Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Jumat, 19 November 2010

Nisab Dalam Ibadah Qurban




Ditulis oleh Dewan Asatidz
Pak Ustadz, Saya ingin bertanya berkenaan dengan qurban pada Iedhul Adha.
Pertanyaan Saya :
1. Apakah qurban (baik kambing/sapi) itu ada nisabnya bagi Kita untuk mengeluarkannya seperti halnya saat Kita mengeluarkan zakat?
2. Jika Kita berqurban itu berapa kali dalam hidup Kita? Sekali dalam hidup ini, atau setiap tahun jika Kita memang mampu untuk mengeluarkan qurban?
Pertanyaan:

Assalamualaikum wr. wb.

Pak Ustadz, Saya ingin bertanya berkenaan dengan qurban pada Iedhul Adha.
Pertanyaan Saya :

1. Apakah qurban (baik kambing/sapi) itu ada nisabnya bagi Kita untuk mengeluarkannya seperti halnya saat Kita mengeluarkan zakat?

2. Jika Kita berqurban itu berapa kali dalam hidup Kita? Sekali dalam hidup ini, atau setiap tahun jika Kita memang mampu untuk mengeluarkan qurban?

3. Dalam niat berqurban, misal tahun ini Saya berqurban, dan saat disampaikan ke panitia qurban Saya berkata "Pak, ini qurban atas nama Saya". Berarti perhitungan amalnya itu untuk Saya. Namun semisal di tahun depan, Saya mengeluarkan uang untuk membeli seekor kambing, namun saat diserahkan ke panitia qurban Saya berkata "Pak, ini qurban untuk bapak Saya". Nah yang semacam ini bagaimana penjelasannya?

Terima kasih atas kesempatan yang diberikan, Saya tunggu jawabannya. Dan mohon maaf bila ada kekurangannya.


Wassalamualiikum Wr. Wb.

Indra


Jawaban:

Assalamu'alaikum wr. wb.

Sdr. Indra yang baik,

Qurban dalam bahasa Arab artinya dekat, ibadah qurban artinya menyembelih hewan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah qurban disebut juga "udzhiyah" artinya hewan yang disembelih sebagai qurban. Ibadah qurban disinggung oleh al-Qur'an surah al-Kauthar "Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan menyembelihlah".

Keutamaan qurban dijelaskan oleh sebuah hadist A'isyah, Rasulullah s.a.w. bersabda "Sabaik-baik amal bani adam bagi Allah di hari iedul adha adalah menyembelih qurban. Di hari kiamat hewan-hewan qurban tersebut menyertai bani adam dengan tanduk-tanduknya, tulang-tulang dan bulunya, darah hewan tersebut diterima oleh Allah sebelum menetes ke bumi dan akan membersihkan mereka yang melakukannya" (H.R. Tirmizi, Ibnu Majah). Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah menyembelih dua ekor domba putih bertanduk, beliau meletakkan kakinya di dekat leher hewan tersebut lalu membaca basmalah dan bertakbir dan menyembelihnya" (H.R. Tirmizi dll).

Hukum ibadah qurban, Mazhab Hanafi mengatakan wajib dengan dalil hadist Abu Haurairah yang menyebutkan Rasulullah s.a.w. bersabda "Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka jangan lah ia mendekati masjidku" (H.R. Ahmad, Ibnu Majah). Ini menunjukkan seuatu perintah yang sangat kuat sehingga lebih tepat untuk dikatakan wajib.

Mayoritas ulama mengatakan hukum qurban sunnah dan dilakukan setiap tahun bagi yang mampu. Mazhab syafi'i mengatakan qurban hukumnya sunnah 'ain (menjadi tanggungan individu) bagi setiap individu sekali dalam seumur dan sunnah kifayah bagi sebuah keluarga besar, menjadi tanggungan seluruh anggota keluarga, namun kesunnahan tersebut terpenuhi bila salah satu anggota keluarga telah melaksanakannya. Dalil yang melandasi pendapat ini adalah riwayat Umi Salamh, Rasulullah s.a.w. bersabda "Bila kalian melihat hilal dzul hijjah dan kalian menginginkan menjalankan ibadah qurban, maka janganlah memotong bulu dan kuku hewan yang hendak disembelih" (H.R. Muslim dll), hadist ini mengaitkan ibadah qurban dengan keinginan yang artinya bukan kewajiban. Dalam riwayat Ibnu ABbas Rasulullah s.a.w. mengatakan "Tiga perkara bagiku wajib, namun bagi kalian sunnah, yaitu shalat witir, menyembelih qurban dan shalat iedul adha" (H.R. Ahmad dan Hakim).

Qurban disunnahkan kepada yang mampu. Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun kepada kebutuhan per individu, yaitu apabila seseorang setelah memenuhi kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari raya iedul adha dan tiga hari tasyriq.

Dalam beribadah qurban harus disertai niyat berqurban untuk Allah atas nama dirinya. Berqurban atas nama orang lain menurut mazhab Syafi'i mengatakan tidak sah tanpa seizin orang tersebut, demikian atas nama orang yang telah meninggal tidak sah bila tanpa dasar wasiat. Ulama Maliki mengatakan makruh berqurban atas nama orang lain. Ulama Hanafi dan Hanbali mengatakan sah saja berqurban untuk orang lain yang telah meninggal dan pahalanya dikirimkan kepada almarhum.

Dalam menyembelih qurban disunnahkan membaca bismillah, membaca sholawat untuk Rasulullah, menghadapkan hewan ke arah kiblat waktu menyembelih, membaca takbir sebelum basmalah dan sesudahnya sarta berdoa " Ya Allah qurban ini dariMu dan untukMu".

