Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Rabu, 26 Oktober 2011

Keutamaan Puasa sebelum Idul Adha




 
Foto bersama para guru majlis Az Zikra selesai kajian Halaqoh Subuh.

K. H. Muhammad Arifin Ilham : Keutamaan Puasa sebelum Idul Adha dan Mengapa Hari Arafah di Indonesia dan di Arab berbeda?


Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu.
Perbedaan mathla' tempat terbitnya hilal maka terjadilah perbedaan waktu ibadah, puasa, Idul Fitri dan Idul Adha.
Sangat wajar terjadi perbedaan negeri kita tercinta ini dengan negeri lain.
Demikian pula perbedaan penafsiran puasa Arafah, apakah puasa saat wukuf bagi yang tidak berhaji atau Hari Arafah yang jatuh tanggal 9 Dzulhijjah.
Sahabatku,perdebatan perbedaan para ulama yang semua faqih, alim dan sangat sholeh menunjukkan keluasan, kedalaman dan kemuliaan Islam, yang terpenting adalah menyikapi perbedaan itu.
Toh semua hasil ijtihad dari para fuqoha ulama itu juga bernilai pahala.
Dari ‘Amru bin Al-‘Aash, Rasulullah bersabda: “Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala” (HR Al-Bukhari 13/268 dan Muslim no. 1716).
Setelah bermusyawarah dengan Dewan Syariah Majlis Az Zikra hasil keputusan semua sama mengikuti keputusan MUI dan Pemerintah yang bergabung di dalamnya para jumhur fuqoha ulama.
InsyaAllah abang puasa arafahnya hari Sabtu, karena berita gembira dari Rasulullah, "Puasa hari Arofah aku berharap kepada Allah agar penebus (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya" (HR Muslim no 197).
Dan berlebaran Idul Adha hari ahad. Kalau sahabat FBku berbeda pendapat i love you karena Allah.
Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan selalu tautkan hati kita saling cinta selalu karena Allah...aamiin. 



K. H. Muhammad Arifin Ilham
Penetapan Idul Adha antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi berbeda.
Potensi masalah yang bakal muncul adalah, pelaksanaan puasa Arafah (9 Zulhijah).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat tidak bingung dan konsisten jika merujuk pada ketetapan pemerintah.
Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat 24 September lalu menetapkan Idul Adha 2014 (10 Zulhijah) jatuh pada Minggu, 5 Oktober.
Sehingga puasa Arafah dilaksanakan pada Sabtu, 4 Oktober.
Umumnya puasa Arafah ini dikenal masyarakat sebagai ibadah yang berbarengan dengan kegiatan wukuf jamaah haji di Arab Saudi.
Potensi masalah muncul ketika pemerintah Saudi melalui ummul qura menetapkan Idul Adha 2014 jatuh pada Sabtu, 4 Oktober. Sedangkan wukuf di Padang Arafah dilaksanakan pada Jumat, 3 Oktober.

Itu artinya ketika masyarakat Indonesia, yang merujuk keputusan pemerintah, menjalankan puasa Arafah pada Sabtu, 4 Oktober, jamaah haji di Saudi sudah melaksanakan wukuf. Jadi tidak ada kecocokan hari antara puasa Arafah versi pemerintah Indonesia dengan pelaksanaan wukuf di Padang Arafah.
MUI mencoba menengahi potensi polemik itu. Pimpinan MUI pusat Anwar Abbas mengatakan, patokan pelaksanaan puasa Arafah itu adalah dilaksanakan pada 9 Zulhijah.
"Apakah itu 9 Zulhijah-nya jatuh pada 3 Oktober atau 4 Oktober, mengacu pada keputusan yang dipilih masyarakat masing-masing," jelas dia kemarin.

