'Agama kekerasan', itulah citra negatif yang disematkan sebagian kalangan warga Barat terhadap Islam. Persepsi ini pula yang pada awalnya hinggap di benak Jerry Duane Gray ketika dia masih tinggal di Amerika Serikat (AS) dan bekerja di Angkatan Udara AS.
Dengan alasan ini pula, pria kelahiran Wiesbaden, Jerman, itu sempat mengemukakan keberatan ketika harus bertugas di Arab Saudi. Dia enggan masuk ke negara kerajaan itu karena takut terhadap orang Arab dan Islam.
Tapi, tugas tetap harus dilaksanakan. Maka, berangkatkah Jerry ke Timur Tengah sekitar tahun 1982. Dia menjadi mekanik pesawat AU AS serta instruktur di New Saudi Mechanics.
Di antara pesawat yang ditanganinya itu, terdapat pesawat pribadi Raja Fahd. Karena profesionalitas dan dedikasinya sebagai mekanik handal, Jerry pernah menerima surat dari raja sebagai bentuk pujian serta penghargaan.
Meski demikian, masih ada kekhawatiran dalam dirinya, khususnya terhadap kekerasan yang mungkin terjadi. Hari-hari awalnya bertugas di Arab Saudi pun terus dibayangi kegelisahan ini.
Akan tetapi, setelah sekian lama, apa yang dia risaukan tak pernah muncul. Justru, keadaan tenteram melingkupi suasana kerjanya dan juga di lingkungan tempat dia tinggal.
Jerry bahkan mendapati kenyataan lain dari sikap umat Islam. Dalam benaknya, orang-orang Islam sangat jauh dari kesan teroris dan kekerasan. Sebaliknya, mereka begitu toleran, cinta Tuhan, dan taat menjalankan ibadah.
Satu hal yang membuat Jerry takjub adalah kumandang azan yang bergema lima kali dalam sehari. Kumandang azan itu membuat umat Muslim segera memenuhi panggilan-Nya untuk melaksanakan shalat fardhu. Apa pun kegiatan dan aktivitas yang sedang dilakukan langsung ditinggalkan. Mereka seolah tak menghiraukan jam sibuk atau saat masih ada pelanggan toko yang hendak berbelanja. Shalat harus tepat waktu.
''Sungguh luar biasa. Baru pertama kali saya menyaksikan keimanan yang seperti ini,'' kenang Jerry saat berbicara pada acara diskusi bukunya yang berjudul Deadly Mist: Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia di sebuah toko buku di Kota Depok, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Pernah suatu waktu, dia hendak berbelanja di sebuah toko emas di Jeddah. Namun, sang pemilik tidak ada di tokonya lantaran sedang shalat. Jerry menunggu di luar, tak berani masuk ke dalam.
''Mengapa Anda tidak masuk ke toko saya?'' tanya si pemilik toko ketika selesai shalat. ''Saya tidak berani. Nanti, ada yang mengira saya maling dan dapat hukuman yang berat,'' jawab Jerry.
Dengan tenang, orang Arab ini menjawab, ''Semua barang tersebut bukan milik saya. Ini semua kepunyaan Allah SWT. Mungkin saja Anda lebih perlu dari saya.'' Bertambahlah ketakjuban Jerry.
Sejak itu, timbul rasa ingin tahunya terhadap agama Islam. Dia mulai berani bertanya tentang Islam kepada rekan-rekannya yang Muslim.
Hatinya kian tersentuh manakala suatu hari seorang kenalannya yang berasal dari Yaman membawakan terjemahan kitab suci Alquran berbahasa Inggris. Alquran itu segera dibacanya. ''Ketika selesai membaca satu ayat, saya lupa nama ayatnya, tanpa sadar saya meneteskan air mata,'' papar dia.
Ia pun melanjutkan membaca Alquran. Tak lebih dari lima ayat setelahnya, Jerry pun percaya kebenaran yang tertulis dalam Alquran. Meski begitu, dia belum berkeinginan memeluk agama Islam.
Tahun 1984, Jerry meninggalkan Jeddah. Tujuan berikutnya adalah Jakarta dan di sini dia bekerja sebagai instruktur selam. Ini adalah keterampilannya yang lain karena Jerry telah menerima sertifikat PAD, instruktur selam internasional, pada tahun 1978.
