Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Senin, 16 September 2013

Asuransi Syariah?Benarkah Sesuai Syariah?Mari Kita Kupas Tuntas!!!!






Dimana letak syariahnya asuransi prudential syariah?
Pru Syariah merupakan program dari PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Program ini mulai diluncurkan oleh Prudential Indonesia pada tahun 2007, sebagai sebuah solusi akan kebutuhan produk proteksi (asuransi) sekaligus investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Prinsip-Prinsip Pru Syariah
A. Tabbaru
Merupakan konsep dasar dari asuransi syariah. Dewan Syariah Nasional MUI menetapkan bahwa akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.

Dalam akad Tabarru’, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’). Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.'

Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka dana tersebut akan disimpan sebagian sebagai dana cadangan (30 %) dan sisanya dibagikan kepada perusahaan asuransi sebagai pengelola (14 %) dan sisanya (56 %) dibagikan kepada para peserta (yang memenuhi syarat, yaitu yang tidak melakukan klaim asuransi pada periode tersebut) sebagai surplus sharing. Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka Prudential menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman). Pengembalian dana qardh kepada perusahaan disisihkan dari dana tabarru’.

Prinsip akad tabbaru ini sesuai dengan
fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 53/DSN-MUI/III/2006.
B. Takaful
Takaful berarti saling menanggung (risk sharing) dimana jika salah satu peserta terkena musibah, maka peserta lain secara bersama-sama akan menanggung resiko peserta tersebut, yang dalam hal ini dilakukan melalui dana tabbaru yang terkumpul.

C. Halal
Dana yang terkumpul (dana tabbaru) dikelola oleh perusahaan pada instrumen-instrumen investasi yang halal saja seperti pada instrumen saham kelompok Jakarta Islamic Index, Obligasi Syariah (sukuk) dan lain-lain.


Prudential Indonesia
Berdiri sejak tahun 1995, PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) merupakan bagian dari Prudential plc, London, Inggris. Di Asia, Prudential Indonesia menginduk pada kantor regional Prudential Corporation Asia (PCA), yang berkedudukan di Hong Kong yang mengelola aset lebih dari £245 miliar (Rp 4,115 triliun) per 30 Juni 2009. Dengan menggabungkan pengalaman internasional Prudential di bidang asuransi jiwa dengan pengetahuan tata cara bisnis lokal, Prudential Indonesia memiliki komitmen untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Prudential Indonesia adalah pemimpin pasar dalam penjualan produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi (unit link) pertamanya di tahun 1999. Sebagai pemimpin pasar, Prudential Indonesia selalu berusaha untuk menyediakan produk unit link yang dirancang untuk memenuhi dan melengkapi kebutuhan nasabahnya, dalam setiap tahap kehidupan, mulai dari usia kerja, pernikahan, kelahiran anak, pendidikan anak, dan masa pensiun.

Prudential Indonesia Unit Syariah
Sejak September 2007, Prudential Indonesia meluncurkan produk unit link berbasis syariah, yaitu PruLink Syariah. Meskipun baru diluncurkan pada tahun 2007, unit syariah prudential mampu untuk memperoleh prestasi yang luar biasa, diantaranya :
  • Islamic Financial Award & Cup 2009, untuk peringkat teratas dalam kategori Asuransi Jiwa Cabang Syariah dengan Pengelolaan Risiko Yang Paling Baik dan kategori Asuransi Jiwa Cabang Syariah Yang Paling Ekspansif.
  • Penghargaan khusus dari Majalah Investor dalam acara "Best Syariah 2009". Penghargaan khusus tersebut diberikan atas kinerja Prudential yang mampu membukukan pertumbuhan premi syariah terbesar dalam tempo singkat.

Hukum Asuransi (Versi Muslim.Or.Id)
Kategori: Fiqh dan Muamalah
Seakan-akan masa depan seseorang selalu suram. Akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang selalu dijadikan solusi untuk masa depan? Ulasan sederhana kali ini akan mengulas mengenai asuransi dan bagaimanakah seharusnya kita bersikap.

Mengenal Asuransi

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. (Wikipedia)

Berbagai Alasan Terlarangnya Asuransi

Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan atau spekulasi tinggi).

Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:

1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya. Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.

Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).

2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi berdasarkan keumuman ayat,


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.

3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi  yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan). Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ (kesepakatan ulama).