Wallahu A'lam
SEJARAH QURBAN
Kurban wajib bagi orang yang mampu atau berkecukupan tapi bila tidak melaksanakan kurban, Nabi Muhammad SAW mengingatkan : "Barang siapa yang sudah mampu dan mempunyai kesanggupan tapi tidak berkurban, maka dia jangan dekat-dekat kemushallahku." Hadis tersebut merupakan sindiran bagi orang-orang yang mampu dan banyak harta tapi tidak mau berkurban.
Sejarah qurban itu dibagi menjadi tiga, yaitu : zaman Nabi Adam As; zaman Nabi Ibrahim As; dan pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Pertama pada zaman Nabi Adam As. Qurban dilaksanakan oleh putra-putranya yaitu bernama Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki oleh Qabil mewakili kelompok petani, sedang Habil mewakili kelompok peternak. Saat itu sudah mulai ada perintah, siapa yang memiliki harta banyak maka sebagian hartanya dikeluarkan untuk qurban.
Sebagai petani si Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya dan sebagai peternak si Habil mengeluarkan hewan-hewan peliharaanya untuk kurban, untuk siapa semua itu diqurbankan, padahal waktu itu manusia belum banyak. Diterangkan dalam sejarah, harta yang diqurbankan itu disimpan di suatu tempat yaitu di Padang Arafah yang sekarang menjadi napak tilas bagi para jemaah haji.
Baik buah-buahan yang diqurbankan si Qabil maupun hewan ternak yang diqurbankan si Habil, dari kedua orang tersebut mempunyai sifat berbeda. Si Habil mengeluarkan hewan diqurbankan dengan tulus ikhlas. Dipilih hewan yang gemuk dan sehat, dan dia taat terhadap petunjuk ayahnya Nabi Adam.Berbeda dengan si Qabil, Dia memilih buah-buahan yang jelek-jelek dan sudah afkiran.
Ketika keduanya melaksanakan qurban, ternyata yang habis adalah qurban yang dikeluarkan oleh si Habil sementara buah-buahan yang dikeluarkan si Qabil tetap utuh, tidak berkurang. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27 : "Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari meraka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil), Ia berkata : "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil " Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa".
Kurban si Habil di terima Allah SWT karena dia mengeluarkan sebagian hartanya yang bagus-bagus dan dikeluarkan dengan tulus dan ikhlas. Sementara si Qabil mengeluarkan sebagian harta yang jelek-jelek dan terpaksa. Oleh karena kurban tidak diterima Allah. Akhirnya si Qabil menaruh dendam kepada si Habil. Berawal dari perebutan calon istrinya, dimana peraturan waktu itu dengan sistem silang.
Kedua, pada zaman Nabi Ibrahim As. Dikisahkan dalam Al-Qur'an surat Ash-Shafaat ayat 100-111 yang menceritakan mengenai qurban dan pengorbanan. Ketika Nabi Ibrahim berusia 100 tahun beliau belum juga dikaruniai putra oleh Allah dan beliau selalu berdoa: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang saleh" (Q.S>37:100)
Kemudian dari istrinya yang kedua yakni Siti Hajar yang dinikahinya ketika Nabi Ibrahim mengadakan silaturahmi ke Mesir (setiap kedatangan pembesar diberi hadiah seorang istri yang cantik oleh pembesar Mesir).Dari Siti Hajar lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Islam, ia lahir di tengah-tengah padang pasir yang disebut. Bahkan kemudian dikenal dengan Mekkah.
Pada saat Nabi Ibrahim diberi petunjuk oleh Allah, agar meninggalkan istrinya Siti Hajar dengan seorang putranya yang dari lahir dan ia disuruh menemui istrinya yang pertamanya yakni Siti Sarah yang berada di Yerussalem kota tempat Masjidil Agsho. Beliau meninggalkan beberapa potong roti dan sebuah guci besiris air untuk Siti Hajar dan Ismail.
Pada waktu Siti Hajar kehabisan makanan dan air, ia melihat disebelah timur ada air yang ternyata adalah fatamorgana yaitu di Bukit Sofa. Di situ Ismail ditinggalkan dan Siti Hajar naik Kebukit Marwah serta kembali ke Sofa sampai berulang tujuh kali, tapi tidak juga mendapatkan air sampai ai kembali ke Bukit Marwah yang terakhir. Ia merasa khawatir terhadap anaknya barangkali Ismail kehausan dilihat kaki Ismail bergerak-gerak diatas tanah dan tiba-tiba keluar air dari dalam tanah. Siti Hajar berlari kebawah sambil berteriak kegirangan :"zami-zami?" itulah kemudian
menjadi sumur Zam-Zam itulah kemudian menjadi sumur Zam-zam. Di situlah Siti Hajar dan Nabi Ismail di padang pasir yang kering kerontang yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim dan ditempat itulah Allah SWT. Menetapkan sebagai tempat ibadah haji.
Allah SWT, berfirman dalam surat Al-Hajj : 27 : "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai onta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh".
Memang sudah disiapkan oleh Allah, disana tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada gunung berapi yang menyebabkan ada sumber kehidupan tapi atas kehendak Allah maka jadilah sumur "Zam-zam"."Nabi Ismail ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang berada di Yerusalem sampai Nabi Ismail menjelang remaja. Kemudian di Yerusalem ternyata Siti Sarah hamil yang melahirkan seorang putra yang diberi nama Iskhak. Nabi Ibrahim diperintahkan lagi oleh Allah untuk kembali ke Mekkah untuk menengok istri dan anaknya yang pertama yaitu Nabi Ismail, yang rupanya sudah mulai besar. Dalam suatu riwayat kira-kira berusia 6-7 tahun. Sejak dilahirkan sampai besar itu Nabi Ismail menjadi kesayangan. Tiba-tiba Allah memberi ujian kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ash Shaffaat : 102 : "Maka tatkala sampai (pada usia sanggup atau cukup) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata : Hai anakku aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pemdapatmu " Ia menjawab: "hai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Asbabun Nujul atau latar belakang sejarahnya ketika nabi Ibrahim bermimpi (ruyal Haq). Dalam impiannya ia mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putranya Nabi Ismail dan sampai di Mina beliau menginap, beliau mimpi yang sama. Demikian juga ketika di Arafah malamnya di Mina, masih bermimpi yang sama juga. Betapa ujian Berat kepada Nabi Ibrahim as. Supaya menyembelih putra kesayangannya. Itulah yang dijelaskan dalam surat Ash-Shaffaat ayat 102.