Selain menjadi instruktur, dia sekaligus mengembangkan foto-foto bawah air dan juga video. Hasilnya lantas ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi terkemuka.
Berada di negara dengan umat Muslim terbesar di dunia kembali mendekatkannya dengan agama Islam. Maka, tak heran, pada suatu saat, seorang rekannya mengenalkannya dengan seorang guru agama.
Pada hari itu, Jerry sebenarnya sudah ingin memeluk Islam, tapi dia belum berani mengungkapkannya. Sang guru agama memaklumi. Namun, dia meminta Jerry untuk ikut mendengarkan ceramah serta pengajian di kediamannya.
Hari berikutnya, setelah mengikuti kegiatan agama, hatinya berkecamuk. Begitu sampai di rumah, dia langsung masuk ke kamar dan membaca kembali Alquran terjemahan yang dulu diberikan rekannya di Arab Saudi.
Dan, subhanallah, hidayah itu datang. Jerry pun memantapkan diri memeluk agama Islam. Seorang diri, dia bersyahadat dengan menggunakan bahasa Inggris.
Maka, hari berikutnya, dia tak tahan lagi. Kepada sang guru agama, dia mengutarakan keinginannya untuk masuk Islam. ''Langsung ustaz ini berdiri dan berseru alhamdulillah,'' ujarnya.
Mengungkap Tragedi 11 September
Dengan sudah menjadi seorang Muslim, dia memutuskan menetap di Indonesia. Selain terus menekuni profesi instruktur selam, Jerry juga sempat menjadi jurnalis. Tepatnya di tahun 90-an, jaringan televisi CNBC Asia mengontraknya sebagai juru kamera. Salah satu momen yang sempat diabadikan adalah peristiwa Mei 1998.
Ada kelebihan tersendiri menjadi seorang jurnalis. Dirinya semakin kritis. Lewat penelusuran di internet, koran, majalah, dan lainnya, banyak informasi yang bisa diketahui untuk selanjutnya ditelaah dan dianalisis sebagai sebuah rangkaian fakta.
Inilah yang dia alami pada malam 11 September 2001. Jerry ingat betul, saat itu, dia sedang berinternet. Mendadak, telepon rumahnya berdering. Saat diangkat, di ujung telepon sana terdengar pekik suara, ''Cepat! Hidupkan televisimu sekarang.''
Suara panik itu adalah milik ibundanya yang berada di AS. Dengan tidak berpikir panjang, dia langsung menyalakan televisi. Jerry pun tercengang.
Pemandangan yang disaksikan membuatnya seolah tak percaya. Ada kejadian luar biasa di New York, suasana menegangkan usai menara kembar World Trade Center (WTC) dihantam pesawat udara.
Seketika, perhatian dunia tertuju kepada Big Apple (julukan New York). Perhatian pun kemudian beralih kepada komunitas Muslim usai hasil investigasi pihak berwenang AS yang menemukan keterlibatan kelompok militan asal Timur Tengah.
Umat Islam segera menjadi objek pemberitaan media Barat yang cenderung menyudutkan. Islamofobia marak, terutama di kalangan warga di AS, Eropa, dan belahan dunia lain. Kondisi ini membuat Jerry terenyuh.
Tak ingin sekadar berpangku tangan, suami dari Ratna Komala ini segera melakukan observasi dan penelusuran kepustakaan. Berita, gambar, atau informasi faktual di internet dan media massa dikumpulkan. Di situlah, dia banyak menemukan kejanggalan terhadap peristiwa 11 September.
Salah satu kecurigaannya, mengapa begitu cepatnya sebuah jaringan televisi AS terkemuka menyiarkan langsung kejadian tersebut. Padahal, dari pengalamannya sebagai jurnalis televisi, paling tidak butuh waktu antara 20-30 menit untuk menyiapkan peralatan siaran langsung di lapangan.
Namun demikian, dari hitungannya, siaran langsung ini sudah bisa mengudara dalam tempo kurang dari 18 menit. ''Ini sulit dimengerti, kecuali mereka sudah mengetahui bakal terjadinya peristiwa itu terlebih dulu.''
Selain itu, banyak kejanggalan lagi ditemukan. Selanjutnya, temuannya tersebut dia rangkum dan dituangkan dalam buku pertamanya yang berjudul The Hard Evidence Expose! The Real Truth 9-11 yang terbit sekitar tahun 2004.