4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda” (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan tiga permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam, seperti lomba untuk menghafal Al Qur’an dan lomba menghafal hadits. Sedangkan asuransi tidak termasuk dalam hal ini.

5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal  balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29). Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.

6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.

[Dikembangkan dari penjelasan Majlis Majma Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]

“Masa Depan Selalu Suram” Ganti dengan “Tawakkal”

Dalam rangka promosi, yang ditanam di benak kita oleh pihak asuransi adalah masa depan yang selalu suram. “Engkau bisa saja mendapatkan kecelakaan”, “Pendidikan anak bisa saja membengkak dan kita tidak ada persiapan”, “Kita bisa saja butuh pengobatan yang tiba-tiba dengan biaya yang besar”. Itu slogan-slogan demi menarik kita untuk menjadi nasabah di perusahaan asuransi. Tidak ada ajaran bertawakkal dengan benar. Padahal tawakkal adalah jalan keluar sebenarnya dari segala kesulitan dan kekhawatiran masa depan yang suram. Karena Allah Ta’ala sendiri yang menjanjikan,


“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath Tholaq: 2-3).

Tawakkal adalah dengan menyandarkan hati kepada Allah Ta’ala. Namun bukan cukup itu saja, dalam tawakkal juga seseorang mengambil sebab atau melakukan usaha. Tentu saja, sebab yang diambil adalah usaha yang disetujui oleh syari’at. Dan asuransi sudah diterangkan adalah sebab yang haram, tidak boleh seorang muslim menempuh jalan tersebut. Untuk membiayai anak sekolah, bisa dengan menabung. Untuk pengobatan yang mendadak tidak selamanya dengan solusi asuransi kesehatan. Dengan menjaga diri agar selalu fit, juga persiapan keuangan untuk menjaga kondisi kecelakaan tak tentu, itu bisa sebagai solusi dan preventif yang halal. Begitu pula dalam hal kecelakaan pada kendaraan, kita mesti berhati-hati dalam mengemudi dan hindari kebut-kebutan, itu kuncinya.

Yang kami saksikan sendiri betapa banyak kecelakaan terjadi di Saudi Arabia dikarenakan banyak yang sudah mengansuransikan kendaraannya. Jadi, dengan alasan “kan, ada asuransi”, itu jadi di antara sebab di mana mereka asal-asalan dalam berkendaraan. Jika mobil rusak, sudah ada ganti ruginya. Oleh karenanya, sebab kecelakaan meningkat bisa jadi pula karena janji manis dari asuransi.

Ingatlah setiap rizki tidak mungkin akan luput dari kita jika memang itu sudah Allah takdirkan. Kenapa selalu terbenak dalam pikiran dengan masa depan yang suram? Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).

Penutup
Dari penjelasan di atas tentu saja kita dapat menyimpulkan haramnya asuransi, apa pun jenisnya jika terdapat penyimpangan-penyimpangan di atas meskipun mengatasnamakan “asuransi syari’ah” sekali pun. Yang kita lihat adalah hakekatnya dan bukan sekedar nama dan slogan. Seorang muslim jangan tertipu dengan embel syar’i belaka. Betapa banyak orang memakai slogan “syar’i”, namun nyatanya hanya sekedar bualan.

Nasehat kami, seorang muslim tidak perlu mengajukan premi untuk tujuan asuransi tersebut. Klaim yang diperoleh pun jelas tidak halal dan tidak boleh dimanfaatkan. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa mendapatkannya dan sudah terikat dalam kontrak kerja, maka hanya boleh memanfaatkan sebesar premi yang disetorkan semacam dalam asuransi kesehatan dan tidak boleh lebih dari itu. Jika seorang muslim sudah terlanjur terjerumus, berusahalah meninggalkannya, perbanyaklah istighfar dan taubat serta perbanyak amalan kebaikan. Jika uang yang ditanam bisa ditarik, itu pun lebih ahsan (baik).