Setelah terjadi dialog dengan putranya. Ibrahim mengajak putranya Nabi Ismail, kira-kira antara ratusan meter dari tempat tinggalnya (Minah), baru lebih kurang 70-80 meter berjalan, setan menggoda istrinya Siti Hajar: "Ya Hajar! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail yang sedang tumbuh dan menggemaskan itu?". Akhirnya Siti Hajar, sambil berteriak-teriak: "Ya Ibrahim, ya Ibrahim mau dikemanakan anakku?" Tapi Nabi Ibrahim tetap melaksanakan perintah Allah SWT, ditempat itulah dimana pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah bagi jemaah haji disuruh melempar batu dengan membaca : Bismillahi Allahu Akbar. Hal tersebut mengandung arti bahwa kita melempar setan atau sifat-sifat setan yang ada di dalam diri kita. Akhirnya tibalah mereka di Jabal Qurban kira-kira 200 meter dari tempat tinggal Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sebagaimana di firmankan oleh Allah didalam surat ASH-Shaffaat ayat 103-107: "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik". Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar ".
Dan yang ketiga, dalam Zaman Nabi Muhammad SAW. Masalah kurban diceritakan kembali yaitu di dalam surat Al-Kautsar ayat 1-3 "Se-sungguhnya Kami telah memberikan kepadanya nikmat yang banyak, Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu, dan Berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus".
Berbicara tentang kenikmatan, Allah mengingatkan: "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tiadalah dapat kamu mengitungnya" (QS:Ibrahim: 34). Oleh karena itu berkaitan dengan ibadah kurban yang sudah ada sejak Nabi Adam, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw. Allah berfirman: "Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah", Sholat merupakan hubungan vertikal dengan Allah untuk mensyukuri nikmat Allah. Hubungan antara sesama manusia secara horisontal diwujudkan bahwa setelah shalat Idul Adha yaitu dengan berkurban memotong hewan ternak berupa kambing atau sapi untuk dibagikan kepada fakir miskin.
Kita biasanya serius ketika beribadah langsung dengan Allah tapi kadang-kadang ibadah sesama manusia seringkali kurang serius. Allah SWT mengingatkan dalam surat Al-MaaHuun ayat 1-7 : "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan ) barang berguna".
Qurban ini merupakan masalah ubudiyah yang bersifat sosial yang berhubungan dengan sesama manusia dengan cara mengorbankan sebagian harta.
Maka qurban secara lughatan bahasa dengan berdasarkan pada surat Al-Maidah ayat 27 "Qurban" berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk mendapatkan ridho serta mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT (surat Al-Kaustar) dengan memotong hewan kurban, adalah untuk mendeka
tkan diri kepada Allah SWT. Memotong hewan kurban; unta, sapi, kerbau, dan kambing, dengan tujuan taqwa kepada Allah. Ditegaskan dalam surat Al-Hajj : 37 : "daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah tapi ketaqwaan dari pada kamulah yang dapat mencapainya".
Waktu berkurban dimulai sejak tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah. Masa memotong qurban pada tanggal 10 disebut "Yaumul nahar"yaitu hari untuk menyembelih kurban. Sedangkan tanggal 11, 12, 13 dinamakan "yaumul tsyriq" Di luar waktu tersebut bila kita memotong hewan dinamakan sedekah. Maka kalu niatnya berkurban harus dilakukan padan waktu-waktu tersebut, yakni pada tanggal 10,11,12, dan 13 Dzulhijjah.
Hukumnya berkurban ada dua pendapat: Petama, wajib bagi orang yag mampu (kalau dibelikan kambing tidak akan mengurangi kewajiban memberi nafkah kepada keluarga). Menurut Mazhab di luar Syarii hukumnya sunnah mu’akadah. Adapun diwajibkan secara mutlak yaitu kurban yang disebut Nadzar yang seseorang yang sudah meniatkan untuk memotong hewan apabila niatnya terkabul.
Dasar kewajiban ibadah kurban juga berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW: "Barang siapa mempunyai kesanggupan dan kemampuan (untuk berqurban) tapi tidak mau berqurban maka janganlah dia mendekati Musholla kami".
Hadis ini merupakan suatu kritikan yang seolah-olah Nabi Muhammad SAW berkata: "Kenapa kamu beribadah kepada Allah begitu tekun, tapi kenapa kamu tidak mau berqurban padahal kamu memiliki harta yang berlebihan". Oleh karena itulah bagi yang mampu hukumnya wajib untuk berqurban yakinlah bahwa apabila kita berqurban tidak akan mengurangi kekayaan kita dan tidak akan membuat kita menjadi miskin.
Adapun binatang yang boleh untuk berqurban adalah unta, sapi, kerbau, dan kambing. Kalau tidak mampu, memang tidak wajib. Diriwayatkan ada seorang sahabat yang miskin yang tidak sanggup membeli seekor kambing, oleh karena itu dibolehkan hanya membeli dagingnya saja untuk berqurban, tapi yang riel berqurban wujudnya memang seekor binatang sebagaimana tersebut diatas.
Daging kurban boleh dibagikan kepada tiga asnap menurut syariat. Boleh dimakan sekeluarga sendiri paling banyak 1/3 bagian, 1/3 bagian lagi untuk fakir miskin dan 1/3 bagian lagi untuk handai tolan dan kenalan. Boleh juga secara keseluruhan diserahkan kepada panitia dan terserah panitia yang membagikannya. Bila hanya minta pahanya saja bagi berqurban masih diperbolehkan asal bukan qurban nadzar.
Apa hikma ibadah kurban? Hikmahnya antara lain menggembirakan fakir-miskin. Sebab tidak semua orang mampu makan dengan daging walau adanya di kota besar, masih banyak kawan kita, saudara kita, tetangga kita yang makan daging sebulan sekali. Sehari-harinya hanya makan alakadarnya. Maka dianjurkan sekali bagi orang yang mampu untuk berqurban dengan niat ikhlas kelak dikemudian hari akan mengantarkan kita menuju surga yaitu binatang yang telah kita kurbankan, yang merupakan wujud amal salehnya.
Dalam hadis yang lain nabi Muhammad SAW bersabda : "Tiap-tiap rambut yang dikurbankan adalah merupakan "Khair". Ungkapan "Khair" ini mengandung arti keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan, kemurahan Allah dan kalau orang sudah mendapatkan khairat maka berarti dia telah memperoleh segala-galanya dari Allah. Itulah hikmah daripada ibadah qurban. Wallaahu 'alam bish-showab