Tak dinyana, buku ini segera menarik perhatian khalayak. Jerry pun banyak menerima undangan sebagai pembicara untuk menjelaskan seputar temuannya itu. Dia sibuk berkeliling dari masjid ke masjid dan majelis taklim di seputar Jabodetabek.
Sejak itu, kegiatannya menulis buku kritis semakin gencar. Berturut-turut, hadirlah buku Dosa-dosa Media Amerika (2006), Demokrasi Barbar ala Amerika (2007), American Shadow Government: Pemerintah Bayangan Amerika (2008), serta yang terbaru Deadly Mist: Upaya Amerika Merusak Kesehatan Dunia (2009).
Buku-bukunya amat kritis terhadap AS. Jerry mengakui, sikap kritisnya itu bisa saja membahayakan dirinya. Namun, dia telah siap dengan segala konsekuensinya. ''Niat saya adalah memberikan informasi serta membantu jutaan manusia di dunia dan juga keinginan serta kebutuhan orang banyak,'' tandas Jerry.
Maka, dalam hal ini, lanjutnya, dirinya sama sekali tidak berarti dibandingkan nyawa jutaan manusia lain. ''Saya mencari ridha dan perlindungan hanya dari Allah SWT,'' ungkapnya lagi.
Pantang menyerah
Ada hikmah yang dia petik setelah menjadi seorang Muslim, yakni jangan pernah berhenti belajar agama meski hingga akhir hayat. Prinsipnya, setiap Muslim harus memeluk agama Islam dengan sebenar-benarnya, terutama dalam melaksanakan segala ketentuan Allah.
Karena itulah, dia rela memendam keinginannya untuk kembali berkecimpung di dunia bawah air lagi. Jerry berharap dapat membuat film dan foto bawah laut, tapi kali ini dalam perspektif Islam.
''Saat ini, Allah SWT mungkin memberi petunjuk agar saya tetap aktif menulis dan berdialog dengan umat. Insya Allah, nanti di akhirat, saya bisa menemukan laut yang lebih indah,'' papar Jerry. yusuf assidiq/kem
Biodata
Nama : Jerry D Gray
Kelahiran : Wiesbaden, 24 September 1960
Karier :
- mekanik pesawat AU AS
- instruktur selam
- kamerawan freelance CNBC Asia
Nama istri : Ratna Komala
Nama anak : Adam
Dengan alasan ini pula, pria kelahiran Wiesbaden, Jerman, itu sempat mengemukakan keberatan ketika harus bertugas di Arab Saudi. Dia enggan masuk ke negara kerajaan itu karena takut terhadap orang Arab dan Islam.
Tapi, tugas tetap harus dilaksanakan. Maka, berangkatkah Jerry ke Timur Tengah sekitar tahun 1982. Dia menjadi mekanik pesawat AU AS serta instruktur di New Saudi Mechanics.
Di antara pesawat yang ditanganinya itu, terdapat pesawat pribadi Raja Fahd. Karena profesionalitas dan dedikasinya sebagai mekanik handal, Jerry pernah menerima surat dari raja sebagai bentuk pujian serta penghargaan.
Meski demikian, masih ada kekhawatiran dalam dirinya, khususnya terhadap kekerasan yang mungkin terjadi. Hari-hari awalnya bertugas di Arab Saudi pun terus dibayangi kegelisahan ini.
Akan tetapi, setelah sekian lama, apa yang dia risaukan tak pernah muncul. Justru, keadaan tenteram melingkupi suasana kerjanya dan juga di lingkungan tempat dia tinggal.
Jerry bahkan mendapati kenyataan lain dari sikap umat Islam. Dalam benaknya, orang-orang Islam sangat jauh dari kesan teroris dan kekerasan. Sebaliknya, mereka begitu toleran, cinta Tuhan, dan taat menjalankan ibadah.
Satu hal yang membuat Jerry takjub adalah kumandang azan yang bergema lima kali dalam sehari. Kumandang azan itu membuat umat Muslim segera memenuhi panggilan-Nya untuk melaksanakan shalat fardhu. Apa pun kegiatan dan aktivitas yang sedang dilakukan langsung ditinggalkan. Mereka seolah tak menghiraukan jam sibuk atau saat masih ada pelanggan toko yang hendak berbelanja. Shalat harus tepat waktu.