Catatan: Asuransi yang kami bahas di atas adalah asuransi yang bermasalah karena terdapat pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang telah disebutkan. Ada asuransi yang disebut dengan asuransi ta’awuni yang di dalamnya hanyalah tabarru’at (akad tolong menolong) dan asuransi seperti ini tidaklah bermasalah. Barangkali perlu ada bahasan khusus untuk mengulas lebih jauh mengenai asuransi tersebut. Semoga Allah mudahkan dan memberikan kelonggaran waktu untuk membahasnya.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi: Akhthou Sya-i’ah fil Buyu’, Sa’id ‘Abdul ‘Azhim, terbitan Darul Iman.
Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 21 Rabi’uts Tsani 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Hukum Asuransi — Muslim.Or.Id'

Hukum asuransi dalam Islam(versi Arrahmah.com)


(Arrahmah.com) – Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal dunia. Resiko yang mengancam manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi itu semua, manusia berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi. Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer yang belum ada pada zaman nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan tentang hukumnya di dalam Islam

Pengertian Asuransi

Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta'min, berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 )  Dinamakan at Ta'min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
" Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan "

Macam-macam Asuransi

Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I. Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi :
1.    Asuransi Pribadi ( Ta'min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial
2.    Asuransi Sosial ( Ta'min  Ijtima'i ) , yaitu asuransi ( jaminan )  yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan  dan lain-lain.   [1]
Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis asuransi yang memberikan  kepastian / jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan.
Proteksi mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan. [2]
II. Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi ditinjau dari bentuknya dibagi menjadi dua :
1.    Asuransi Takaful atau Ta'awun. ( at Ta'min at Ta'awuni )
2.    Asuransi Niaga ( at Ta'min at Tijari ) ini mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III. Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran ditinjau dari aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta'min al Adhrar )
Asuransi Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta'min al Askhas )
Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari nasabah tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk  [3] :
1.       Term assurance (Asuransi Berjangka)
Term assurance adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance)  :
  • Usia Tertanggung 30 tahun
  • Masa Kontrak 1 tahun
  • Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
  • Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
  • Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
  • Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.       Whole Life Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup)
Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3.       Endowment Assurance (Asuransi Dwiguna)
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah ditetapkan.
Contoh Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)
  • Usia Tertanggung 30 tahun
  • Masa Kontrak 10 tahun
  • Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
  • Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
  • Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
  • Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak  pertama (50%)
1.      Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.      Bila tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan sebesar 100 juta
IV. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan, maka menjadi :
1.    Asuransi Konvensional
2.    Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator. [4]

Hukum Asuransi

Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :

Pertama : Ansuransi Ta'awun

Untuk asuransi ta'awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut [5] :
1.       Asuransi Ta'awun termasuk akad tabarru' (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang  menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta'awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan  ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
2.    Asuransi Ta'awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi'ah, karena memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.
3.     Ketidaktahuaan para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan perjudian.
4.    Adanya beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini, baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.

Kedua : Asuransi Sosial

Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
1.       Asuransi sosial ini tidak termasuk akad mu'awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan kerjasama untuk saling membantu.
2.    Asuransi sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan  hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.

Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga

Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut [6] :
Pertama: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang akan dia berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad  secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
" Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan." ( HR Muslim, no : 2787  )
Kedua: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung unsur mukhatarah  ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi uang,  juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." ( QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi'ah sekaligus. Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta (penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk riba nasi'ah. Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi'ah. Dan kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para ulama.
Keempat: Akad Asuransi Bisnis juga mengandung unsur  rihan ( taruhan )  yang diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta  perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
" Tidak ada perlombaan  kecuali dalam hewan yang bertapak kaki ( unta ), atau  yang berkuku ( kuda ), serta memanah." ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian Asuransi Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh syara'. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya dan tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar bentuk perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan akan  bertanggungjawab terhadap bahaya yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional.[7]
Adapun perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut :
1.       Dari Sisi Prinsip Dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua- duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi risiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling menanggung risiko antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut dengan at takaful dan at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan ( pengelola ), yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai peserta akan ditanggung secara penuh oleh pengelola.
2.    Dari Sisi Akad
Pada bagian tertentu ausransi syariah akadnya adalah tabarru' ( sumbangan kemanusiaan ) dan ta'awun ( tolong menolong ), serta akad wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi konvensional, akadnya adalah jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
3.     Dari Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan nasabah kepada perusahaan ( premi ) menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh, khususnya jika peserta tidak melakukan klaim apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang digaji oleh peserta, atau yang sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al Ajri. Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad mudharabah ( bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus pengelolaan dana tabarru'nya kepada peserta selama tidak ada klaim pada masa asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
4.    Dari sisi obyek
Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak syariah.  Adapun Asuransi Konvensional tidak membedakan obyek yang haram atau halal, yang penting mendatangkan keuntungan.
5.     Dari Sisi Investasi Dana.
Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil. Adapun asuransi konvensional pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang banyak mengandung riba dan spekulatif ( gharar ).
6.     Dari Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan dari rekening tabarru' ( dana sosial ) dari seluruh peserta, yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan saling tolong menolong bila terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim, maka secara otomatis menjadi pengeluaraan perusahaan.
7.    Dari Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di dapatkan pada asuransi konvensional.
8.     Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak dikenal istilah zakat.

