Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Jumat, 08 April 2011

Mualaf Butuh Dirangkul dan Diayomi



Pembinaan terhadap para mualaf setelah mereka menyatakan keimanannya, masih terasa minim. Padahal, tantangan yang dihadapi para mualaf tidak sedikit. Selain pengusiran dari rumah, mereka juga berhadapan dengan masalah ekonomi.

''Sebenarnya, ada satu hal yang dibutuhkan, yaitu  semacam Rumah Singgah Mualaf dan kalau bisa di tengah kota. Nantinya, Rumah Singgah Mualaf inilah yang akan menjadi semacam pesantren bagi para mualaf," kata Ustadz Anwar Sujana kepada  Damanhuri Zuhri dari Republika.

Mualaf, katanya, perlu dirangkul dan diayomi. Menurutnya, banyak pula dari mualaf itu yang terkucilkan dari keluarga. "Saya prihatin sekali,  belum lama ini ada seorang mualaf yang datang kepada saya dalam keadaan menangis setelah diusir keluarganya,'' kata Kepala Bagian Pembinaan Mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Menteng Jakarta Pusat ini.

Di MASK, jumlah mualaf dan calon mualaf yang dibina sangat besar jumlahnya, dimana 20-30 persennya merupakan warga negara asing. bagi mereka, materi dasar keislaman diberikan dua pekan sekali. Begitu juga materi fikih dan ibadah.
zumber:http://bit.ly/i9BD06

Temukan Alquran, Kemudian Mimpi Lihat Surga...Muntero Pun Putuskan Bersyahadat



Mualin Muntero terlahir dari keluarga Katolik yang taat. Pria kelahiran Timor Leste ini sangat rajin beribadah, sejak usia masih belia.

Saat berusia 8 tahun, secara tidak sengaja dia menemukan sebuah buku bertuliskan bahasa yang tak dipahaminya -- bahasa Arab -- saat hendak pulang dari gereja. Itulah momen perjumpaan pertama Montero dengan Islam.

“Saya tak tahu buku apa yang saya temukan ini, buku ini bertulisan Arab di sertai sebuah tulisan latin. Akan tetapi ada dorongan untuk membawa pulang buku tersebut," ungkapnya kepada republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Meski tak tahu buku apa yang ia temukan, rasa penasaran sangat bergejolak di dalam hatinya. Dia pun menanyakan buku tersebut kepada kakaknya. Kebetulan waktu itu kakaknya baru pulang dari Makassar (saat itu ia tinggal di pinggiran Dili, Tomor Leste sekarang). “Saya hanya mendapatkan jawaban bahwa buku tersebut merupakan bukunya orang Islam," ujarnya.

Malam sehabis ia menemukan Alquran tersebut, Montero mendapatkan sebuah mimpi yang aneh. Ia bermimpi mengunjungi sebuah tempat yang sangat indah. Tergambar dalam mimpi itu, sebuah tempat yang dihuni manusia dengan pakaian yang serba putih.

Montero pun menafsirkan tempat tersebut merupakan surga. “Saya tak pernah menemukan tempat yang seindah itu di manapun," ujarnya.

Montero bingung dengan mimpinya. Ada tanda tanya yang tersemat di hatinya.
 
                                                                                                   ***

Ketika Montero kelas 6 SD, ia pergi meninggalkan rumahnya. Dia melanjutkan pendidikan di sebuah yayasan yang berada Dili, sebuah yayasan Kristen. Saat sang kakak yang berdomosili di Makassar menjenguknya, dia memaksa untuk turut serta.

Saat itu, Montero sudah mulai mengenal Islam. Namun di lingkungan yang mayoritas beragama Katolik, sumber mempelajari Islam sangat terbatas.

Di  Makassar,  ia mengenal lebih dalam soal Islam. Di sanalah, ia meyakini mimpi tentang surga saat kecil dulu adalah hidayah yang diberikan Allah untuk membimbingnya pada Islam. Surga dalam mimpinya, sama seperti konsep surga dalam Islam.

Montero makin yakin,  Islam adalah agama yang dipilih hatinya. . Montero pun mengucapkan dua kalimah syahadat di Masjid Sultan Alaudin. “Keingin tahuan saya akan arti mimpi tersebut membuat saya berani memutuskan untuk memeluk Islam sebagai agama saya”, akunya.