 
Amalan di 10 hari pertama Dzulhijjah hanya bisa ditandingi dengan jihad

Allah mengaruniakan kepada kita dalam setahun ada hari-hari yang mulia. Di antaranya 10 hari pertama Dzulhijjah, 10 hari terakhir Ramadhan dan 10 hari pertama Muharram, demikian kata para ulama. Terkhusus tema yang kita bahas, para ulama sampai-sampai menerangkan bahwa amalan di 10 hari pertama Dzulhijjah hanya bisa ditandingi dengan jihad.

Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda, “Tidak ada amalan yang lebih mulia dari amalan yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Para sahabat berkata, “Tidak pula bisa ditandingi dengan jihad?” “Walaupun dengan jihad. Kecuali jika seseorang keluar berjihad lalu sesuatu membahayakan diri dan hartanya lantas ia kembali dalam keadaan tidak membawa apa pun”, jawab beliau (HR. Bukhari no. 969).
Ibnu Rajab Al Hambali berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah di sisi Allah lebih disukai oleh Allah dibanding hari-hari lainnya tanpa ada pengecualian. Jika dikatakan Allah itu cinta, maka menunjukkan hari-hari tersebut dinilai mulia di sisi-Nya.” (Lathoif Al Ma’arif, 458)

Beliau menambahkan pula, “Amalan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah dinilai afdhol dan dicintai oleh Allah dibanding hari-hari lainnya dalam setahun. Bahkan amalan yang mafdhul (kurang afdhol) jika dilakukan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah dinilai lebih baik dari hari lainnya walau di hari lainnya dilakukan amalan yang lebih afdhol.” (Lathoif Al Ma’arif, 458-459). Inilah pemahaman Ibnu Rajab yang beliau simpulkan dari sabda Nabi, “Tidak pula bisa ditandingi dengan jihad?”

Amalan di awal Dzulhijjah hanya bisa dikalahkan dengan jihad di mana seseorang menunggang kudanya lantas ia pulang dalam keadaan syahid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang berdo’a, “Ya Allah, berikanlah sesuatu yang afdhol sebagaimana yang diberikan pada hamba-hamba-Mu yang sholih.” Lantas beliau pun berkata, “Kalau begitu tunggangilah kudamu dan berjuanglah untuk mati syahid.” Jihad semacam ini kata Ibnu Rajab yang bisa mengungguli amalan di 10 hari pertama Dzulhijjah. Sedangkan jihad di bawah jihad semacam itu atau jihad jenis lainnya jika dibanding dengan amalan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka tidak bisa ditandingi. Karena amalan di 10 hari tersebut lebih afdhol dan lebih dicintai di sisi Allah, begitu pula jika amalan pada hari-hari tersebut dibandingkan dengan amalan-amalan lainnya.

Ibnu Rajab sampai mengatakan pula, “Amalan yang sebenarnya kurang afdhol jika dilakukan di waktu utama, maka ia bisa menandingi amalan afdhol yang dilakukan di hari lainnya, bahkan amalan yang kurang afhol bisa bertambah dan berlipat ganjarannya.” (Lihat Lathoif Al Ma’arif, 459)

Jadi hadits Ibnu ‘Abbas di atas sebenarnya telah menunjukkan berlipatnya pahala seluruh amalan sholih yang dilakukan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah tanpa ada pengecualian sedikit pun.

Apakah makna Kurban?
Jawab: Dalam bahasa Arab, Kurban dikenal dengan nama al-Udh-hiyyah, maknanya menurut
bahasa adalah hewan yang dikurbankan, atau hewan yang disembelih pada hari Idhul Adha.
Sedangkan menurut Ahli Fiqh, al-Udh-hiyyah adalah menyembelih hewan tertentu, pada waktu
tertentu, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Definisi lain:
al-Udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sejak hari Idul Adha hingga ke hari-hari Tasyrîq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah)1.


Kapankah ibadah Kurban disyari’atkan?
Jawab: Ibadah Kurban disyariatkan pada tahun kedua Hijrah.


Apakah dasar hukum disyariatkannya Kurban?
Jawab: Ibadah Kurban diwajibkan berdasarkan al-Quran, Hadits dan Ijmâ’.



Apakah dalil ibadah Kurban dari al-Qur’an?
Jawab: Firman Allah SWT:
 Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. (Qs. Al-Kautsar [108]: 2).
Dan firman Allah SWT:
 Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah”.
(Qs. Al Hajj[22]: 36).
1 Mughni al-Muhtâj, al-Khathîb asy-Syarbaini, 4/282.


Apakah dalil yang berasal dari Sunnah?
Jawab: hadits Rasulullah SAW:
Tidaklah seorang manusia melakukan suatu amal pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) yang lebih dicintai Allah SWT daripada menumpahkan darah (menyembelih kurban). Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya.Sesungguhnya Allah SWT telah menerima niat berkurban itu sebelum darahnya jatuh ke tanah.Maka jadikanlah diri kamu menyukai ibadah kurban itu”. (HR.Al-Hâkim, Ibnu Mâjah dan at-Tirmidzi).
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
“Rasulullah SAW berkurban dua ekor Kibasy berwarna putih bersih dan bertanduk bagus. Aku
melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan kurban itu
sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan
kurban itu dengan tanganya sendiri”. (HR. al-Bukhâri dan Muslim).
Disamping itu kaum muslimin telah Ijmâ’ tentang disyariatkannya ibadah kurban ini.
Hadits diatas menunjukkan bahwa berkurban adalah ibadah yang sangat dicintai Allah SAW
pada hari Nahar. Allah SWT menerima pahala kurban sebelum darah hewan kurban yang
disembelih itu menetes ke tanah, menunjukkan betapa cepatnya keridhaan Allah SWT
diberikan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah Kurban. Ibadah kurban ini juga
merupakan Sunnah Nabi Ibrahim AS., sebagaimana firman Allah SWT:
 Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shâffât [37]: 107).

Apakah hukum berkurban?
Jawab: Berkurban itu hukumnya Sunnat bagi yang mampu melaksanakannya, berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
Ada tiga perkara yang wajib bagiku dan sunnat bagi kamu; shalat Witir, menyembelih Kurban dan shalat Dhuhâ”. (HR.Ahmad, al-Hakim dan ad-Daraquthni).
Dan hadits,
“Aku diperintahkan untuk berkurban, tidak wajib (bagi kamu)”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam sebuah Atsar yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi disebutkan,
Imam Syafii –rahimahullâh- berkata, “Telah sampai (suatu riwayat) kepada kami bahwa Abu
Bakar ash-Shiddiq dan Umar RA pernah tidak berkurban karena tidak ingin diikuti sehingga
orang yang melihatnya menyangka bahwa berkurban itu wajib”.



