Jawaban untuk Kristen : Puasa Ramadhan
Menjiplak Ritual Berhala?
Umat Islam yang beriman pasti menyambut bulan Ramadhan yang
penuh ampunan dan barakah dengan suka cita. Betapa tidak, dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari disebutkan bahwa Allah memberikan berbagai
keistimewaan kepada Ramadhan, antara lain: pintu-pintu surga terbuka lebar,
pintu neraka ditutup rapat, dan ketika setan-setan dibelenggu tak berdaya, bau
mulut yang sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah dibandingkan bau kesturi,
dan diampuni dosa-dosa yang telah lewat.
Sebagai imbalannya, Allah sendiri yang akan mengganjar dengan
surga khusus bagi orang yang berpuasa (shaum): "Sesungguhnya di surga itu ada sebuah
pintu yang dinamakan Royyan, ahli puasa akan memasukinya melalui pintu itu pada
hari kiamat, tidak seorang pun selain mereka memasuki melalui pintu itu"
(HR Al-Bukhari).
Puasa dalam Alkitab
(Bible)
Ir Herlianto, tokoh Kristen dari Yabina Ministry Bandung menyoal
puasa dalam artikel yang dirilis di situs resminya:
"Di tengah bulan Puasa yang dilakukan oleh umat Islam,
timbullah pertanyaan yang ditujukan kepada umat Kristen: “Perlukah umat Kristen
menjalankan puasa atau tidak?” Asal perintah puasa dalam Perjanjian Lama tidak
jelas, tercatat ketika Israel menghadapi Filistin mereka mengaku dosa dan
berpuasa."
...Dalam kitab
Taurat Nabi Musa diwajibkan berpuasa. Bila dilanggar, sangsinya dilenyapkan dan
dibinasakan oleh Tuhan. Ketetapan ini berlaku sepanjang masa selama-lamanya...
Pernyataan ini tidak benar, hanya menutupi kebenaran, seolah-oleh
puasa itu bukan perintah Tuhan. Padahal dalam kitab Taurat dengan jelas Nabi
Musa diwajibkan untuk berpuasa dan berhenti total dari segala aktivitas. Bila
dilanggar, sangsinya adalah dilenyapkan dan dibinasakan oleh Tuhan. Ketetapan
ini berlaku sepanjang masa selama-lamanya.
“Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi
kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus
merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu
pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di
tengah-tengahmu…Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan
kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk
selama-lamanya” (Imamat 16: 29-31; bdk. Bilangan 29: 7).
"Akan tetapi pada tanggal sepuluh bulan yang ketujuh itu
ada hari Pendamaian; kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan harus
merendahkan diri dengan berpuasa dan mempersembahkan korban api-apian kepada
Tuhan. Pada hari itu janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah hari
Pendamaian untuk mengadakan pendamaian bagimu di hadapan Tuhan, Allahmu. Karena
setiap orang yang pada hari itu tidak merendahkan diri dengan berpuasa,
haruslah dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya. Setiap orang yang
melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu, orang itu akan Kubinasakan dari
tengah-tengah bangsanya" (Imamat 23: 27-30).
Nabi-nabi yang lain pun mengekspresikan syariat puasa sesuai
dengan situasi yang berlangsung.
a. Puasa pada masa Samuel untuk bertaubat kepada Tuhan (I Samuel
7:6) dan berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12).
b. Nabi Daud berpuasa sampai badannya kurus kehabisan lemak
(Mazmur 109:24);
c. Nehemia berpuasa ketika berkabung (Nehemia 1:4),
d. Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3),
e. Yoel berpuasa bersama penduduk negerinya (Yoel 1:14),
f. Yunus berpuasa (Yunus 3:5),
g. Zakharia diperintah Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5),
h. warga Yerusalem berpuasa pada bulan kesembilan (Yeremia 36:9),
dll.
i. Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa selama 40 hari. Musa
berpuasa jasmani dan rohani, tidak makan dan tidak minum selama 40 hari 40
malam pada saat menerima Sepuluh Firman (The
Ten Commandments):
“Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari
empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia
menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman” (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40 malam hingga kelaparan pada
saat dicobai iblis di padang gurun. “Dan
setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah
Yesus” (Matius 4:2).