Setelah memeluk Islam, Montero menimba ilmu di sebuah pesantren di Makasar. Namun hanya sebentar.  “Waktu itu saya masih awam dengan ajaran Islam, saya juga hanya masih tahu sedikit mengenai bacaan Alquran. Pola belajar pesantren yang sangat ketat takcocok bagi saya," katanya.

Akhirnya Montero memilih untuk masuk sekolah umum. Bali dipilihnya menjadi tempat dia menyelesaikan pendidikannya.

Selepas menuntaskan pendidikan sekolah menengah pertamanya, Montero meneruskan pendidikannya di Surabaya. Setelah pendidikannya sekolah menengahnya selesai, Montero melanjutkan pendidikan kuliah di Jakarta, guna memperdalam ilmu agamanya.

Kali ini, ia siap untuk masuk pesantren. Montero memutuskan  mondok di Pesantren Pembinaan Mualaf Annaba Center. Ia berani memilih pesantren kembali di karenakan pesantren ini di khususkan untuk kaum mualaf dimana Montero juga merupakan seorang mualaf.

“Saya merasa nyaman bila merasa berada di tengah komunitas yang memiliki latar belakang yang sama dengan saya,  karena kami semua sama-sama ingin menggali ilmu Islam," katanya pemuda yang kini tengah menyelesaikan pendidikan formalnya di STIMIK Jakarta ini.
zumber:http: http://bit.ly/h2cFWS

Ketika Hasrat Terhadap Islam Itu Muncul, Abdullah Masih Belia


Banyak warga keturunan Cina yang tinggal di Bangka Belitung, salah satunya Parieska, pria kelahiran tahun 1987 yang tumbuh besar di Bangka. Interaksi antara warga Tionghoa Bangka dengan Masyarakat Melayu yang kerap ia jumpai di masa kecilnya, telah membuat banyak perubahan dalam hidupnya.

“Dua kebudayaan (Melayu dan Tionghoa) memiliki hubungan yang baik, saat orang Melayu merayakan lebaran warga Tionghoa juga ikut serta, begitu pula saat warga Tionghoa merayakan Imlek orang melayu turut bersilaturahmi. “ cerita Parieska

Persentuhan dengan Parieska, kini 24 tahun, dengan Islam telah dimulai sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ia yang berkeyakinan Kong Hu Chu saat itu mengikuti pelajaran Agama Islam karena SD negeri tempat ia belajar tidak menyediakan pilihan agama dalam kurikulum yang ada.
Parieska kecil merasa tak keberatan. Ia malah merasa senang karena tak ada perbedaan dalam pelajaran dengan mayoritas teman-teman sekolah yang beragama Islam. “Ayah saya orang Tionghoa sedangkan ibu beragama katolik, tidak ada kedua agama tersebut dalam kurikulum sekolah saya.” Ujar Parieska.
Ketika ia mempelajari Islam disekolahnya, muncullah ketertarikan terhadap Islam. Bahkan suatu hari ketika mendengar kumandangan adzan magrib ia sangat terpanggil dan ingin ikut melaksanakan ibadah shalat.

Ia sempat pula mengutarakan keinginannya untuk masuk Islam. Tetapi karena Parieska masih SD maka ucapannya tidaklah pernah dianggap serius oleh orang-orang di sekitarnya. “Mungkin saya masih anak kecil” kenangnya

Lulus SD, Parieska melanjutkan ke SMP Swasta. Di sana ia mempelajari agama yang dianut ibunya, Katholik. Rupanya, pelajaran Islam yang ia terima saat SD begitu membekas, hingga Parieska berdebat mengenai konsep trinitas dalam agama tersebut dengan salah satu guru agamanya.

Selama ia mempelajari Katolik, ia sempat ditawari untuk masuk Katolik. Guru juga mengatakan bila Parieska masuk Katolik maka ia tetap diperbolehkan melaksanakan ibadah agama Tionghoa.
“Mereka menganggap Konghucu sama dengan katolik, dengan menjanjikan kebebasan bagi orang Tionghoa dalam menjalankan ibadahnya serta diikuti dengan ibadah digereja. Jadi kedua agama itu tidak ada yang membedakan," tutur Parieska. Namun otak Pareieska sulit menerima logika itu sebab ia  meyakini tuhan mereka jelas berbeda. Kesadaran itu telah dimiliki oleh Parieska bahkan ketika masih SMP.