Apakah syarat bagi orang yang berkurban?
Jawab: - Beragama Islam.
- Bebas/merdeka (bukan hamba sahaya).
- Akil baligh.
- Berakal.
- Mampu untuk berkurban.


Siapakah orang dianggap mampu berkurban?
Jawab: Orang yang dikategorikan mampu berkurban adalah orang yang mampu memenuhi
kebutuhan pokok untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ia nafkahi pada hari Idul
Adha dan hari-hari Tasyrîq, kemudian ia memiliki dana yang cukup untuk menyembelih hewan
kurban1.
1 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2708.


Kapankah waktu penyembelihan hewan kurban?
Jawab: Penyembelihan hewan kurban boleh dilaksanakan beberapa saat setelah terbitnya matahari
pada hari Idul Adha. Waktu beberapa saat tersebut diukur dengan waktu kira-kira selama dua
rakaat shalat dan dua khutbah yang singkat. Jika hewan kurban disembelih sebelum waktu
tersebut, maka sembelihan Kurban tidak sah, berdasarkan hadits yang terdapat dalam Shahîh
al-Bukhâri dan Muslim,
Sesungguhnya awal kami memulai (sembelihan Kurban) pada hari kami ini adalah; bahwa kami melaksanakan shalat (Idhul Adha), kemudian kami kembali, kemudian kami menyembelih hewan kurban. Siapa yang melaksanakan itu, maka sungguh ia telah melaksanakan Sunnah dan siapa yang menyembelih Kurban sebelum shalat (Idul Adha), maka itu hanyalah menjadi daging yang ia persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah (Kurban) walau sedikitpun”.
Waktu penyembelihan Kurban tersebut berlanjut hingga hari-hari Tasyrîq (11, 12 dan 13Dzulhijjah). Berdasarkan hadits Rasulullah SAW,
Seluruh hari-hari Tasyrîq itu adalah hari-hari penyembelihan hewan Kurban”.
(HR.Ahmad dan ad-Daraquthni).
    

Apakah pada malam harinya juga boleh dilakukan penyembelihan hewan Kurban?
Jawab: Waktu yang afdhal untuk menyembelih Kurban adalah siang hari. Boleh dilakukan malam
hari, akan tetapi hukumnya makruh. Karena dalam sebuah hadits disebutkan,
“Rasulullah SAW melarang menyembelih hewan pada malam hari”. (HR.ath-Thabrâni)1.
Baihaqi dari al-Hasan secara Mursal. (Nail al-Authâr, asy-Syaukâni, 5/126).
1 Dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang statusnya Matrûk. Diriwayatkan oleh al-



Hewan-hewan jenis apa sajakah yang boleh dijadikan sebagai hewan Kurban?
Jawab: Para ulama telah sepakat bahwa hewan yang boleh disembelih sebagai Kurban hanyalah
hewan jenis Na’am/An’âm (binatang ternak) seperti Unta, Lembu, Kerbau dan Kambing
dengan berbagai jenisnya. Berdasarkan firman Allah SWT,
 Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka”.(Qs. al-Hajj [22]: 34).
Juga karena tidak ada riwayat dari Rasulullah SAW dan para shahabat yang menyebutkan bahwa mereka menyembelih hewan-hewan jenis lain sebagai Kurban.



Apakah hewan yang paling afdhal disembelih sebagai Kurban?
Jawab: Unta, kemudian Lembu, kemudian Domba, kemudian Kambing. Dilihat dari hewan yang
paling banyak dagingnya dan karena tujuannya agar fakir miskin yang memperoleh daging
Kurban lebih banyak. Juga berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan,
Siapa yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub, kemudian ia pergi ke masjid, maka seakan-akan ia berkurban seekor unta. Siapa yang pergi pada waktu kedua,maka seakanakan ia berkurban seekor lembu. Dan siapa yang pergi pada waktu ketiga, maka seakan-akan ia berkurban seekor kambing yang telah bertanduk”.
(HR.al-Bukhâri dan Muslim).
Menyembelih hewan jantan lebih afdhal daripada hewan betina1.
Tujuh orang yang menyembelih tujuh ekor kambing lebih afdhal daripada tujuh orang berkongsi menyembelih satu ekor lembu. Karena daging kambing lebih baik2.
1 Al-Muntaqâ, al-Bâji, 3/106.
2 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2721.



Adakah batasan usia bagi hewan Kurban?
Jawab: Untuk unta, telah genap lima tahun dan memasuki tahun ke enam. Untuk lembu dan
kambing, telah genap dua tahun dan memasuki tahun ketiga. Dan untuk domba, memasuki
usia ke dua tahun1.


Apakah ada syarat tertentu tentang batasan jumlah orang yang berkurban untuk satu ekor hewan kurban?
Jawab: Satu ekor kambing hanya boleh untuk satu orang. Sedangkan satu ekor unta dan lembu
untuk tujuh orang. Berdasarkan hadits,“Kami menyembelih hewan Kurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hubaibiyah; satu ekor unta untuk tujuh orang dan satu ekor lembu untuk tujuh orang”. (HR. Muslim).

Apakah boleh menyembelih hewan bercacat?
Jawab: Tidak boleh dan ibadah kurbannya tidak sah, berdasarkan hadits Rasulullah SAW
“Dari al-Barrâ bin „Âzib, bahwa Rasulullah SAW ditanya, “Hewan kurban apakah yang mesti
dihindari?”. Rasulullah SAW menunjuk dengan tangannya seraya berkata, “Ada empat”. Al-
Barrâ (juga) mengisyaratkan dengan tangannya (ketika ia meriwayatkan hadits ini) seraya
berkata, “Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah SAW. (empat jenis cacat hewan
tersebut adalah): hewan yang menderita sakit pada kaki, sakit tersebut sangat jelas (hingga
tidak mampu berjalan mengikut hewan lain), hewan yang salah satu matanya buta, hewan
yang menderita suatu penyakit dan hewan yang sangat kurus sehingga tidak memiliki tulang
sum-sum”. (HR. Malik).
1 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2723.