Ketika masyarakat berkeyakinan atau mengikuti keputusan pemerintah bahwa Idul Adha (10 Zulhijah) jatuh pada Minggu, 5 Oktober, maka tetap melaksanakan puasa Arafah pada Sabtu, 4 Oktober. Masyarakat tidak perlu risau, meski pada 4 Oktober itu jamaah haji sudah selesai menjalankan wukuf.
Dia menegaskan bahwa pelaksanaan puasa Arafah bukan ibadah puasa yang mengacu pada pelaksanaan wukuf. Tetapi ibadah puasa yang dilaksanakan setiap 9 Zulhijah. Abbas memberikan contoh ekstrim.
Misalnya di Makkah, khususnya di Arafah terjadi bencana alam besar sampai-sampai wukuf tidak bisa dilaksanakan.
"Kalau itu terjadi, apakah kita lantas tidak puasa Arafah? Ya kita tetap puasa Arafah. Karena puasa Arafah tidak terkait dengan pelaksanaan wukuf," jelasnya.



 Buya Yahya : Mengapa Hari Arafah di Indonesia dan di Arab berbeda? 

Simak penjelasannya oleh Buya Yahya - Perbedaan Penetapan 9 Arofah dan Idul Adha
 



Nasehat Buya Yahya
Silaturahmi jasad yang tidak dibarengi silaturahmi hati hanya akan tambah merusak hati. Alangkah banyak orang bersilaturahmi jasad dan di saat berpisah justru mendapatkan bahan baru untuk menggunjing, menbenci dan mendengkinya buah dari yang dilihat saat bertemu.



Sampaikan kepada yang lain...
Rosululloh SAW bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya." HR. Imam Muslim

Habib Umar bin Hafidz:"jadikanlah televisi,handphone,internet dan alat-alat lainya sebagai pelayan dan pembantu untuk agamamu ,jika tidak,alat-alat itu akan menghancurkan dirimu sedangkan engkau akan tertawa karena tidak menyadarinya,ia akan merusak hatimu,akalmu,akhlakmu,dan fikiranmu,tanpa engkau menyadarinya,engkau tertawa bahagia padahal alat-alat itu telah merusak hal-hal paling berharga yang kau miliki".

 


PENTING : jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya,
melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”

(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)




                                    
                                       
Keutamaan Puasa sebelum Idul Adha
Puasa sebelum Idul Adha disebut juga dengan puasa Arafah. Karena dilakukan pada saat jutaan jamaah haji berkumpul melaksanakan wukuf di padang Arafah. Wukuf sendiri merupakan ibadah wajib karena merupakan bagian dari rukun haji yang harus dipenuhi para calon haji. yang merupakan puncak penyempurnaan ibadah haji dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender Islam. Pada saat inilah umat muslim yang tidak melaksanakan wukuf dianjurkan untuk berpuasa, termasuk kita yang berada di tanah air.


Hadits puasa sebelum Idul Adha
Puasa sebelum idul adha adalah ibadah yang sangat dianjukan oleh Rasulullah Saw. Bagi kaum muslimin puasa satu hari sebelum lebaran haji ini, hukumnya sunnah muakkad (sangat ditekankan). Artinya, meskipun puasa sebelum hari raya qurban ini bersifat sunnah, namun demikian sangat-sangat dianjurkan dan diutamakan untuk dilaksanakan,strongly recommended. Bagi mereka yang menunaikan ibadah puasa Arafah akan didoakan Nabi Muhammad Saw agar Allah menghapus dosa-dosanya selama dua tahun, yakni; satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw yang artinya: Puasa satu hari Arafah, aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari  Asyura (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah,Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.(HR. Muslim, no1162, dari Abu Qatadah).
Dari Abu Qatadah Radhiyallahuanhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam pernah ditanya tentang puasa pada hari Arafah, beliau bersabda: Ia (Puasa Arafah itu) menggugurkan dosa-dosa satu tahun sebelumnya dan setelahnya.(HR. Muslim 1162)
Tidak makan dan tidak minum juga dilakukan Rasulullah Saw sebelum melaksanakan sholat Idul Adha di lapangan. Ini adalah kebiasaan Nabi Saw seperti yang tertuang dalam hadits berikut:jika sebelum berangkat shalat Idul Fitri Rasulullah SAW sarapan dahulu maka sebelum shalat Idul Adha, Rasul tidak sarapan dan beliau baru makan sepulang melaksanakan shalat (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Jangan Puasa di hari Tasyrik
Selain puasa, beberapa amalan yang dianjurkan dalam rangka merayakan Idul Adha adalah: menggemakan takbir dan menyembelih hewan kurban yang dilaksanankan setelah sholat Id hingga tiga hari setelah 10 Dzulhijjah yakni tanggal:11, 12 dan 13. Dimana pada hari-hari itu umat Islam diharamkan berpuasa karena merupakan hari Tasyrik.Rasulullah Saw telah mengutus Abdullah Bin Huzhaqah untuk mengumumkan di Mina: Kamu dilarang berpuasa pada hari-hari ini (hari tasyrik). Ia adalah hari untuk makan dan minum serta mengingat Allah.(Hadith Riwayat Imam Ahmad, sanadnya hasan
 

Jika puasa sebelum Idul Adha ialah sangat dianjurkan, maka berpuasa pada hari tasyrik adalah dilarang sama halnya dengan puasa di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.Rasulullah Saw melarang puasa pada dua hari, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. (Hadith Riwayat Imam Muslim, Ahmad, an-Nasaie, Abu Dawud).



Puasa Arafah Berbeda dengan Hari Arafah
Jika terjadi perbedaan dalam menentukan tanggal 9 Dzulhijjah, antara pemerintah Indonesia dengan Saudi, mana yang harus diikuti? Kami bingung dalam menentukan kapan puasa arafah?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du

Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini,

Pertama, puasa arafah mengikuti wuquf di arafah.

Ini merupakan pendapat Lajnah Daimah (Komite Fatwa dan Penelitian Ilmiyah) Arab Saudi. Mereka berdalil dengan pengertian hari arafah, bahwa hari arafah adalah hari dimana para jamaah haji wukuf di Arafah. Tanpa memandang tanggal berapa posisi hari ini berada.
 

Dalam salah satu fatwanya tentang perbedaan tanggal antara tanggal 9 Dzulhijjah di luar negeri dengan hari wukuf di arafah di Saudi, Lajnah Daimah menjelaskan,
 

Hari arafah adalah hari dimana kaum muslimin melakukan wukuf di Arafah. Puasa arafah dianjurkan, bagi orang yang tidak melakukan haji. Karena itu, jika anda ingin puasa arafah, maka anda bisa melakukan puasa di hari itu (hari wukuf). Dan jika anda puasa sehari sebelumnya, tidak masalah. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 4052)
 

Kedua, puasa arafah sesuai tanggal 9 Dzulhijjah di daerah setempat

Karena penentuan ibadah yang terkait dengan waktu, ditentukan berdasarkan waktu dimana orang itu berada. Dan hari arafah adalah hari yang bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Sehingga penentuannya kembali kepada penentuan kalender di mana kaum muslimin berada.

 

Pendapat ini ditegaskan oleh Imam Ibnu Utsaimin. Beliau pernah ditanya tentang perbedaan dalam menentukan hari arafah. Kita simak keterangan beliau,

Yang benar, semacam ini berbeda-beda, sesuai perbedaan mathla’ (tempat terbit hilal). Sebagai contoh, kemarin hilal sudah terlihat di Mekah, dan hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sementara di negeri lain, hilal terlihat sehari sebelum Mekah, sehingga hari wukuf arafah menurut warga negara lain, jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka pada saat itu, tidak boleh bagi mereka untuk melakukan puasa. Karena hari itu adalah hari raya bagi mereka.

 

Demikian pula sebaliknya, ketika di Mekah hilal terlihat lebih awal dari pada negara lain, sehingga tanggal 9 di Mekah, posisinya tanggal 8 di negara tersebut, maka penduduk negara itu melakukan puasa tanggal 9 menurut kalender setempat, yang bertepatan dengan tanggal 10 di Mekah. Inilah pendapat yang kuat. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Apabila kalian melihat hilal, lakukanlah puasa dan apabila melihat hilal lagi, (hari raya), jangan puasa. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, volume 20, hlm. 28)

Dari keterangan di atas, kita bisa memahami bahwa perbedaan penentuan hari arafah, kembali kepada dua pertimbangan:

Pertama, apakah perbedaan tempat terbit hilal (Ikhtilaf Mathali’) mempengaruhi perbedaan dalam penentuan tanggal ataukah tidak.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam menentukan tanggal awal bulan, kaum muslimin di seluruh dunia disatukan. Sehingga perbedaan tempat terbit hilal tidak mempengaruhi perbedaan tanggal.