''Sungguh luar biasa. Baru pertama kali saya menyaksikan keimanan yang seperti ini,'' kenang Jerry saat berbicara pada acara diskusi bukunya yang berjudul Deadly Mist: Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia di sebuah toko buku di Kota Depok, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Pernah suatu waktu, dia hendak berbelanja di sebuah toko emas di Jeddah. Namun, sang pemilik tidak ada di tokonya lantaran sedang shalat. Jerry menunggu di luar, tak berani masuk ke dalam.
''Mengapa Anda tidak masuk ke toko saya?'' tanya si pemilik toko ketika selesai shalat. ''Saya tidak berani. Nanti, ada yang mengira saya maling dan dapat hukuman yang berat,'' jawab Jerry.
Dengan tenang, orang Arab ini menjawab, ''Semua barang tersebut bukan milik saya. Ini semua kepunyaan Allah SWT. Mungkin saja Anda lebih perlu dari saya.'' Bertambahlah ketakjuban Jerry.
Sejak itu, timbul rasa ingin tahunya terhadap agama Islam. Dia mulai berani bertanya tentang Islam kepada rekan-rekannya yang Muslim.
Hatinya kian tersentuh manakala suatu hari seorang kenalannya yang berasal dari Yaman membawakan terjemahan kitab suci Alquran berbahasa Inggris. Alquran itu segera dibacanya. ''Ketika selesai membaca satu ayat, saya lupa nama ayatnya, tanpa sadar saya meneteskan air mata,'' papar dia.
Ia pun melanjutkan membaca Alquran. Tak lebih dari lima ayat setelahnya, Jerry pun percaya kebenaran yang tertulis dalam Alquran. Meski begitu, dia belum berkeinginan memeluk agama Islam.
Tahun 1984, Jerry meninggalkan Jeddah. Tujuan berikutnya adalah Jakarta dan di sini dia bekerja sebagai instruktur selam. Ini adalah keterampilannya yang lain karena Jerry telah menerima sertifikat PAD, instruktur selam internasional, pada tahun 1978.
Selain menjadi instruktur, dia sekaligus mengembangkan foto-foto bawah air dan juga video. Hasilnya lantas ditayangkan oleh sejumlah stasiun televisi terkemuka.
Berada di negara dengan umat Muslim terbesar di dunia kembali mendekatkannya dengan agama Islam. Maka, tak heran, pada suatu saat, seorang rekannya mengenalkannya dengan seorang guru agama.
Pada hari itu, Jerry sebenarnya sudah ingin memeluk Islam, tapi dia belum berani mengungkapkannya. Sang guru agama memaklumi. Namun, dia meminta Jerry untuk ikut mendengarkan ceramah serta pengajian di kediamannya.
Hari berikutnya, setelah mengikuti kegiatan agama, hatinya berkecamuk. Begitu sampai di rumah, dia langsung masuk ke kamar dan membaca kembali Alquran terjemahan yang dulu diberikan rekannya di Arab Saudi.
Dan, subhanallah, hidayah itu datang. Jerry pun memantapkan diri memeluk agama Islam. Seorang diri, dia bersyahadat dengan menggunakan bahasa Inggris.
Maka, hari berikutnya, dia tak tahan lagi. Kepada sang guru agama, dia mengutarakan keinginannya untuk masuk Islam. ''Langsung ustaz ini berdiri dan berseru alhamdulillah,'' ujarnya.
Mengungkap Tragedi 11 September
Dengan sudah menjadi seorang Muslim, dia memutuskan menetap di Indonesia. Selain terus menekuni profesi instruktur selam, Jerry juga sempat menjadi jurnalis. Tepatnya di tahun 90-an, jaringan televisi CNBC Asia mengontraknya sebagai juru kamera. Salah satu momen yang sempat diabadikan adalah peristiwa Mei 1998.
Ada kelebihan tersendiri menjadi seorang jurnalis. Dirinya semakin kritis. Lewat penelusuran di internet, koran, majalah, dan lainnya, banyak informasi yang bisa diketahui untuk selanjutnya ditelaah dan dianalisis sebagai sebuah rangkaian fakta.
Inilah yang dia alami pada malam 11 September 2001. Jerry ingat betul, saat itu, dia sedang berinternet. Mendadak, telepon rumahnya berdering. Saat diangkat, di ujung telepon sana terdengar pekik suara, ''Cepat! Hidupkan televisimu sekarang.''