Apakah perkara-perkara yang dianjurkan bagi orang yang akan berkurban?
Jawab: Bagi orang yang akan berkurban, jika telah memasuki tanggal 10 Dzulhijjah, disunnatkan
agar tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku, hingga ia menyembelih hewan
kurbannya. Berdasarkan hadits,
Apabila kamu melihat Hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang kamu akan berkurban, maka hendaklah ia menahan (dirinya) dari (memotong) rambut dan kukunya”. (HR. Muslim). Jika ia tetap melakukannya, maka hukumnya makruh dan ibadah kurbannya tetap sah.
Saat penyembelihan, dianjurkan agar menghadapkan hewan Kurban ke arah Kiblat dengan meletakkan sisi kiri tubuh hewan Kurban pada bagian bawah. Berdasarkan hadits,
“Rasulullah SAW berkurban dua ekor Kibasy berwarna putih bersih dan bertanduk bagus.
Aku melihat Rasulullah SAW meletakkan kakinya keatas sisi tanduk (kanan) hewan kurban itu
sambil menyebut nama Allah dan bertakbir. Rasulullah SAW menyembelih kedua hewan
kurban itu dengan tanganya sendiri”. (HR. al-Bukhâri dan Muslim)

Adakah bacaan khusus ketika akan menyembelih hewan Kurban?
Jawab: Mengucapkan,“Dengan nama Allah dan Allah Yang Maha Besar. Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu”.
Berdasarkan hadits Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Rasulullah SAW menyembelih dua ekor Kibas pada hari Idul Adha. Ketika beliau menghadapkan dua ekor Kibas itu, beliau mengucapkan, “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia yang telah menciptakan langit dan bumi dengan tunduk dan patuh dan tidaklah aku tergolong dari orang-orang musyrik. Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan dan aku adalah orang muslim pertama. Dengan nama Allah dan Allah Yang Maha Besar.
Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu, dari Muhammad dan umatnya”. (HR. al-Hâkim)


Apakah orang yang berkurban mesti menyembelih hewan kurbannya sendiri?
Jawab: Disunnatkan agar yang menyembelih hewan Kurban tersebut adalah orang yang berkurban,
berdasarkan Sunnah Rasulullah SAW, karena beliau menyembelih sendiri hewan kurbannya.
Namun boleh juga mewakilkannya kepada orang lain, karena dari penyembelihan seratus ekor
hewan kurban, sebagiannya diwakilkan Rasulullah SAW kepada Ali RA. Bagi perempuan
dianjurkan agar mewakilkan penyembelihan hewan kurban kepada orang lain.



Bagi seseorang yang menyembelihkan hewan Kurban orang lain, apakah ia mesti menyebutkan nama orang yang berkurban?

Jawab: Ia tidak mesti menyebutkan nama orang yang berkurban, karena niat orang yang berkurban
itu sudah mencukupi. Jika ia tetap menyebutkan nama orang yang berkurban, maka itu boleh
dilakukan, karena Rasulullah SAW mengucapkan,
“Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan umat Muhammad”.
Kemudian Rasulullah SAW menyembelih hewan Kurbannya”. (HR. Muslim).
Menurut Imam al-Hasan, bacaan bagi orang yang menyembelihkan hewan kurban
orang lain adalah,“Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar. Ini dari-Mu dan untuk-Mu. Terimalah dari si fulan(dengan menyebutkan nama orang yang berkurban)”.


Apakah orang yang berkurban boleh memakan daging hewan Kurbannya ?
Jawab: Jika Kurbannya itu adalah Kurban Nadzar, maka ia tidak boleh memakannya, demikian juga
dengan orang-orang yang wajib ia beri nafkah. Semuanya wajib disedekahkan.
Jika Kurban itu adalah Kurban Sunnat, maka orang yang berkurban itu dianjurkan agar
memakan sebagian dagingnya. Bahkan afdhal baginya untuk memakan satu suapan dari
daging Kurbannya itu untuk mengambil berkah dari ibadah Kurbannya. Berdasarkan firman
Allah SWT, “Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”. (Qs. al-Hajj [22]: 28).
Dalam sebuah hadits disebutkan,“Ketika Rasulullah SAW kembali, beliau memakan hati hewan Kurbannya”. (HR. al-Baihaqi).



Apakah orang yang belum akikah boleh berkurban?
Jawab: Orang yang belum akikah boleh melaksanakan ibadah kurban dengan beberapa alasan.
Pertama, karena hukum akikah dan kurban sama-sama Sunnat Muakkad.
Kedua, karena akikah itu kewajiban orang tua terhadap anaknya, bukan kewajiban seseorang
terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Setiap anak tergadai dengan akikahnya, akikahnya itu disembelihkan untuknya pada hari
ketujuh (kelahirannya), rambutnya dicukur dan diberi nama”.
(HR. Ahmad dan empat kitab as-Sunan).
Disamping itu, menurut Mazhab Hanafi ibadah Kurban menasakh semua ritual penyembelihan hewan sebelum ibadah kurban, termasuk di dalamnya ibadah Akikah. Nasakh itu berdasarkan ucapan Aisyah, “Ibadah kurban menasakh semua ibadah penyembelihan sebelumnya”1.
Berdasarkan pendapat ini maka tidak ada kewajiban bagi orang yang belum diakikahkan
agar ia mengakikahkan dirinya sendiri setelah ia dewasa.
1 Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2745.


Apakah boleh membagikan daging kurban ke negeri lain?
Jawab: Boleh hukumnya membagikan daging kurban ke negeri lain, apakah hewan kurban tersebut
disembelih di tempat orang yang berkurban maupun di tempat lain (tempat daging kurban
dibagikan). Berikut ini rinciannya menurut pendapat empat mazhab:
Menurut Mazhab Hanafi, makruh hukumnya mengalihkan daging kurban dari suatu negeri ke negeri lain, sama seperti zakat, kecuali jika diberikan kepada kerabat orang yang berkurban atau kepada penduduk negeri lain yang lebih membutuhkan. Pengalihan distribusi tersebut tetap sah, meskipun hukumnya makruh.
Menurut Mazhab Maliki, tidak boleh mengalihkan pembagian daging kurban ke negeri lain yang jaraknya sejauh jarak meng-qashar shalat atau lebih, kecuali jika penduduk negeri tersebut lebih membutuhkan daripada negeri tempat orang yang berkurban, maka sebagian besar daging kurban wajib didistribusikan ke negeri tersebut, sedangkan sisanya diberikan kepada penduduk negeri orang yang berkurban.
Pendapat Mazhab Hanbali dan Syafii sama seperti pendapat Mazhab Maliki, boleh hukumnya mengalihkan pembagian daging kurban ke suatu negeri yang jaraknya kurang dari jarak meng-qashar shalat. Jika jarak negeri tersebut melebihi jarak qashar shalat, maka hukumnya haram1.