Dalam Injil sendiri, puasa adalah identitas ketakwaan, kesalehan
dan kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah
meninggalkan ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Tuhan (Lukas 2:36-37). Yesus menginstruksikan para muridnya untuk berdoa
dan berpuasa untuk mengusir setan yang merasuki manusia (Matius 17:21). Orang
Farisi pada masa Yesus melakukan puasa dua kali seminggu, tepatnya hari
Senin-Kamis setiap pekan (Lukas 18:12). Yesus pun menyatakan dengan tegas bahwa
para muridnya pun berpuasa (Lukas 5:33-35; Matius 9:14-15; Markus 2:18-20)
dengan ikhlas hanya karena Allah semata (Matius 6:16-18).
...Ibadah puasa
termasuk salah satu syariat tertua, karena sudah disyariatkan kepada umat
sebelum umat Muhammad SAW...
Sepanjang Zaman
Manusia Butuh Puasa
Ibadah puasa termasuk salah satu syariat tertua, karena sudah
disyariatkan kepada umat sebelum umat Muhammad SAW. Hal ini seperti disebutkan
dalam firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Qs. Al-Baqarah
183).
Firman Allah “kama kutiba 'alal ladzina min qablikum” ini
menunjukkan bahwa ibadah puasa telah dilakukan oleh orang-orang beriman sebelum
Nabi Muhammad SAW. Maka ada baiknya kita menengok sejenak ke masa silam untuk
mengungkap perbandingan puasa dengan umat terdahulu. Dalam lembaran sejarah
kita bisa menemukan berbagai ritual puasa dengan kaifiyat (tatacara) tertentu
dan berbeda. Hal ini bisa dimaklumi, karena semua agama samawi, sama dalam
prinsip-prinsip pokok akidah, syariat, serta akhlaknya. Sehingga semua agama
samawi mengajarkan keesaan Allah, kenabian, dan keniscayaan hari kemudian,
serta mensyariatkan shalat, puasa, dan zakat, dengan cara dan kaifiatnya dapat
berbeda, namun esensi dan tujuannya sama.
Dalam kisah para nabi Allah, sejarah mencatat syariat puasa
terhadap umat-umat terdahulu. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak
Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya.
Bahkan, Nabi Adam diperintahkan untuk berpuasa tidak memakan buah khuldi (Qs.
Al-Baqarah 35).
Maryam bunda Nabi Isa pun berpuasa hingga tidak bicara kepada
siapapun (Qs. Maryam 26). Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari.
Nabi Isa pun berpuasa. Nabi Daud berpuasa selang-seling (sehari berpuasa dan
sehari berikutnya berbuka) pada tiap tahunnya. Nabi Muhammad sebelum diangkat
menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan dan turut
mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram bersama
masyarakat Quraisy yang lain.
Kristen Ortodoks Syria (KOS) –sebuah sekte Kristen yang
atributnya mirip dengan simbol Islam: mengenakan jubah, kopiah, gamis, surban,
kerudung, rebana, memuji Tuhan dan membaca Injil dengan bahasa Arab– berpuasa
agung “shaumil
kabir” selama 40 hari berturut-turut, pada tiap tahun sekitar bulan
April. Puasa yang dilakukan jemaah KOS tidak ada makan sahur. Puasa KOS lainnya
adalah puasa Rabu dan Jum’at dalam rangka mengenang kesengsaraan Kristus.
...Sejumlah penyakit
bisa disembuhkan dengan terapi puasa. Puasa menghasilkan efek kekuatan luar
biasa bagi tubuh. Ketika berpuasa, sekitar 600 milyar sel dalam tubuh
menghimpun diri agar dapat bertahan hidup...
Berbeda dengan aturan puasa menurut Katolik. Sebagai contoh
peraturan yang dibuat oleh keuskupan Surabaya tahun 2004 yang ditandatangani
oleh Romo Julius Haryanto, CM, sesuai dengan ketentuan Kitab Hukum Kanonik
(Kanon No. 1249-1253) dan Statuta Keuskupan Regio Jawa No. 111, maka
ditetapkan: Semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60
wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Dalam arti yuridis, puasa
orang Katolik ini berarti makan kenyang hanya sekali sehari.