Perkembangan Asuransi di Indonesia [8]
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di atas.  Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi konvensional berkembang pesat hingga  tahun 2005 telah tercatat sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo ), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia baru muncul pada 24 Pebruari tahun 1994, yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi konvensional yang berpindah menjadi asuransi Syariat secara total atau memiliki dual programme, yaitu menjual produk-produk konvensional dan syariat dalam satu waktu  . Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah  PT Asuransi Takaful Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.   Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.*

Catatan Kaki:
[1] DR, Syekh Husain bin Muhammad al Malah, Al fatwa Nasyatuha wa Tathuwuruha, Hal. 909
[2] http://www.asuransicerdas.com/
[3] http://pojokasuransi.com
[4] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, hal : 2
[5] Keputusan Majma' Fiqh al Islami,  pada pertemuan pertamanya yang diadakan pada tanggal 10 – 17 Sya'ban 1398 H di pusat Rabithah al-Alam al-Islami, Makkah al-Mukarramah,  dan Keputusan Hai'ah Kibaril Ulama di Kerajaan Saudi Arabia pada pertemuan ke sepuluh di kota Riyadh tanggal 4/4/1397 H, dengan SK nomor 51. Begitu juga keputusan Muktamar Majma' al Buhuts al Islamiyah di Kairo, tahuan 1392/ 1972.
[6] Prof. Dr. Husain Husain Sahatah, Asuransi Dalam Prespektif Syariah, Hal. 9- 12 Majma' Fiqh al Islami,  pada pertemuan per-tamanya yang diadakan pada tanggal 10 Sya'ban 1398 M di Makkah al-Mukarramah di pusat Rabithah al-Alam al-Islami Majelis Kibaril Ulama di Kerajaan Saudi Arabia pada pertemuan ke sepu-luh di kota Riyadh tanggal 4/4/97 M, dengan SK nomor 55,
[7] Prof. Dr. Drs. M. Amin Summa, SH, MA, MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Hal 60-65, Prof. Dr. Husain Husain Sahatah, Asuransi Dalam Prespektif Syariah, Hal. 163, Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, hal : 2-5
[8] Prof. Dr. Drs. M. Amin Summa, SH, MA, MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Hal 69-73

Penulis: DR. Ahmad Zain An-Najah
dikutip dari : http://arrahmah.com


Hukum Asuransi Syariah(Versi Hizbut Tahrir)