Apakah hukum menyembelih kurban untuk orang lain yang masih hidup?
Jawab: Boleh hukumnya menyembelih kurban untuk orang lain. Dalam kitab Musnad Ahmad
disebutkan sebuah hadits dari Abu Râfi, bahwa ketika Rasulullah SAW berkurban, beliau
membeli dua ekor kibas yang gemuk, bertanduk dan berwarna putih bersih. Lalu beliau
menyembelih salah satu dari dua ekor kibas itu seraya mengucapkan:
“Ya Allah, ini dari ummatku semuanya; diantara mereka yang mempersaksikan tauhid untuk-Mu dan bersaksi bahwa aku telah menyampaikan (risalah Islam)”.Kemudian beliau menyembelih satu ekor lagi dengan mengucapkan:“Ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad”. (HR.Ahmad).
Ibadah Kurban adalah ‘Ibâdah Badaniyah (fisik) dan Mâliyah (harta). Rasulullah SAW telah berkurban untuk umat dan keluarganya, tentu saja mereka mendapatkan balasan pahalanya, karena jika tidak demikian, tentulah perbuatan Rasulullah itu tidak mengandung makna apa-apa1.
1 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2742.


Bagaimana pula hukumnya menyembelih hewan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia?
Jawab: Terdapat beberapa pendapat ulama dalam masalah ini.
Menurut Mazhab Syafii, tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia,
kecuali jika orang yang telah meninggalkan dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia
meninggal. Karena Allah SWT berfirman:
 Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).
Jika orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu tidak boleh memakan daging kurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang yang telah meninggal dunia untuk memakan daging kurban tersebut.Menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia meninggal. Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal
dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.
Menurut Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging hewan kurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut.
.
Mazhab Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali, akan tetapi menurut Mazhab Hanafi haram hukumnya memakan daging kurban yang disembelih untuk orang yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya, semua dagingnya mesti diserahkan kepada fakir miskin1.
1 Majmû’ Fatâwâ wa Rasâ’il Ibni ‘Utsaimin, 2/245



Bagaimanakah prosentase pembagian daging hewan kurban?
Jawab: Daging hewan kurban boleh dibagi tiga; sepertiga untuk orang yang berkurban, sepertiga
untuk kerabat dan sahabat (meskipun mampu) dan sepertiga untuk fakir miskin. Berdasarkan
firman Allah SWT:
 Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta”. (Qs. al-Hajj [22]: 36).
Firman Allah SWT:
 Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”. (Qs. al-Hajj [22]: 28).
Dan hadits:
“Rasulullah SAW memberikan (daging kurban) kepada keluarganya sebanyak sepertiga, untuk para tetangganya yang fakir sebanyak sepertiga dan untuk orang-orang yang meminta sebanyak sepertiga”. (HR. Abu Musa al-Ashfahâni).

Bagaimanakah kurban pada zaman dahulu? Apakah mereka mengenal istilah panitia kurban? Dan bagaimanakah hak panitia kurban?
Jawab: Pada zaman dahulu semua proses kurban dilakukan sendiri oleh orang yang berkurban, dari mulai membeli hewan kurban (bagi yang bukan peternak), merawat hewan kurban menjelang hari penyembelihan, proses penyembelihan hewan kurban dan sampai pada distribusi daging hewan kurban dilakukan sendiri oleh orang yang berkurban. Mereka tidak mengenal istilah panitia kurban.
Dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial masyarakat, tidak semua orang memiliki waktu luang untuk melakukan proses panjang ibadah kurban tersebut. Maka sekelompok masyarakat membentuk paniti kurban. Sebenarnya panitia kurban tidak memiliki hak apa-apa terhadap daging kurban yang mereka kelola. Apa yang mereka lakukan murni sebagai aktifitas sukarela dan hanya mengharapkan balasan pahala dari Allah SWT atas perbuatan baik yang mereka lakukan dengan membantu orang lain.
1 Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2744.


Apakah panitia kurban boleh mengambil sebagian daging kurban sebelum dibagikan? Misalnya, setelah hewan kurban disembelih, panitia kurban mengambil sebagian dari daging kurban, kemudian mereka memasak dan memakannya bersamasama. Sementara daging kurban tersebut belum dibagi bagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Apakah hukum masalah tersebut?
Jawab: Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa panitia kurban tidak memiliki dan kuasa terhadap daging kurban. Jika daging kurban tersebut belum dibagi-bagikan, maka panitia kurban tidak berhak untuk mengambil sebagian dari daging tersebut, karena status kepemilikan daging tersebut belum ditentukan. Jika panitia tetap mengambilnya, berarti mereka telah mengambil daging yang belum jelas siapa pemiliknya.
Solusinya:
- Daging tersebut mesti dibagi-bagikan terlebih dahulu.
- Jika diantara panitia kurban tersebut ada yang berkurban, kemudian ia mengikhlaskan
bagian/jatahnya untuk dimasak, maka yang demikian dibolehkan.
- Seandainya tidak ada diantara para panitia itu yang berkurban, maka bagian/jatah
panitia lah yang mesti dimasak.
Yang perlu ditekankan, mesti diketahui jatah/bagian siapa yang dimasak dan dimakan, karena
daging yang tumbuh dari yang haram lebih utama untuk api neraka. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
Setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka nerakalah yang lebih utama baginya”.
(HR. al-Baihaqi).