Kegemarannya membaca buku juga ikut membantu pencarian Parieska. Ia tak pernah berhenti mencari ilmu agama Islam. Ia mempelajari Agama Islam dari Literatur, buku pelajaran hingga ke majalah-majalah Islam. “Saya banyak membaca mengenai kisah hidup orang-orang yang memilih Islam, juga kisah tentang tokoh-tokoh besar yang masuk Islam. Yang semakin memotivasi saya” kisah Parieska.

Banyaknya ilmu yang didapat membuatnya makin yakin dengan ajaran Islam. Ketika ia tak mendapat jawaban masuk akal mengenai ajaran Trinitas, hasrat untuk masuk Islam semakin kuat. Padahal saat itu ia masih terbilang sangat muda

“Sewaktu duduk di bangku SMP saya pernah nekat masuk mushola, karena rasa penasaran saya terhadap Islam” ujar Parieska.

Keingintahuannya akan kebenaran Islam seolah terjawab oleh mimpinya  "Saat itu saya mimpi sujud kearah kiblat dengan berlinang air mata, ketika itu saya merasa sangat tenang dan hati saya sejuk. “ kenang anak kedua dari tiga bersaudara ini

Tangis dalam mimpinya ternyata benar-benar terjadi. Begitu Parieska terbangun ia juga sedang menangis. Setelah kejadian yang tak biasa itu Parieska pun curhat kepada salah seorang teman disekolahnya. Temannya sangat mendukung keinginan Parieska untuk memeluk Islam, bahkan ia menyuruh Parieska untuk segera melaksanakan niatannya itu.

“Saya ingat teman saya bilang ‘Parieska kalau kamu ingin masuk Islam segeralah laksanakan, jangan tungggu lama-lama karena umur tak ada yang tau, bisa saja kamu mati besok dan kamu akan rugi dan sangat menyesal’ perkataan itu yang membulatkan tekad saya” kenangnya

Saat itu juga Parieska menyampaikan keinginannya memeluk Islam kepada salah satu guru agama disekolahnya. Tanpa menunggu lama akhirnya Parieska mengucap dua kalimat syahadat di hadapan teman-temannya. Prosesi sakral itu terlaksana tepat tiga hari sebelum lebaran.

“Ketika itu teman-teman serta guru saya menangis terharu, saya merasa senang telah menjadi bagian dari orang-orang Islam” Ujar Parieska Setelah resmi menjadi seorang Muslim, Parieska mengganti namanya menjadi Abdullah Ramadhan.

Keputusan besar dalam hidupnya itu segera diceritakan kepada orang tuanya, Sang Ayah tak mempermasalahkannya karena ia dianggap sudah dewasa. Tetapi tidak demikian dengan sang ibu, ia sangat menentang keputusan Abdullah.

“Setiap akan belajar bacaan shalat saya selalu mengurung diri dikamar agar tidak terganggu, tetapi ibu saya juga tidak pernah menyerah untuk menghalangi saya mempelajari Islam, acapkali ia menendang pintu kamar saya.” Kenang Abdullah

Dengan tekad kuatnya untuk terus mempelajari Islam, Abdullah takbergeming meski mendapat perlakuan buruk dari ibunya. Namun tak ada sedikitpun rasa benci terhadap ibu yang menentangnya.

"Saya tidak mau menjadi anak yang durhaka. Keinginan saya adalah mangajak ibu memeluk Islam.” Lanjutnya

Meski sering mendapat tekanan dari orang tua, Abdullah tetap mencerminkan sikap anak yang berbakti kepada orang tua, tak pernah ia membentak atau berlaku tidak sopan. Hal itulah yang membuat orang tuanya bisa menerima Abdullah sebagai muslim.

Ilmu agama yang telah didapat Abdullah membuatnya mampu mengajak kakaknya untuk memeluk Islam di tahun 2005. “Tidak hanya kakak saja, adik saya yang baru pulang setelah menjalankan misi gereja saya ajak berdialog mengenai Islam dan akhirnya ia memilih Islam. Alhamdulilah kami bertiga sudah Islam” ujarnya.

Tak ada kata berhenti bagi Abdullah dalam mempelajari Islam, Saat ini ia telah hapal 2 juz al-Quran. Hanya satu keinginan besar Abdullah yang ingin ia tunaikan yakni mengajak orang tuanya masuk Islam. Ia mengaku akan berupaya mewujudkan setelah merasa cukup ilmu serta mampu membina kedua orang tuanya.
zumber:http://bit.ly/i9BD06