Selain itu, bangsa Mesir kuno selalu berpuasa 7 hari hingga 6
minggu setiap tahun. Mereka menjadikan puasa sebagai cara untuk menebus dosa
dan penyesalan atas kesalahan perbuatan. Orang-orang Yunani, terutama
perempuan, berpuasa sebagai ungkapan berkabung, atau berpuasa beberapa hari sebekyn
melakukan peperangan. Orang-orang Cina berpuasa pada hari-hari biasa
lebih-lebih lagi pada masa menghadapi musibah. Orang-orang Tibet ada yang dapat
menahan diri berpuasa selama 24 jam berturut-turut sehingga air liur sendiri
pun tidak boleh ditelan.
Begitu pentingnya puasa dalam kehidupan, sampai-sampai binatang
pun melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya. Selama mengerami telur, ayam
harus berpuasa. Demikian pula ular berpuasa untuk menjaga struktur kulitnya
agar tetap keras terlindung dari sengatan matahari dan duri hingga ia tetap
mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun pun berpuasa, jika tidak ia tak
kan lagi menjadi kupu-kupu dan menyerbuk bunga-bunga. Ternyata puasa adalah
sunnah kehidupan (sunnah
thabi’iyah) untuk bertahan hidup.
Manfaat Puasa
Banyak manfaat yang dapat ditarik dari bulan suci. Sejumlah
gejala penyakit bisa disembuhkan dengan terapi puasa, antara lain sakit maag.
Serangan penyakit yang memaksa orang terkapar di tempat tidur itu bisa mendadak
lenyap saat bulan Ramadhan. Sebab, selama puasa, zat-zat beracun yang ada atau
zat berlebihan dalam tubuh dibuang. Pada rentang waktu itu pula, alat
pencernaan beristirahat setelah bekerja keras sebulan penuh. Jadi, puasa
berperan sebagai alat detoksifikasi.
Hembing Wijayakusuma, ahli pengobatan tradisional, dalam bukunya, Puasa Itu Sehat
menyebutkan, puasa menghasilkan efek kekuatan luar biasa bagi tubuh. Ketika
berpuasa, sekitar 600 milyar sel dalam tubuh menghimpun diri agar dapat
bertahan hidup.
Selain faktor fisik, puasa juga bermanfaat sebagai terapi
psikis. Menurut ahli penyakit jiwa pada Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Dadang Hawari Idries, puasa bisa mengendalikan amarah dan nafsu
seks. Di sini emotional
quotient seseorang diasah. Puasa juga mengajarkan kesabaran. Ini
secara tak langsung menjadi terapi bagi sejumlah penyakit kejiwaan, seperti
stres dan sindrom pasca-kekuasaan (post-power
syndrome). Pengaruhnya bakal mengenai penyakit fisik lain.
...Ada empat macam
kesehatan yang bisa ditingkatkan lewat puasa: sehat jiwa (emotional quotient),
sehat jasmani (intelligent
quotient), sehat kreativitas (creativity
quotient) dan sehat spiritual (spiritual
quotient)...
Ada empat macam kesehatan yang bisa ditingkatkan lewat puasa.
Selain sehat jiwa (emotional
quotient), juga ada sehat jasmani (intelligent quotient), sehat
kreativitas (creativity
quotient), dan sehat spiritual (spiritual
quotient).
Tentu saja, puasa akan kentara faedahnya jika dikerjakan secara
benar: berpuasa selama 14 jam. Selain itu, tak menunda-nunda waktu buka puasa
atau mempercepat sahur. Ini biasanya cobaan yang terkadang sulit dihadapi
sejumlah muslim. Mereka mempercepat sahur pada pukul 01.00 karena malas makan
pada pukul 04.00 atau menjelang imsak. Atau malah sahur pada pukul 10 malam.
Bila itu terjadi, justru penyakit yang bakal muncul. Sebab, pada
saat puasa, cadangan glikogen pada tubuh akan dikeluarkan dan dirombak menjadi
tenaga. Tapi, cadangan glikogen ini terbatas. Bila ia habis, tubuh akan
mengorbankan lemak dan protein untuk diolah sebagai tenaga. Bila itu terjadi,
badan akan terasa lemah, loyo, dan tak bisa menjalani aktivitas seharian. Jadi,
puasa tetap ada aturannya.