Apakah panitia kurban boleh menjual kulit dan tanduk hewan kurban dan hasil penjualannya untuk masjid?
Jawab: Pada dasarnya, hak milik kulit, tanduk dan lain sebagainya ada pada orang yang berkurban.
Haram hukunya menjual kulit, lemak, daging, kepala dan bulu hewan kurban1. Rasulullah SAW
bersabda,
Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka berarti ia tidak berkurban”.
 (HR. al-Hakim).
Orang yang berkurban boleh menggunakan kulit hewan kurbannya, berdasarkan dalil bahwa Aisyah RA membuat kulit hewan kurbannya sebagai tempat air2.
Orang yang berkurban memberitahukan kepada panitia tentang pemanfaatan kulit dan tanduk, karena kulit dan tanduk tersebut adalah hak miliknya. Maka ia boleh menyedekahkan atau memanfaatkannya. Akan tetapi lebih afdhal jika ia sedekahkan. Namun bukan berarti diberikan kepada panitia, akan tetapi disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Apakah boleh memberikan kulit, tanduk atau daging kepada orang yang
menyembelih hewan kurban? Sebagai upah penyembelihan.
Jawab: Tidak boleh hukumnya memberikan kulit atau sebagian dari tubuh hewan kurban kepada orang yang menyembelih hewan kurban sebagai upah. Berdasarkan riwayat Imam Ali RA, ia berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan aku mengurus hewan kurban beliau, agar aku bersedekah (membagi-bagikan) daging hewan kurban, kulitnya dan kain penutupnya. Rasulullah SAW juga memerintahkan aku agar aku tidak membarikan sebagiannya kepada orang yang menyembelih hewan kurban tersebut”. (HR. Muslim).
Jika orang yang menyembelih hewan kurban itu diberi bagian dari hewan kurban karena ia fakir miskin (membutuhkan), atau sebagai hadiah, maka itu boleh dilakukan, karena ia termasuk orang yang berhak menerimanya, sama seperti orang lain, bahkan ia lebih utama untuk menerimanya, karena ia ikut mengerjakannya3.
1 Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, 3/278.
2 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2741.
3 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2741.

Apakah boleh berkurban dalam bentuk uang? Dengan cara mengeluarkan uang seharga hewan kurban?
Jawab: Menyembelih hewan kurban adalah salah satu dari bentuk syiar Allah SWT dan Sunnah
Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman dalam al-Quran:
 Demikianlah (perintah Allah) dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati”. (Qs. al-Hajj [22]: 32).
Umat Islam diperintahkan agar mengikuti perbuatan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan, sebagaimana firman Allah SWT:
 Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Qs. al-Ahzâb [33]: 21).
Dan salah satu perbuatan Rasulullah SAW yang mesti diikuti adalah menyembelih hewan kurban.
Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Mazhab Syafii), berkurban itu lebih afdhal daripada bersedekah Sunnat, berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan masyhur tentang keutamaan berkurban dan karena dasar kewajiban melaksanakannya, berbeda dengan sedekah Sunnat. Juga karena berkurban itu adalah syiar yang nyata”1.
Meskipun boleh hukumnya bersedekah mengeluarkan uang seharga hewan kurban,
akan tetapi berkurban tetap lebih afdhal, demikian disebutkan Imam Ahmad bin Hanbal secara nash2.
Ibnu al-Musayyib berkata:
“Saya lebih suka berkurban daripada bersedekah seratus Dirham”3.
Kesimpulannya, bersedekah mengeluarkan uang seharga hewan kurban itu
hukumnya boleh. Namun lebih afdhal jika menyembelih hewan kurban. Akan tetapi dalam
masalah ini perlu diperhatikan berbagai aspek; efisiensi, efektifitas, kondisi dan maslahat.
1 Al-Majmû’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam Nawawi, 8/425.
2 Al-Mughni, Ibnu Qudâmah, 21/450.
3 Al-Mushannaf, Abdurrazzâq, 4/388.



Apakah ibadah Kurban wajib dilaksanakan sekali seumur hidup? Atau wajib setiap tahun?
Jawab: Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat mazhab:
Menurut Mazhab Hanafi wajib dilaksanakan setiap tahun, berdasarkan hadits:
Siapa yang memiliki kemampuan, akan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia
mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad dan Ibnu Mâjah). Ancaman seperti ini hanya layak
ditujukan kepada suatu ibadah yang wajib dilaksanakan.
Sedangkan menurut Jumhur ulama hukumnya Sunnat bagi yang mampu, berdasarkan
hadits:
Apabila kamu melihat Hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang kamu hendak berkurban, maka hendaklah ia menahan (dirinya) dari (memotong) rambut dan kukunya”. (HR. Muslim). Dalam hadits ini dinyatakan bahwa ibadah kurban dikaitkan dengan kehendak, yaitu pada kalimat“Hendak berkurkan”, ini menafikan hukum wajib.
Sabda Rasulullah SAW:
Ada tiga perkara yang wajib bagiku, sunnat bagi kamu: shalat Witir, berkurban dan shalat Dhuha”. (HR. Ahmad).
Dan sabda Rasulullah SAW:
Aku diperintahkan untuk berkurban, tidak wajib (bagi kamu)”. (HR. at-Tirmidzi).
Ini didukung Atsar bahwa Abu Bakar dan Umar RA pernah tidak berkurban karena jika
dilaksanakan setiap tahun dikhawatirkan kaum muslimin menganggapnya wajib, padahal
hukum asalnya tidak wajib1.
1 As-Sunan al-Kubrâ, al-Baihaqi, 9/264; Subul as-Salâm, ash-Shan’âni, 6/309.




Apakah non-muslim boleh mendapat jatah pembagian daging hewan kurban?
Jawab: Menurut Mazhab Maliki, makruh hukumnya memberikan daging hewan kurban kepada
orang Yahudi dan Nashrani. Sedangkan Mazhab Hanbali memperbolehkan pemberian daging
hewan kurban kepada orang kafir, jika kurban tersebut adalah kurban Sunnat. Sedangkan
kurban wajib tidak boleh diberikan kepada orang kafir walau sedikit pun1.


Apakah hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah kurban?
Jawab: Diantara beberapa hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah Kurban:
- Melaksanakan perintah Allah SWT dan menegakkan salah satu dari syiar-Nya.
- Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.
- Membangkitkan semangat kebersamaan dan kepedulian sosial.
- Mengikis sifat kikir.
- Dan yang paling penting adalah memupuk ketakwaan kepada Allah SWT.
Firman-Nya:
 Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”.
(Qs. al-Hajj [22]: 37).
1 Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, DR. Wahbah az-Zuhaili, 4/2742.

PENTING : Jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar