Hukum Potong Rambut dan Kuku Bagi yang Hendak Berkurban
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : KH Cholil Nafis Lc Ph D,
Ketua Pembina Yayasan Investa
Cendekia Amanah
Para ulama mazhab fiqh berbeda pendapat tentang hukum memotong kuku dan rambut
bagi orang yang hendak berkurban sejak memasuki sepuluh awal bulan
Dzulhijjah menjadi tiga pedapat. Pertama, menurut Mazhab Hanbaliy hukumnya
wajib menjaga diri untuk tidak mencukur rambut dan memotong kuku bagi orang
yang hendak berkurban sejak masuknya bulan Dzul Hijjah hingga selesai
penyembelihan hewab kurban. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW riwayat
Muslim dari Ummu Salamah r.a. bahwa Rasulullah SAQ bersabda:
(إِذَا رَأَيْتُمْ هِلالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ
يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ ) وفي لفظ له : (
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلا
يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.
(“Jika kalian melihat hilal
Dzul Hijjah, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaklah menahan
diri (tidak memotong) rambut dan kuku-kukunya”. Dalam redaksi yang lain: “Jika
sepuluh hari awal Dzul Hijjah sudah masuk, dan seseorang dari kalian ingin
berkurban, maka hendaknya tidak menyentuh (memotong) rambut dan bulu tubuhnya
sedikitpun”.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hikmah dari tidak mencukur rambut dan memotong
kuku adalah agar seluruh bagian tubuh itu tetap mendapatkan kekebalan dari api
neraka. Sebagian yang lain mengatakan bahwa larangan ini dimaksudnya biar ada
kemiripan dengan jamaah haji yang sedang berihram.
Kedua, Menurut Mazhab Malikiy dan Syafi’iy hukumnya sunnah untuk tidak mencukur
rambut dan tidak memotong kuku bagi orang yang hendak berkurban mulai masuknya
bulan Dzulhijjah sampai selesai penyembelihan hewan kurban. Karena ada hadits
dari Aisyah r.a.
كُنْتُ أَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ ثُمَّ يُقَلِّدُهاَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا وَلاَ يُحْرِمُ عَلَيْهِ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللهُ لَهُ حَتىَّ يَنْحَرَ الهَدْيَ
“Aku pernah menganyam tali
kalung hewan udhiyah Rasulullah saw, kemudian beliau mengikatkannya dengan
tangannya dan mengirimkannya dan beliau tidak berihram (mengharamkan sesuatu)
atas apa-apa yang dihalalkan Allah SWT, hingga beliau menyembelihnya,” (HR.
Bukhari Muslim).
Asy-Syairazi (w. 476 H) dari kalangan Asy-syafi’iyah dalam matan Al-Muhazzab
menyebutkan :
ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر
“Dan hal itu bukan kewajiban,
karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong
rambut dan kuku”. (Asy-Syairazi, Al-Muhazzab, jilid 1 hal. 433).
Kedua mazhab ini menyimpulkan bahwa hadits Ummu Salamah di atas bukan sebagai
larangan yang bersifat haram (nahyu
tahrim), melainkan sebagai larangan yang bersifat makruh
(lilkarahah).
Ketiga, Menurut Mazhab Hanafi tidak disunnahkan dan tidak diharamkan bagi orang
yang hendak menyembelih hewan kurban untuk memotong rambut dan kuku. Sebab
orang yang ingin menyembelih hewan kurban tidak diharamkan untuk berpakaian
biasa dan bersetubuh.
Adapun hadits di atas, menurut pengikut mazhab Hanafiy merupakan ketentuan bagi
mereka yang berihram saja, baik ihram karena haji atau umrah. Sedangkan mereka
yang tidak dalam keadaan berihram tidak ada ketentuan untuk meninggalkan cukur
rambut dan potong kuku.
Pilihan pendapat
Sebenarnya hadits riwayat
Ummu Salamah redaksi haditsnya ditujukan untuk umum, tidak ada pengkhususan
kepada kondisi tertentu. Namun jika dihubungkan dengan ibadah haji, di mana
ibadah kurban merupakan bagian yang tak terpisahkan maka menurut sebagian
pengikut mazhab Syafi’iy dan Maliki menyatakan bahwa larangan itu sebenarnya
berkorelasi dengan orang yang melaksanakan ibadah haji saja sebagaimana firman
Allah SWT.:
وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
“Janganlah kamu mencukur (rambut) kepalamu sebelum hewan kurban sampai pada
tempat penyembelihannya “ [Al-Baqarah : 196].
Namun kalimat hadits Ummu Salamah yang bersifat umum itu, baik kepada yang
sedang berihram atau tidak tetapi hendak memotong hewan kurban maka dilarang
memotong rambut dan kuku. Kemudian hadits riwayat Aisyah menyatakan bahwa Nabi
saw tidak mengharamkan sesuatu yang halal bagi orang yang hendak berkurban.
Maka dengan menggunakan metode penggabungan dan kompromi (al-jam’u wa al-taufiq)
antara kedua hadits tersebut, maka hukum memotong kuku dan rambut bagi orang
yang hendak berkurban mulai masuk bula Dzul hijjah hingga selesai pelaksanaan
pemotongan hewan kurban adalah makruh, sedangkan memeliharanya adalah
sunnah.
Wallahu a’lam bi al-shawab