PUASA Ramadhan adalah ibadah yang sangat penting dan istimewa, bahkan
menjadi salah satu rukun Islam. Maka tak heran jika kalangan Kristen pun
menjadikan puasa Ramadhan sebagai objek
untuk melemahkan aqidah. Yayasan misionaris di Jakarta yang memakai nama Islam
“Jalan Al-Rahmat,” menerbitkan buku saku (booklet) berjudul Apa yang Harus Kita
Lakukan Supaya Pasti Selamat tulisan Iskandar Jadeed. Buku ini juga diterbitkan
dalam bahasa Sunda berjudul Naon Anu Kudu Dipilampah Ku Sim Kuring Sangkan
Salamet oleh yayasan Bewara Kabagjaan Bandung.
Setelah menguraikan panjang-lebar tentang makna keselamatan dan
pengampunan, Iskandar menyindir puasa sebagai salah satu cara untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan, tapi sama sekali tidak mendatangkan pengampunan (maghfirah)
Ilahi bahkan tidak berarti sama sekali bagi Allah. Iskandar menulis:
“Berpuasa adalah suatu bentuk merendahkan diri yang disertai penyesalan
yang mendalam di dalam roh dan jiwa. Meskipun demikian tak mencukupi untuk
meniadakan pemberontakan yang pernah dilancarkan terhadap Allah berkenaan
dengan dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Sebab itu berpuasa tidak melimpahkan
suatu pengampunan ke atas orang yang berdosa itu.
Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang berpuasa dengan tujuan meraih
rahmat Allah, pada hakikatnya tidak melakukan sesuatupun pekerjaan bagi Allah
atau sesama manusia. Bahkan tidak patut menerima imbalan bagi puasanya.” (hlm.
35).
...Iskandar Jadeed menyebut
puasa sama sekali tidak mendatangkan pengampunan Ilahi bahkan tidak berarti sama sekali bagi Allah.
Menurutnya, satu-satunya cara untuk meraih keselamatan adalah percaya kepada
Yesus Kristus sebagai tuhan dan juruselamat...
Setelah menihilkan puasa, amal shalih, doa dan sembahyang (shalat)
sebagai upaya yang tidak akan mencapai kepada keselamatan di akhirat, Iskandar
menutup uraiannya bahwa satu-satunya cara untuk meraih keselamatan adalah
percaya kepada Yesus Kristus sebagai tuhan dan juruselamat. Kesimpulan ini
didasarkan pada ayat Injil:
“Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang
tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:16).
Dilihat dari sisi manapun, uraian Iskandar Jadeed ini salah total dan
bertentangan dengan kitab suci. Dari sisi Alkitab (Bibel), Injil Markus 16:16
tidak boleh diyakini apalagi diamalkan, karena status ayat ini adalah ayat
palsu, berdasarkan pendapat para ilmuwan Kristen sendiri. Robert W Funk, Roy W
Hoover dan The Jesus Seminar, sama sekali tidak memuat Markus 16:9-20 dalam The
Five Gospels dan tidak komentar apapun.
Sementara itu New York International Bible Society memuat utuh Markus
16:9-20 dalam The Holy Bible New International Version (halaman 780). Tetapi,
di bawah ayat 8 diberi garis tegas yang memisahkan ayat 8 dengan ayat 9-20. Di
bawah garis tersebut ditulis peringatan yang berbunyi: “The two most reliable
early manuscripts do not have Mark 16:9-20.” (Dua manuskrip yang paling tua
(codex Sinaiticus dan codex Vaticanus) tidak memiliki Markus 16:9-20).
Di Indonesia, pengakuan kepalsuan Injil Markus 16:9-20 masih bisa
dijumpai dalam Alkitab terbitan Katolik tahun 1977/1978 dengan komentar sebagai
berikut: “Bagian akhir Markus, ay. 9-20, berceritera mengenai
penampakan-penampakan Yesus. Ini memang termasuk ke dalam Kitab Suci, tetapi
agaknya tidak termasuk Injil Markus yang asli” (Lembaga Biblika Indonesia,
Kitab Suci Perjanjian Baru, hlm. 133).
...Dalam kacamata Al-Qur’an,
puasa adalah amal ibadah yang diridhai Allah SWT dengan ampunan dan pahala yang
besar...
Dalam kacamata Al-Qur’an, puasa adalah amal ibadah yang diridhai Allah
SWT dengan ampunan dan pahala yang besar:
“.... Laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan
yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar” (Qs Al-Ahzab 35).
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan
hanya mengharapkan pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang terdahulu”
(HR Bukhari dan Muslim).
Allah mengistimewakan puasa dengan menyiapkan pintu sorga khusus untuk
ahli puasa: “Sesungguhnya di surga itu ada satu pintu yang dinamakan Ar-Royyan.
Ahli puasa akan memasukinya melalui pintu itu pada hari kiamat, tidak seorang
pun selain mereka memasuki melalui pintu tersebut, tidak ada orang selain
mereka yang memasukinya" (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Puasa adalah perisai dari api neraka, sesuai degan sabda Rasulullah SAW:
“Puasa adalah perisai. Seorang hamba berperisai dengannya dari api
neraka” (HR Ahmad).
“Tidaklah seorang hamba yang Puasa di jalan Allah kecuali akan Allah
jauhkan dia dari neraka sejauh tujuh puluh musim” (HR Bukhari dan Muslim).
Shaum (puasa) adalah ibadah sepanjang masa
Menurut Iskandar Jadeed, orang yang berpuasa untuk meraih rahmat Allah,
pada hakeketnya tidak melakukan sesuatupun pekerjaan bagi Allah atau sesama manusia.
Benarkah tuduhan ini, bahwa puasa adalah amalan yang sia-sia (tak berarti) bagi
Allah maupun manusia?
Pernyataan ini bertolak belakang dengan prinsip agama para Nabi Allah,
baik menurut Al-Qur'an maupun Alkitab (Bibel).
Menurut Al-Qur'an, puasa adalah amal ibadah tertua yang sudah
disyariatkan umat terdahulu, jauh sebelum diwajibkan kepada umat Muhammad SAW,
seperti disebutkan Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa” (Qs. Al-Baqarah 183).
Firman Allah “kama kutiba ‘alal-ladzina min qablikum” ini menunjukkan
bahwa ibadah puasa telah dilakukan oleh orang-orang beriman sebelum Nabi
Muhammad SAW. Ketika menjelaskan ayat ini, Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa
sejak Nabi Nuh hingga Nabi Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulannya.
Jauh sebelumnya, Nabi Adam telah diperintahkan untuk berpuasa tidak
memakan buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35). Maryam bunda Nabi Isa pun berpuasa
hingga tidak bicara kepada siapapun (Qs. Maryam 26). Nabi Musa bersama kaumnya
berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Nabi Daud berpuasa
selang-seling (sehari berpuasa dan sehari berikutnya berbuka). Nabi Muhammad
sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan
dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10 bulan Muharram
bersama masyarakat Quraisy yang lain.
...Menurut Injil, puasa adalah
identitas ketakwaan, kesalehan dan kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi
perempuan tidak pernah meninggalkan ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Tuhan (Lukas 2:36-37)...
Pernyataan Iskandar Jadeed itu juga bertentangan dengan prinsip puasa
dalam Injil. Menurut Injil, puasa adalah identitas ketakwaan, kesalehan dan
kepatuhan kepada Tuhan. Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah meninggalkan
ibadah puasa dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan (Lukas
2:36-37). Yesus menginstruksikan para muridnya untuk berdoa dan berpuasa untuk
mengusir setan yang merasuki manusia (Matius 17:21). Orang Farisi pada masa
Yesus melakukan Senin-Kamis setiap pekan (Lukas 18:12). Yesus juga menekankan
puasa yang harus dikerjakan dengan ikhlas karena Allah semata, tanpa riya’
sedikit pun (Matius 6:16-18).
Pernyataan Iskandar Jadeed juga bertolak belakang dengan kitab Taurat
yang secara jelas mencatat puasa wajib yang diamalkan oleh Nabi Musa dengan
syariat yang berat, yaitu berhenti total dari segala aktivitas. Bila dilanggar,
sangsinya adalah dilenyapkan dan dibinasakan oleh Tuhan. Ketetapan ini berlaku
sepanjang masa, selama-lamanya!
“Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu,
yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus
merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu
pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di
tengah-tengahmu…Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan
kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk
selama-lamanya” (Imamat 16: 29-31; bdk. Bilangan 29: 7).
"Akan tetapi pada tanggal sepuluh bulan yang ketujuh itu ada hari
Pendamaian; kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan harus merendahkan diri
dengan berpuasa dan mempersembahkan korban api-apian kepada Tuhan. Pada hari
itu janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah hari Pendamaian untuk
mengadakan pendamaian bagimu di hadapan Tuhan, Allahmu. Karena setiap orang
yang pada hari itu tidak merendahkan diri dengan berpuasa, haruslah dilenyapkan
dari antara orang-orang sebangsanya. Setiap orang yang melakukan sesuatu pekerjaan
pada hari itu, orang itu akan Kubinasakan dari tengah-tengah bangsanya"
(Imamat 23: 27-30).
Nabi-nabi yang lain pun berpuasa dengan syariat sesuai dengan situasi
yang berlangsung. Puasa pada masa Samuel untuk bertaubat kepada Tuhan (I Samuel
7:6) dan berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12). Nabi Daud berpuasa sampai
badannya kurus kehabisan lemak (Mazmur 109:24); Nehemia berpuasa ketika
berkabung (Nehemia 1:4), Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3), Yoel berpuasa
bersama penduduk negerinya (Yoel 1:14), Yunus berpuasa (Yunus 3:5), Zakharia
diperintah Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5), warga Yerusalem berpuasa pada
bulan kesembilan (Yeremia 36:9), dll.
...Semua nabi Allah berpuasa
dengan syariat sesuai dengan situasi yang berlangsung. Puasa bukan amalan yang
sia-sia di hadapan Tuhan. Bahkan puasa adalah ibadah yang istimewa karena telah
diwajibkan Tuhan kepada semua nabi-Nya...
Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa jasmani dan rohani selama 40 hari
40 malam nonstop. Musa berpuasa tidak makan dan tidak minum selama 40 hari 40
malam pada saat menerima Sepuluh Firman (The Ten Commandments): “Dan Musa ada
di sana bersama-sama dengan Tuhan empat puluh hari empat puluh malam lamanya,
tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala
perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman” (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40 malam hingga kelaparan pada saat
dicobai iblis di padang gurun” “Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat
puluh malam, akhirnya laparlah Yesus” (Matius 4:2).
Beberapa kalangan Kristen saat ini masih mempertahankan puasa dengan
ritual yang berbeda-beda. Kristen Ortodoks Syria (KOS) berpuasa “shaumil kabir”
selama 40 hari berturut-turut pada tiap tahun sekitar bulan April, tanpa makan
sahur. Puasa KOS lainnya adalah puasa Rabu dan Jum’at dalam rangka mengenang
kesengsaraan Kristus.
Puasa menurut Katolik, sebagai contoh peraturan yang dibuat oleh
keuskupan Surabaya tahun 2004 yang ditandatangani oleh Romo Julius Haryanto CM.
Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik (Kanon No. 1249-1253) dan Statuta Keuskupan
Regio Jawa No. 111, maka ditetapkan: Semua orang Katolik yang berusia 18 tahun
sampai awal tahun ke-60 wajib berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung.
Dalam arti yuridis, puasa orang Katolik ini berarti makan kenyang hanya sekali
sehari.
...Jika puasa adalah amal yang
sia-sia seperti tuduhan misionaris Iskandar Jadeed, untuk apa Musa dan Yesus
berlapar-lapar dalam puasa empat puluh hari empat puluh malam?...
Dengan demikian, jelaslah bahwa shaum (puasa) bukan amalan yang sia-sia
di hadapan Tuhan. Bahkan puasa adalah ibadah yang istimewa karena telah
diwajibkan Tuhan kepada semua nabi-Nya. Jika puasa adalah amal yang sia-sia
seperti tuduhan misionaris Iskandar Jadeed, untuk apa Musa dan Yesus berlapar-lapar
dalam puasa empat puluh hari empat puluh malam?
Para misionaris iri hati terhadap semangat umat Islam
dalam menjalankan ibadah shaum (puasa) Ramadhan. Selama sebulan penuh, semarak
keagamaan umat Islam meningkat drastis, mulai dari ibadah shalat jamaah, shalat
tarawih di malam hari, sedekah, dan berbagai kegiatan di masjid yang memperkuat
akidah dan persaudaraan Islam.
Untuk melampiaskan kedengkiannya terhadap keagungan puasa
Ramadhan, dua orang misionaris, Curt Fletemier Yusuf dan Tanti menuduh puasa
Ramadhan yang dilakukan umat Islam sebagai ritual yang menjiplak ritual
penyembah berhala. Tuduhan itu dituangkan dalam buku Christianity and Islam: The
Son and The Moon, berikut kutipannya:
“Puasa pada Bulan Ramadhan. Bulan puasa kaum Sabean dimulai pada
saat bulan sabit dan tidak akan berakhir sampai bulan lenyap, lalu kembali
bulan sabit muncul (sama seperti Ramadhan bagi Islam pada masa ini). Muhammad
hanya meneruskan praktik keagamaan yang dipakai oleh para penyembah berhala,
Abd. Allah bin Abbas melaporkan bahwa Muhammad, menyatakan: "Jangan mulai
berpuasa sampai kamu telah melihat bulan sabit dan jangan berhenti berpuasa
sampai kamu melihatnya kembali, dan jika itu berawan, sempurnakanlah menjadi 30
hari.”
Memang pada masa Muhammad, orang Yahudi juga memiliki kebiasaan
berpuasa sesuai dengan penanggalan Yahudi, dan penanggalan Yahudi yang dipakai
juga berdasarkan hitungan bulan. Orang Yahudi juga memiliki perayaan Bulan
Baru, tetapi dalam Imamat 23 dijelaskan bahwa perayaan Bulan Baru itu tidak
dimulai dari TUHAN. Sampai saat ini orang Kristen juga tetap melakukan puasa.
Beberapa di antaranya bahkan melakukan secara rutin. Tetapi sebagian besar
orang Kristen (termasuk penulis) berpuasa ketika ada sesuatu yang sedang
didoakan sungguh-sungguh. Itu adalah cara untuk memusatkan pikiran kita pada
Tuhan.
Bagi kita, puasa bukanlah suatu kewajiban keagamaan.
Satu-satunya "kewajiban keagamaan" yang kita miliki adalah untuk
percaya pada Kristus yang membawa kita ke surga, seraya menyadari bahwa
sebenarnya kita tidak layak untuk menerima kasih-Nya, dan mengkuti-Nya dengan
segala ucapan syukur untuk apa yang telah Dia kerjakan bagi kita” (edisi Indonesia: Sang Putera dan Sang Bulan,
penerbit Sonrise Enterprise, hlm 148-149).
Tudingan itu tidak ilmiah dan sangat tidak cerdas. Hanya karena
umat Islam memakai penanggalan qamariah
(berdasarkan peredaran bulan), maka umat Islam dituding mengamalkan peribadatan
kaum penyembah berhala. Lantas bagaimana dengan orang yang memakai penanggalan syamsiyah
(bersasarkan peredaran matahari), apakah mereka juga dituding sebagai kaum
penyembah dewa matahari?
Jika ibadah puasa yang dilakukan umat Islam memiliki persamaan
dengan puasa kaum terdahulu, bukan karena latah mengikuti tradisi kaum
penyembah berhala. Melainkan karena ibadah puasa yang diwajibkan kepada umat
Islam itu, sudah pernah diwajibkan kepada kaum dan para nabi sebelumnya. Allah
SWT menegaskan, shaum adalah amal ibadah tertua yang sudah disyariatkan umat
terdahulu, jauh sebelum diwajibkan kepada umat Muhammad SAW: “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Qs. Al-Baqarah 183).
Firman Allah “kama
kutiba ‘alal-ladzina min qablikum” (sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu) pada ayat ini menunjukkan bahwa ibadah puasa telah
dilakukan oleh orang-orang beriman sebelum Nabi Muhammad SAW. Hal ini terbukti
dalam sejarah para nabi, jauh sebelumnya Nabi Adam telah diperintahkan untuk
berpuasa tidak memakan buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35). Maryam bunda Nabi Isa
pun berpuasa dengan tidak bicara kepada siapapun (Qs. Maryam 26). Nabi Musa
bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Nabi Daud
berpuasa selang-seling (sehari berpuasa dan sehari berikutnya berbuka). Nabi
Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari
setiap bulan dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10
bulan Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain. Berbagai kaifiyat
(tatacara) puasa para nabi tersebut berbeda-beda sesuai dengan zaman yang
berlaku, namun esensinya sama, untuk mencapai derajat taqwa (la’allakum tattaquun).
Alkitab (Bibel) pun mencatat syariat puasa para nabi terdahulu.
Puasa pada masa Samuel sebagai amal pertaubatan kepada Tuhan (I Samuel 7:6) dan
berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12). Nabi Daud berpuasa sampai badannya
kurus kehabisan lemak (Mazmur 109:24); Nehemia berpuasa ketika berkabung
(Nehemia 1:4), Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3), Yoel berpuasa bersama
penduduk negerinya (Yoel 1:14), Yunus berpuasa (Yunus 3:5), Zakharia diperintah
Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5), warga Yerusalem berpuasa pada bulan
kesembilan (Yeremia 36:9), Hana, seorang nabi perempuan tidak pernah meninggalkan
ibadah puasa dalam rangka bertaqarrub kepada Tuhan (Lukas 2:36-37), dll.
Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa jasmani dan rohani, tidak
makan dan tidak minum selama 40 hari. Musa berpuasa selama 40 hari 40 malam
pada saat menerima Sepuluh Firman/dasatitah/The
Ten Commandments (Keluaran 34:28). Sementara Yesus berpuasa 40 hari
40 malam di padang gurun (Matius 4:2). Yesus juga mewajibkan para muridnya
untuk berdoa dan berpuasa untuk mengusir setan yang merasuki manusia (Matius
17:21). Orang Farisi pada masa Yesus berpuasa Senin-Kamis setiap pekan (Lukas
18:12).
Jelaslah bahwa ibadah puasa dalam Islam sama sekali tidak
menjiplak ritual kaum penyembah berhala. Otomatis, salah alamat jika Curt
Fletemier dan Yusuf Lifire menuding ibadah Islam melestarikan ritual kaum
penyembah berhala.
Justru agama Kristenlah yang sering mengadopsi ritual kaum pagan
(kafir) penyembah berhala. Contohnya adalah perayaan Natal memperingati
kelahiran Yesus tiap tanggal 25 Desember. Perayaan ini tidak ada perintahnya
sama sekali dalam Bibel.
Kenyataan bahwa Natal kristiani mengadopsi tradisi pagan, diakui
secara jujur oleh mendiang Herbert W Armstrong, seorang Pastur Worldwide Church of God yang
berkedudukan di Amerika Serikat. Dalam The
Plain Truth about Christmas, Armstrong membuktikan secara ilmiah
bahwa Natal diwarisi Gereja dari kepercayaan pagan (kafir) Politeisme,
berdasarkan literatur Kristen sendiri, antara lain penjelasan dari Katolik Roma
dalam Catholic
Encyclopedia edisi 1911, dengan judul "Christmas" sebagai
berikut:
"Christmas was not among the earliest festivals of Church …
the first evidence of the feast is from Egypt. Pagan customs centering around
the January calends gravitated to christmas." (Natal bukanlah di
antara upacara-upacara awal Gereja … bukti awal menunjukkan bahwa pesta
tersebut berasal dari Mesir. Perayaan ini diselenggarakan oleh para penyembah
berhala dan jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran
Yesus).
Dalam judul "Natal Day," dijelaskan lebih lanjut: "In the Scriptures, no
one is recorded to have kept a feast or held a great banquet on his birthday.
It is only sinners (like Paraoh and Herod) who make great rejoicings over the
day in which they were born into this world."
Maksudnya: di dalam kitab suci, tidak seorang pun yang
mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari
kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Firaun dan Herodes)
yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini).
Ternyata, agama penjiplak ritual pagan itu bukan Islam, tapi
agama yang dianut misionaris Curt Fletemier Yusuf dan Tanti. [A. Ahmad Hizbullah
MAG]
Kalkulator Zakat
Fasilitas ini
disediakan untuk membantu anda menghitung besar zakat anda. Hitunglah pendapatan
dan simpanan anda untuk mengetahui besar zakat / infaq yang perlu dikeluarkan. 1.Kalkulator Zakat(versi Dompet Dhuafa)
2.Kalkulator Zakat Profesi (versi BAZNAZ)
PENTING : Jika Anda merasa website
ini bermanfaat, mohon do'akan
supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur
keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon
do'akan
juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah
dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak
amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim
pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan
saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang
sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)