Suara panik itu adalah milik ibundanya yang berada di AS. Dengan tidak berpikir panjang, dia langsung menyalakan televisi. Jerry pun tercengang.
Pemandangan yang disaksikan membuatnya seolah tak percaya. Ada kejadian luar biasa di New York, suasana menegangkan usai menara kembar World Trade Center (WTC) dihantam pesawat udara.
Seketika, perhatian dunia tertuju kepada Big Apple (julukan New York). Perhatian pun kemudian beralih kepada komunitas Muslim usai hasil investigasi pihak berwenang AS yang menemukan keterlibatan kelompok militan asal Timur Tengah.
Umat Islam segera menjadi objek pemberitaan media Barat yang cenderung menyudutkan. Islamofobia marak, terutama di kalangan warga di AS, Eropa, dan belahan dunia lain. Kondisi ini membuat Jerry terenyuh.
Tak ingin sekadar berpangku tangan, suami dari Ratna Komala ini segera melakukan observasi dan penelusuran kepustakaan. Berita, gambar, atau informasi faktual di internet dan media massa dikumpulkan. Di situlah, dia banyak menemukan kejanggalan terhadap peristiwa 11 September.
Salah satu kecurigaannya, mengapa begitu cepatnya sebuah jaringan televisi AS terkemuka menyiarkan langsung kejadian tersebut. Padahal, dari pengalamannya sebagai jurnalis televisi, paling tidak butuh waktu antara 20-30 menit untuk menyiapkan peralatan siaran langsung di lapangan.
Namun demikian, dari hitungannya, siaran langsung ini sudah bisa mengudara dalam tempo kurang dari 18 menit. ''Ini sulit dimengerti, kecuali mereka sudah mengetahui bakal terjadinya peristiwa itu terlebih dulu.''
Selain itu, banyak kejanggalan lagi ditemukan. Selanjutnya, temuannya tersebut dia rangkum dan dituangkan dalam buku pertamanya yang berjudul The Hard Evidence Expose! The Real Truth 9-11 yang terbit sekitar tahun 2004.
Tak dinyana, buku ini segera menarik perhatian khalayak. Jerry pun banyak menerima undangan sebagai pembicara untuk menjelaskan seputar temuannya itu. Dia sibuk berkeliling dari masjid ke masjid dan majelis taklim di seputar Jabodetabek.
Sejak itu, kegiatannya menulis buku kritis semakin gencar. Berturut-turut, hadirlah buku Dosa-dosa Media Amerika (2006), Demokrasi Barbar ala Amerika (2007), American Shadow Government: Pemerintah Bayangan Amerika (2008), serta yang terbaru Deadly Mist: Upaya Amerika Merusak Kesehatan Dunia (2009).
Buku-bukunya amat kritis terhadap AS. Jerry mengakui, sikap kritisnya itu bisa saja membahayakan dirinya. Namun, dia telah siap dengan segala konsekuensinya. ''Niat saya adalah memberikan informasi serta membantu jutaan manusia di dunia dan juga keinginan serta kebutuhan orang banyak,'' tandas Jerry.
Maka, dalam hal ini, lanjutnya, dirinya sama sekali tidak berarti dibandingkan nyawa jutaan manusia lain. ''Saya mencari ridha dan perlindungan hanya dari Allah SWT,'' ungkapnya lagi.
Pantang menyerah
Ada hikmah yang dia petik setelah menjadi seorang Muslim, yakni jangan pernah berhenti belajar agama meski hingga akhir hayat. Prinsipnya, setiap Muslim harus memeluk agama Islam dengan sebenar-benarnya, terutama dalam melaksanakan segala ketentuan Allah.
Karena itulah, dia rela memendam keinginannya untuk kembali berkecimpung di dunia bawah air lagi. Jerry berharap dapat membuat film dan foto bawah laut, tapi kali ini dalam perspektif Islam.
''Saat ini, Allah SWT mungkin memberi petunjuk agar saya tetap aktif menulis dan berdialog dengan umat. Insya Allah, nanti di akhirat, saya bisa menemukan laut yang lebih indah,'' papar Jerry. yusuf assidiq/kem
Biodata
Nama : Jerry D Gray
Kelahiran : Wiesbaden, 24 September 1960
Karier :
- mekanik pesawat AU AS
- instruktur selam
- kamerawan freelance CNBC Asia
Nama istri : Ratna Komala
Nama anak : Adam