apa hukumnya asuransi syariah?Apakah memang sudah sesuai syariah? (Farid Ma’ruf, Bantul).
Jawab :
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ (hibah) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah, yaitu akad yang tak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan/ kezaliman, suap, barang haram dan maksiat. (Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/IX/2001, hlm. 5; Al Ma’ayir Al Syar’iyah, AAOIFI, 2010, hlm. 376).
Dalil-dalil asuransi syariah antara lain dalil tolong menolong (QS Al Maidah : 2) dan dalil tabarru’ (hibah). Ada dalil hadis yang diklaim sebagai dasar asuransi syariah, yakni hadis tentang Kaum Asy’ariyin. Dari Abu Musa Asy’ari RA, ia berkata,”Nabi SAW bersabda,’Kaum Asy’ariyin jika mereka kehabisan bekal dalam peperangan atau jika makanan keluarga mereka di Madinah menipis, mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu wadah, mereka itu bagian dariku dan aku pun bagian dari mereka (HR Muttafaq ‘alaih). (Abdus Sattar Abu Ghuddah, Nizham At Ta`min At Takafiuli min Khilal Al Waqf, hlm. 3).
Dalam asuransi syariah tanpa tabungan (non saving), seluruh premi yang dibayarkan peserta asuransi menjadi dana tabarru’ (hibah), yang dikelola oleh perusahaan asuransi berdasar akad wakalah bil ujrah. Peserta mendapat dana pertanggungan dari dana tabarru’ tersebut.
Sedang dalam asuransi syariah dengan tabungan (saving), premi yang dibayarkan dibagi dua; (1) dana untuk tabarru’, dan (2) dana untuk investasi. Dana tabarru’ dikelola perusahaan asuransi yang mendapat ujrah (fee) berdasar akad wakalah bil ujrah. Peserta mendapat dana pertanggungan dari dana tabarru’ tersebut. Dana investasi dikelola perusahaan asuransi dengan akad mudharabah / musyarakah.
Menurut kami, asuransi syariah ini hukumnya haram, karena 4 (empat) alasan sbb : Pertama, dalil hadis Asy’ariyin yang digunakan tak tepat. Sebab dalam hadis tersebut, bahaya terjadi lebih dahulu, baru terjadi proses ta’awun (tolong menolong). Sedang pada asuransi syariah, ta’awun dilakukan lebih dahulu, padahal bahayanya belum terjadi sama sekali. Menurut Syaikh ‘Atha` Abu Rasyta, menggunakan hadis Asy’ariyin sebagai dasar asuransi syariah adalah istidlal yang keliru. (Ajwibatu As`ilah, 7/6/2010).
Kedua, akad hibah (tabarru’) dalam asuransi ayariah tak sesuai dengan pengertian hibah. Sebab hibah dalam pengertian syar’i adalah memberikan kepemilikan tanpa kompensasi (tamliik bilaa ‘iwadh). (Imam Syaukani, Nailul Authar, Bab Hibah, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 1169). Sementara dalam asuransi ayariah, peserta asuransi memberikan dana hibah, tapi mengharap mendapat kompensasi (‘iwadh / ta’widh), bukannya tak mengharap. Ini sama saja dengan menarik kembali hibah yang diberikan yang hukumnya haram, sesuai sabda Nabi SAW,”Orang yang menarik kembali hibahnya, sama dengan anjing yang menjilat kembali muntahannya.” (HR Bukhari & Muslim). (Yahya Abdurrahman, Asuransi dalam Tinjauan Syariah, hlm. 42).
Ketiga, tak sesuai dengan akad dhaman (pertanggungan) dalam fiqih Islam. Sebab pada asuransi syariah, hanya ada dua pihak, bukan tiga pihak sebagaimana dhaman. Dua pihak tersebut: Pertama, penanggung (dhamin), yaitu peserta asuransi; kedua, pihak yang mendapat tanggungan (madhmun lahu), yaitu juga para peserta asuransi. Jadi dalam asuransi syariah tak terdapat pihak ketiga, yaitu pihak tertanggung (madhmun anhu).
Keempat, terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (uqud murakkabah, multiakad), yaitu penggabungan akad hibah, akad ijarah, dan akad mudharabah. Padahal multiakad telah dilarang dalam syariah. Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA bahwa Nabi SAW melarang dua kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan (akad). (HR Ahmad, hadis sahih). (Taqiyuddin Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 2/308). Wallahu a’lam.(Ustadz Siddiq al Jawi)

Baca juga :
3.     Hukum Gadai Emas

Comments

1.       Hasbullah - 12 Jun 2012
ass. ustad asuransi yang dimaksud di atas, apakah mencakup keharaman asuransi syariah tanpa tabungan dan asuransi dengan saving
kami juga mengharap dimunculkan pada kesempatan lain keharaman pembiayaan konvensional (leasing) secara singkat dan jelas
juga status halal/haram : pembiayaan syariah pada bank berlebel syariah
2.    Abu Umair - 24 Jul 2012
Assalamualaikum wr,wb..
Saya pernah menjadi pemasar asuransi prudential syariah,setelah tahu bahwa tidak ada beda dgn auransi pru konvesional,saya berupaya mencari yg murni syariah,dan bertemu dgn takaful indonesia dan sampai skrg sy msh jadi pemasar nya,tetapi setelah membaca artikel diatas saya jadi ragu dgn apa yg saya kerjakan,jika memang demikian, solusi seperti apa yg ideal dan sesuai syar’i, atau kita tdk usah berasuransi saja…,saya sangat mengharapkan jawaban dari saudara..
jazakumulloh khoiro


You might also like:
TERJEMAHAN  ALQUR’AN 30 JUZ
3.     SURAT 4. AN NISAA'
5.     SURAT 6. AL AN'AAM
6.     SURAT 7. AL A'RAAF

                                    
                                       

PENTING : jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya,
melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)