa MUI.
 
 
Memperhatikan
1. Pendapat Imam al-Ramli dalam Nihayah
al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfadz al-Minhaj,(t.t.: Dar al-Fikr, t.th.), juz VIII, halaman 150 tentang pengertian “binatang laut/air”, dan halaman 151-152 tentang “binatang yang hidup di laut dan di daratan
2. Pendapat Syeikh Muhammad al-Khathib al-Syarbaini dalam Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani al-Minhaj, (t.t.: Dar al-Fikr, t.th.), juz IV, halaman 297 tentang pengertian “binatang laut/air pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj al-Thalibin, juz IV,halaman 298, tentang “binatang yang hidup di laut dan di daratan
”, serta alasan (‘illah) hukum keharamannya yang
dikemukan oleh al-Syarbaini
3. Pendapat Ibn al-‘Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), juz
III, halaman 249 tentang “binatang yang hidup di daratan dan di laut”:
4. Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA(anggota Komisi Fatwa) dalam makalah Kepiting: Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat, pada hari Rabu, 29 Mei 2002 M. / 16 Rabi’ul Awwal 1421H.
5. Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylla spp) dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. / 15 Juni 2002 M. antara lain sebagai berikut:
a. Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi komoditas,yaitu:
1) Scylla serrata,
2) Scylla tranquebarrica,
3) Scylla olivacea, dan
4) Scylla paramamosain.
Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut dengan “kepiting”.
b. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan:
1) Bernafas dengan insang,
2) Berhabitat di air,
3) Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air
karena memerlukan oksigen dari air.
c. Kepiting termasuk keempat jenis di atas (lihat angka 1) hanya ada yang:
1) hidup di air tawar saja,
2) hidup di air laut saja, dan
3) hidup di air laut dan di air tawar;Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam: di laut dan di darat.
1. Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat tersebut bahwa kepiting adalah bintang air, baik di air laut maupun di air tawar dan bukan binatang
yang hidup atau berhabitat di dua alam: di laut dan di darat
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG KEPITING
1. Kepiting adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana mestinya.Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat
mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan : Jakarta, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H
15 Juni 2002 M
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
ttd
K.H. Ma’ruf Amin
Sekretaris
ttd
Drs. H. Hasanuddin, M.Ag
BIDANG POM DAN IPTEK
 
 
Nasehat Buya Yahya
Silaturahmi jasad yang tidak dibarengi silaturahmi hati hanya akan tambah merusak hati. Alangkah banyak orang bersilaturahmi jasad dan di saat berpisah justru mendapatkan bahan baru untuk menggunjing, menbenci dan mendengkinya buah dari yang dilihat saat bertemu.
 
 
Rosululloh SAW Bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya".
(HR. Imam Muslim)

Habib Umar bin Hafidz:"jadikanlah televisi,handphone,internet dan alat-alat lainya sebagai pelayan dan pembantu untuk agamamu ,jika tidak,alat-alat itu akan menghancurkan dirimu sedangkan engkau akan tertawa karena tidak menyadarinya,ia akan merusak hatimu,akalmu,akhlakmu,dan fikiranmu,tanpa engkau menyadarinya,engkau tertawa bahagia padahal alat-alat itu telah merusak hal-hal paling berharga yang kau miliki".

Sayangilah Ibu dan Bapak kita Sampai Akhir Hayat Mereka     
You might also like:
TERJEMAHAN  ALQUR’AN 30 JUZ
3.     SURAT 4. AN NISAA'
5.     SURAT 6. AL AN'AAM
6.     SURAT 7. AL A'RAAF


                                    
                                       
PENTING : jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya,
melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)