Sementara sebagian ulama berpendapat bahwa perbedaan mathali’ mempengaruhi perbedaan penentuan awal bulan di masing-masing daerah. Ini meruakan pendapat Ikrimah, al-Qosim bin Muhammad, Salim bin Abdillah bin Umar, Imam Malik, Ishaq bin Rahuyah, dan Ibnu Abbas.  (Fathul Bari, 4/123).

 

Dari dua pendapat ini, insyaaAllah yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat kedua. Adanya perbedaan tempat terbit hilal, mempengaruhi perbedaan penentuan tanggal. Hal ini berdasarkan riwayat dari Kuraib – mantan budak Ibnu Abbas –, bahwa Ummu Fadhl bintu al-Harits (Ibunya Ibnu Abbas) pernah menyuruhnya  untuk menemui Muawiyah di Syam, dalam rangka menyelesaikan suatu urusan.

Kuraib melanjutkan kisahnya,

Setibanya di Syam, saya selesaikan urusan yang dititipkan Ummu Fadhl. Ketika itu masuk tanggal 1 ramadhan dan saya masih di Syam. Saya melihat hilal malam jumat. Kemudian saya pulang ke Madinah. Setibanya di Madinah di akhir bulan, Ibnu Abbas bertanya kepadaku

“Kapan kalian melihat hilal?” tanya Ibnu Abbas.

“kami melihatnya malam jumat.” Jawab Kuraib.

“Kamu melihatnya sendiri?” tanya Ibnu Abbas.

“Ya, saya melihatnya dan  masyarakatpun melihatnya. Mereka puasa dan Muawiyahpun puasa.” Jawab Kuraib.

Ibnu Abbas menjelaskan,

“Kalau kami melihatnya malam sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”

Kuraib bertanya lagi,

“Mengapa kalian tidak mengikuti rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah?”

Jawab Ibnu Abbas,

“Tidak, seperti ini yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami.” (HR. Muslim 2580, Nasai 2111, Abu Daud 2334, Turmudzi 697, dan yang lainnya).

Kedua, batasan hari arafah

Sebagian ulama menyebutkan bahwa puasa arafah adalah puasa pada hari di mana jamaah haji melakukan wukuf di arafah. Tanpa mempertimbangkan perbedaan tanggal dan waktu terbitnya hilal.

Sementara ulama lain berpendapat bahwa hari arafah adalah hari yang bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Sehingga sangat memungkinkan masing-masing daerah berbeda.

Ada satu pertimbangan sehingga kita bisa memilih pendapat yang benar dari dua keterangan di atas. Terlepas dari kajian ikhtilaf mathali’ (perbedaan tempat terbit hilal) di atas.

Kita sepakat bahwa islam adalah agama bagi seluruh alam. Tidak dibatasi waktu dan zaman, sebelum tiba saatnya Allah mencabut islam. Dan seperti yang kita baca dalam sejarah, di akhir dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, islam sudah tersebar ke berbagai penjuru wilayah, yang jarak jangkaunya cukup jauh. Mekah dan Madinah kala itu ditempuh kurang lebih sepekan. Kemudian di zaman para sahabat, islam telah melebar hingga dataran syam dan Iraq. Dengan alat transportasi masa silam, perjalanan dari Mekah menuju ujung wilayah kaum muslimin, bisa menghabiskan waktu lebih dari sebulan.

Karena itu, di masa silam, untuk mengantarkan sebuah info dari Mekah ke Syam atau Mekah ke Kufah, harus menempuh waktu yang sangat panjang. Berbeda dengan sekarang, anda bisa menginformasikan semua kejadian yang ada di tanah suci ke Indonesia, hanya kurang dari 1 detik. Sehingga orang yang berada di tempat sangat jauh sekalipun, bisa mengetahui kapan kegiatan wukuf di arafah, dalam waktu sangat-sangat singkat.

Di sini kita bisa menyimpulkan, jika di masa silam standar hari arafah itu mengikuti kegiatan jamaah haji yang wukuf di arafah, tentu kaum muslimin yang berada di tempat yang jauh dari Mekah, tidak mungkin bisa menerima info tersebut di hari yang sama, atau bahkan harus menunggu beberapa hari.

Jika ini diterapkan, tentu tidak akan ada kaum muslimin yang bisa melaksanakan puasa arafah dalam keadaan yakin telah sesuai dengan hari wukuf di padang arafah. Karena mereka yang jauh dari Mekah sama sekali buta dengan kondisi di Mekah.

Ini berbeda dengan masa sekarang. Hari arafah sama dengan hari wukuf di arafah, bisa dengnan mudah diterapkan. Hanya saja, di sini kita berbicara dengan standar masa silam dan bukan masa sekarang. Karena tidak boleh kita mengatakan, ada satu ajaran agama yang hanya bisa diamalkan secara sempurna di zaman teknologi, sementara itu tidak mungkin dipraktekkan di masa silam.

Oleh karena itu, memahami pertimbangan di atas, satu-satunya yang bisa kita jadikan acuan adalah penanggalan. Hari arafah adalah hari yang bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah, dan bukan hari jamaah haji wukuf di Arafah. Dengan prinsip ini, kita bisa memahammi bahwa syariat puasa arafah bisa dipraktekkan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia tanpa mengenal batas waktu dan tempat.

Allahu a’lam

Kiat – kiat  memiilih suami sholeh
1.Faham dan mengamalkan ALQUR'AN dan ASSUNNAH,minimal sholat 5 wajib dan puasanya,
2.Akhlaknya santun dan rendah hati,
3.Tidak mau berduaan dan tidak mau mnyentuhmu sampai ALLAH halalkan,
4.Pekerja aktif pada rizki yang halal,
5.Figur penyayang pada ortu,kakak adik dan sanak familinya,
6.Pribadi yang mnyenangkn dan disenangi para syahabatnya,
7.Sangat hormat pendapat dan keluargamu.Kalau bertemu cowok sholeh ini,terimalah lamarannya!.

Kiat-kiat memilih istri sholehah
1.Faham dan mengamalkan ALQUR'AN dan ASSUNAH,
2.Auratnya terjaga,
3.Tidak mau berduaan apalagi disentuh,
4.Penyayang pada ortu,kakak adik dan sanak familinya,
5.Kalau bicara menundukkan wajahnya,santun dan rendah hati,
6.Tidak suka banyak bicara,jauh dari sifat genit,
7.Terpelajar,
8.Para syahabatnya menyenanginya,
9.Tidak suka pacaran,maunya segera dinikahi,
10.Tidak menentukan harga mahar,
11.Menerimamu karena istiharahnya.




Nasehat Buya Yahya
Silaturahmi jasad yang tidak dibarengi silaturahmi hati hanya akan tambah merusak hati. Alangkah banyak orang bersilaturahmi jasad dan di saat berpisah justru mendapatkan bahan baru untuk menggunjing, menbenci dan mendengkinya buah dari yang dilihat saat bertemu.




Rosululloh SAW Bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya".
(HR. Imam Muslim)

Habib Umar bin Hafidz:"jadikanlah televisi,handphone,internet dan alat-alat lainya sebagai pelayan dan pembantu untuk agamamu ,jika tidak,alat-alat itu akan menghancurkan dirimu sedangkan engkau akan tertawa karena tidak menyadarinya,ia akan merusak hatimu,akalmu,akhlakmu,dan fikiranmu,tanpa engkau menyadarinya,engkau tertawa bahagia padahal alat-alat itu telah merusak hal-hal paling berharga yang kau miliki".

Sayangilah Ibu dan Bapak kita Sampai Akhir Hayat Mereka     

You might also like:
TERJEMAHAN  ALQUR’AN 30 JUZ
3.     SURAT 4. AN NISAA'
5.     SURAT 6. AL AN'AAM
6.     SURAT 7. AL A'RAAF


                                    
                                       

PENTING : jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya,
melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)