Fatwa K. H. Muhammad Arifin Ilham
SubhanAllah sahabat
sholehku, aqidah or tauhid or iman bagi hamba yg beriman kpd Allah, yg tahu
hidup di dunia ini sebentar, & benar benar ingat selamat di akhirat adalah
segala galanya, akan benar benar dijaga KESUCIANNYA dg segala konsekwensinya.
Hari Natal adalah hari keyaqinan & ritual umat Nasrani. Wajib bagi kita
menghormati keyaqinan mrk "lakum diinukum wa liyadiin" ( QS Al
Kafiruun : 6) bahkan haram mencaci maki sembahan mrk, "Dan janganlah
kamu memaki sembahan2 yg mrk sembah selain Allah, krn mrk nanti akan memaki
Allah dg melampaui batas tanpa pengetahuan yg benar..." (QS Al-An'am :
108), tetapi juga haram mencampur adukan keyaqinan kita dg mrk, "Org2 yg
beriman & tdk mencampur adukkan iman mrk dg kezaliman (syirik), mrk itulah
yg mendapat keamanan & mrk itu adalah org2 yg mendapat petunjuk (QS Al
An’am : 82). Diantaranya larangan mengucapkan selamat natal, krn natal adalah
keyaqinan & ritual teman kita Kristiani, hormati tanpa harus mengucapkan
selamat natal. Krn keyaqinan kita berbeda, mohon buka surah al Maidah ayat 72.
Lebih langkapnya lihat fatwa MUI. Toleransi dlm muamalah, gotong royang, bisnis
dsb ayo kita bersama, tetapi toleransi dlm keyaqinan, mari kita saling menjaga
& menghormati. Kalaulah sahabat melihat para tokoh mengucapkan &
berbaur, jangan terkecoh apalagi latah mengikuti mrk. Semua menanggung
konsekwensinya di akhirat kelak. Org beriman mengedepankan aqidah "RIDHO
ALLAH, HIDUP DALAM SYARIATNYA & KESELAMATAN DI AKHIRAT daripada muamalah
dunia secuil ini. "Allahumma ya Allah yg Menguasai semua hati &
keadaan, tetapkanlah hati kami dlm keimanan & ketaatan pdMu...aamiin".
20.675 orang menyukai ini.
Fatwa K. H. Muhammad Arifin Ilham
SubhanAllah, sahabat sholehku, sewaktu kutinggal di Mampang
Depok, kuberteman dg pak Frez Taliwongso, waktu itu usia beliau 62 tahun,
sekarang 74 tahun. Kami berbeda keyaqinan tetapi kami berteman akrab. Kami
saling mengujungi tanpa pernah memaksa keyaqinan
masing masing. Beliau aktivis tempat peribadatan beliau, putra beliau Oto sbg
gitaris & putri beliau Anna sbg Vokalis. Bahkan pernah hujan turun lebat kuantarkan
beliau ke tempat beribadatan beliau & hari itu hari ritual beliau, &
akupun tdk pernah mengucapkan selamat pd hari ritual beliau. Alhamdulillah,
kurang lebih 2 tahun kami berteman, pagi senin sepulangku dari mesjid al Amru
bit Taqwa Depok, beliau menunggu di rumahku, & sungguh membuatku sujud
syukur atas HIDAYAH ALLAH beliau mohon dibimbing masuk Islam. "Ustadz,
bimbing saya masuk Islam" dg suara gemetar beliau kubimbing mengucapkan
syahadat, kamipun berpelukan menangis. Kuberi nama Islam Muhammad Fauzan, sejak
itu warga Mampang memanggil beliau pak Fauzan. Kuajak beliau menyertaiku
berda'wah & menunaikan ibadah umrah, sepulang dari umrah istri & anak2
beliaupun masuk Islam. Istri beliau dg nama Halimah, Oto sang gitaris dg nama
Muhammad Zaka Ilham & putri beliau Anna dg nama Fatimah. Hampir setiap
jum'at kami bertemu beliau & putra beliau. Beliau & keluarga diantara
558 muallaf majlis Az Zikra. Sahabatku, jangan sakiti mrk yg berbeda keyaqinan
dg kita, tunjukkan kemuliaan akhlak terutama kasih sayang, kedermawan &
rendah hati, doakan mrk meraih hidayah Allah. Ingat HIDAYAH adalah HAQ ALLAH
(QS Al Qoshosh 56), kewajiban kita taat, berda'wah, berdoa, baik sangka &
tawakkal, sahabatku. Fotoku bersama beliau pak Muhammad Fauzan & putra beliau
Muhammad Zaka Ilham, aku sangat sayang pd mrk & kalian krn Allah.
"Allahumma ya Allah Hiasilah hidup kami dg kesenangan ibadah, kemuliaan
akhlak & semangat berda'wah...aamiin".
bersama Putry Pelangi, Aisyah Nur, Khaanviakhaan Khaan, Mohd Shariff, Maya Mohd Zain, Alfadry Arya Raya, Salim Yaacob, Khurasan Jasni, Tigor Mangaratua, Abdul Mukmin Md
Ibrahim, Dzulam, Nurazan Zaiyob, William Satriaputra
De Weerd, Tuna Rungu, Siti Khadijah Ismail, Jamilah Shukor, Huri Masghuri, Aisyah Nur Sya'adah, Cah Galuh, Meti Mojang Karawang, Idhat El Rumi, Hayati Haron, Hendra Govinda, Muhammad Azmi, Hafis Anif, Letme Admireyoulove, Nizam Wardah, Wildan Fayed Laksono, The Modiz, Norhayati Sarif, Ustaz Ahmad, R'hmah Rabbiaalwafi, Anang As
Syafii, Satay Banting, Ahmad Saepudin, Wildan Fasha, Ibu Nur, Rizqi Malik, Mohamed Yassin, Warda Yusoff, Fauziah Aziz, Habsah Bte A Wahid, Muhammad Saiful
'Adli Ayob, Zaiton Hashim, Panji Milanisti, Ardison Suganda MA, حمدان معروف
الفاقيه, dan Ahmad Fadhil Laksono.
Batal Suka · · Bagikan
- Anda dan 32.286 orang lainnya menyukai ini.
Menyikapi Hari Raya Non Muslim
Oleh: Syaikh Muhammad ibn Sholih
Utsaimin
Pertanyaan
Pertanyaan
Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada
orang kafir pada perayaan hari besar keagamaan mereka ? (Misal: Merry
Christmas, Selamat hari Natal dan Tahun Baru dst, red) Dan bagaimana kita
menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal kepada kita. Dan apakah
dibolehkan pergi ke tempat-tempat dimana mereka merayakannya. Dan apakah
seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud
apapun? Akan tetapi ia melakukannya hanya karena menampakkan sikap tenggang
rasa, atau karena malu atau karena terjepit dalam situasi yang canggung,
ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah dibolehkan menyerupai mereka dalam
hal ini?
Jawaban
Mengucapkan selamat kepada orang kafir
pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijma’.
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya ”Ahkamu
Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata: “Bahwa mengucapkan selamat terhadap
syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada
mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata,
“Selamat Hari Raya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya
atau hal lainnya. Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas
dari jatuh ke dalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam
hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan selamat atas sujudnya
mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka
dosanya lebih besar di sisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi
selamat kepada mereka karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina
dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama
terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada
seseorang yang melakukan perbuatan dosa, atau bid’ah, atau kekafiran, berarti
ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan ALLAH.”–Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul
Qoyyim rahimahullah)
(Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman artinya: “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [QS. Az Zumar 39: 7].
Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS. Al Maaidah: 3]
Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman tentang Islam artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran: 85]
Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya Hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada mereka bisa jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah” –Akhir dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
(Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman artinya: “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [QS. Az Zumar 39: 7].
Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS. Al Maaidah: 3]
Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman tentang Islam artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran: 85]
Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya Hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada mereka bisa jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah” –Akhir dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Interaksi dengan non
muslim yang Dibolehkan
Setelah kami membahas berkenaan dengan
ucapan selamat natal, agar tidak disalahpahami, sekarang kami akan utarakan
beberapa hal yang mestinya diketahui bahwa hal-hal ini tidak termasuk loyal
(wala’) pada orang kafir. Dalam penjelasan kali ini akan dijelaskan bahwa ada
sebagian bentuk muamalah dengan mereka yang hukumnya wajib, ada yang sunnah dan
ada yang cuma sekedar dibolehkan.
Para pembaca -yang semoga dirahmati oleh Allah- kita harus
mengetahui lebih dulu bahwa orang kafir itu ada empat macam:
1. Kafir mu’ahid
yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di antara mereka
dan kaum muslimin memiliki perjanjian.
2. Kafir dzimmi
yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya
mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai kompensasi perlindungan kaum
muslimin terhadap mereka.
3. Kafir musta’man
yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan
oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
4. Kafir harbi
yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin disyari’atkan untuk
memerangi orang kafir semacam ini sesuai dengan kemampuan mereka.[1]
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) yang
diwajibkan adalah:Pertama: Memberikan rasa aman kepada kafir dzimmi dan kafir musta’man selama ia berada di negeri kaum muslimin sampai ia kembali ke negerinya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At Taubah: 6)
Kedua: Berlaku adil dalam memutuskan hukum antara orang kafir dan kaum muslimin, jika mereka berada di tengah-tengah penerapan hukum Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah: 8)
Ketiga: Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam. Ini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil yang beragama Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.”[2]
Keempat: Diharamkan memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam. Karena Allah Ta’ala berfirman,
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256). Ibnu Katsir mengatakan, “Janganlah memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam, maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas. Akan tetapi, barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk masuk Islam.”[3]
Cukup dengan sikap baik (ihsan) yang kita perbuat pada mereka membuat mereka tertarik pada Islam, tanpa harus dipaksa.
Kelima: Dilarang memukul atau membunuh orang kafir (selain kafir harbi). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahid ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.”[4]
Keenam: Tidak boleh bagi seorang muslim pun menipu orang kafir (selain kafir harbi) ketika melakukan transaksi jual beli, mengambil harta mereka tanpa jalan yang benar, dan wajib selalu memegang amanat di hadapan mereka. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Ingatlah! Barangsiapa berlaku zholim terhadap kafir Mu’ahid, mengurangi haknya, membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil harta mereka tanpa keridhoan mereka, maka akulah nantinya yang akan sebagai hujah mematahkan orang semacam itu.”[5]
Ketujuh: Diharamkan seorang muslim menyakiti orang kafir (selain kafir harbi) dengan perkataan dan dilarang berdusta di hadapan mereka. Jadi seorang muslim dituntut untuk bertutur kata dan berakhlaq yang mulia dengan non muslim selama tidak menampakkan rasa cinta pada mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al Baqarah: 83). Berkata yang baik di sini umum kepada siapa saja.
Kedelapan: Berbuat baik kepada tetangga yang kafir (selain kafir harbi) dan tidak mengganggu mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jibril terus menerus memberi wasiat kepadaku mengenai tetangga sampai-sampai aku kira tetangga tersebut akan mendapat warisan.”[6]
Kesembilan: Wajib membalas salam apabila diberi salam oleh orang kafir. Namun balasannya adalah wa ‘alaikum.[7] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang dari Ahlul Kitab mengucapkan salam pada kalian, maka balaslah: Wa ‘alaikum.”[8]
Akan tetapi, kita dilarang memulai mengucapkan salam lebih dulu pada mereka. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashrani dalam ucapan salam.”[9]
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) yang dibolehkan dan dianjurkan adalah:
Pertama: Dibolehkan mempekerjakan orang kafir dalam pekerjaan atau proyek kaum muslimin selama tidak membahayakan kaum muslimin.
Kedua: Dianjurkan berbuat ihsan (baik) pada orang kafir yang membutuhkan seperti memberi sedekah kepada orang miskin di antara mereka atau menolong orang sakit di antara mereka. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.”[10]
Ketiga: Tetap menjalin hubungan dengan kerabat yang kafir (seperti orang tua dan saudara) dengan memberi hadiah atau menziarahi mereka. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.
Keempat: Dibolehkan memberi hadiah pada orang kafir agar membuat mereka tertarik untuk memeluk Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.
Kelima: Dianjurkan bagi kaum muslimin untuk memuliakan orang kafir ketika mereka bertamu sebagaimana boleh bertamu pada orang kafir dan bukan maksud diundang. Namun jika seorang muslim diundang orang kafir dalam acara mereka, maka undangan tersebut tidak perlu dipenuhi karena ini bisa menimbulkan rasa cinta pada mereka.
Keenam: Boleh bermuamalah dengan orang kafir dalam urusan dunia seperti melakukan transaksi jual beli yang mubah dengan mereka atau mengambil ilmu dunia yang bernilai mubah yang mereka miliki (tanpa harus pergi ke negeri kafir).
Ketujuh: Diperbolehkan seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) haram untuk dinikahi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al Maidah: 5). Ingat, seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab hanyalah dibolehkan dan bukan diwajibkan atau dianjurkan.
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan orang kafir mana pun baik ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) dan selain ahlul kitab karena Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka (wanita muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Kedelapan: Boleh bagi kaum muslimin meminta pertolongan pada orang kafir untuk menghalangi musuh yang akan memerangi kaum muslimin. Namun di sini dilakukan dengan dua syarat:
1. Ini adalah keadaan darurat sehingga terpaksa
meminta tolong pada orang kafir.
2. Orang kafir tidak membuat bahaya dan makar pada
kaum muslimin yang dibantu.
Kesembilan: Dibolehkan berobat
dalam keadaan darurat ke negeri kafir.Kesepuluh: Dibolehkan menyalurkan zakat kepada orang kafir yang ingin dilembutkan hatinya agar tertarik pada Islam, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin dibujuk hatinya.” (QS. At Taubah: 60)
Kesebelas: Dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir selama tidak sampai timbul perendahan diri pada orang kafir atau wala’ (loyal pada mereka). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari beberapa orang musyrik. Namun ingat, jika hadiah yang diberikan tersebut berkenaan dengan hari raya orang kafir, maka sudah sepantasnya tidak diterima.
***
Inti dari pembahasan ini adalah tidak selamanya berbuat baik pada orang kafir berarti harus loyal dengan mereka, bahkan tidak mesti sampai mengorbankan agama. Kita bisa berbuat baik dengan hal-hal yang dibolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
Semoga Allah selalu menunjuki kita pada jalan yang lurus. Hanya Allah yang beri taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1] Lihat Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 232-234.
[2] HR. Bukhari no. 1356.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/682, Dar Thoyyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[4] HR. Bukhari no. 3166.
[5] HR. Abu Daud no. 3052. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Ala Qori, 12/284, Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.
[6] HR. Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2625, dari ‘Aisyah.
[7] Namun sebagian ulama menjelaskan bahwa jika ahlul kitab mengucapkan salamnya itu tegas “Assalamu’’alaikum”, maka jawabannya adalah tetap semisal dengannya yaitu: “Wa’alaikumus salam.” Alasannya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Sebagaimana hal ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.
[8] HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163, dari Anas bin Malik.
[9] HR. Tirmidzi no. 1602 dan Ahmad (2/266). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[10] HR. Bukhari no. 2466 dan Muslim no. 2244
Pendapat
Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA
Ucapan selamat adalah masalah
non-ritual, tidak berkaitan dengan ibadah, tapi muamalah. Pada prinsipnya semua tindakan non-ritual
adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadis yang melarang. Hal itu dituturkan Prof. Dr. Sofjan
Siregar, MA kepada detikcom, Sabtu
(18/12/2010), merujuk isi materi yang disampaikannya dalam pengajian ICMI Eropa bekerjasama dengan pengurus Masjid Nasuha di Rotterdam, Jumat sehari sebelumnya. Tema ucapan selamat
Natal diangkat karena hampir setiap tahun muncul pertanyaan sekitar hukum ucapan
selamat Natal bagi seorang muslim,khususnya
di Belanda. Menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau hadits pun yang eksplisit
melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim seperti di hari Natal. "Bahkan dalam Al Quran
Surat An Nisa
Ayat 86 umat Islam diperintahkan untuk membalas salam dari siapa pun tanpa ada batasan ucapan itu datang dari
siapa,"
ujar Sofjan. Lanjut Sofjan, bagi orang
yang mengklaim ucapan selamat kepada orang non-muslim tidak boleh, seharusnya mendatangkan dalil dan argumentasinya dari Al Quran atau Hadits. Dan itu tidak
ada. Adapun hadis dari Aisyah yang
berbunyi, "Jangan ucapkan salam kepada orang Yahudi dan Nasrani," adalah dalam
konteks dan latar belakang perang dengan Bani Quraizah ketika itu. "Seperti halnya banyak larangan berkaitan dengan kafir pada umumnya
adalah berkaitan dengan kafir al harbi atau combatant," terang Sofjan. Umat Islam khususnya di Belanda dan Eropa atau Indonesia bukan dalam keadaan perang, sehingga diperintahkan
oleh agama agar berlaku adil dalam bergaul dalam masyarakat multikultural. Salah satu bentuk birr, qistu,
adil dan ihsan adalah saling hormat-menghormati dalam pergaulan termasuk memberi dan
membalas salam. Hal ini juga sesuai
dengan Surat Al Mumtahinah Ayat 9. "Jika memakan sembelihan ahli kitab adalah halal seperti
halal dan bolehnya mengawini wanita ahli kitab, tentu melarang untuk
mengucapkan salam termasuk yang tidak
mungkin, karena lebih dari itu pun sudah halal dan dibolehkan," papar doktor
bidang syariah ini. Adapun ayat yang
melarang al muwalah seperti dalam Surah Al Mumtahinah Ayat 9 menjadikan orang non-muslim wali
masuk dalam kategori mutlak, yang dibatasi cakupan larangannya dalam
keadaan perang oleh ayat lain, hal ini
dalam istilah fiqihnya disebut muqayyad. Ayat 9 Al Mumtahinah adalah ayat terakhir turun tentang al muwalah. Maka hanya ada dua kemungkinan status
hukumnya: menafsir dan menjelaskan ayat mutlak yang diturunkan
sebelumnya, atau berfungsi menasikh
(abrogasi) ayat sebelumnya. Maka sesuai dengan kaidah usuliyah:annal mutlaq
minan nushush yuhmal alalmuqayyad idza ittahadal hukmu was sabab. Dalam hal ini hukum dalam keduanya adalah satu yaitu haramnya al muwalah,
sebabnya juga satu yaitu karena sebab kekufuran, sehingga ayat yang mutlak (absolut) dimasukkan ke dalam ayat muqayyad, berarti sebab hukum haram adalah karena al kufur al muharib
(kafir combatant). Jadi, al muwalah itu haram hukumnya kepada orang kafir combatant yang
sedang berperang dengan orang Islam, adapun kafir bukan harbi dikecualikan dari ayat itu. Banyak ulama yang membolehkan
salam
kepada orang non-muslim yang tidak harbi, seperti Ibnu Masud, Abu Umamah, Ibnu Abbas, Al Auzayi, An Nakhoi, Attobary dll.
Mengoreksi Prof Dr Sofjan Siregar yang
Membolehkan Ucapan Selamat Natal
Oleh: Badrul Tamam
Dalam pengajian ICMI Eropa bekerjasama dengan pengurus
Masjid Nasuha di Rotterdam, Belanda, Jum’at (17/12/2010) Prof. Dr. Sofjan
Siregar, MA menyimpulkan bahwa mengucapkan selamat Natal oleh seorang muslim
hukumnya mubah, dibolehkan.
Menurutnya, masalah mengucapkan selamat Natal adalah
bagian dari muamalah, non-ritual. Yang pada prinsipnya semua tindakan
non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadits yang melarang.
Dan menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau hadits pun yang eksplisit
melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim seperti di hari
Natal.
Pada bagian akhir laporan tersebut disebutkan alasan
dibolehkannya mengucapkan selamat Natal dengan hujah dibolehkannya mengucapkan
salam kepada orang non-muslim yang tidak harbi. Dan hujah terebut disandarkan
kepada para ulama seperti Ibnu Masud, Abu Umamah, Ibnu Abbas, Al Auzayi, An
Nakhoi, Attobary dll.
Pengajian di Belanda tersebut meramaikan publik
nusantara, setelah sebuah situs berita nasional memberitakan acara tersebut
dengan judul "Ajaran Islam Tak Pernah Larang Ucapan Selamat Natal" (detik.com,
Ahad 19 Desember 2010).
Polemik pun muncul, benarkah pendapat Profesor Sofjan
bahwa tak ada satu ayat pun dalam Al Quran atau hadits yang secara
eksplisit melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim?
Atas permintaan banyak pihak untuk menanggapi pendapat
Profesor Sofjan tersebut, pada dalam tulisan ini kami kemukakan
pendapat para ulama berkaitan dengan hukum mengucapkan selamat Natal
dan selamat atas hari-hari raya non muslim lainnya.
Larangan Menghadiri Perayaan Hari Raya Orang Kafir dan Mengucapkan Selamat
Kepadanya
Para ulama bersepakat, haram menghadiri perayaan hari
raya orang kafir dan bertasyabuh (menyerupai) acara mereka. Ini adalah
pendapat madzab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. (Lihat Iqtidla'
ash-Shirat al-Mustaqim, karya Ibnu Taimiyah : 2/425 dan Ahkam Ahlidz
Dzimmah, karya Ibnul Qayyim 2/227).
Dalam Al-Fiqh Al-Islami, Tasyabuh dilarang
dengan bentuk yang cukup banyak, antara lain:
1. Tidak menumpang pada kapal yang digunakan orang kafir untuk menghadiri
perayaan hari raya mereka.
Imam Malik berkata; "Dimakruhkan menumpang kapal
orang kafir yang dijalankan sebagai alat transportasi untuk menghadiri
perayaan hari raya mereka, karena laknat dan kemurkaan Allah turun kepada
mereka." (Al-Luma' Fi al-Hawadits wa al-Bida':1/392).
Ibnul Qasim pernah ditanya tentang menumpang kapal
yang dijalankan orang Nashrani untuk menghadiri perayaan hari raya mereka, maka
beliau membenci hal itu karena khawatir akan turun murka kepada mereka
disebabkan kesyirikan yang mereka lakukan. (Lihat Al-Iqtidha': 2/625).
2. Larangan mengucapkan selamat hari raya pada mereka
Ibnul Qayim rahimahullah berkata:
"Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram
berdasarkan kesepakatan. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa
mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik (hari raya penuh berkah
atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika
orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya
seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah
dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum
arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham
Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah
dilakukannya.
Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena
maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan
Allah."
Hari Raya Merupakan Syi’ar Suatu Agama
Setiap umat memiliki hari besarnya masing-masing untuk
mengenang dan menghidupkan moment tertentu atau untuk mengungkapkan
kebahagiaan, kesenangan, dan syukur yang sifatnya berulang setiap tahun. Dan
umat Kristiani menjadikan Natal sebagai hari besarnya.
Sementara Islam sudah menetapkan dua hari raya bagi
pemeluknya untuk mengapresiasikannya dengan cara yang mulia. Yaitu dengan
mengingatkan hikmah penciptaan, tugas manusia, beribadah kepada Allah, dan
bergembira dengan cara yang dimubahkan.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu
berkata, "Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah,
penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main
(bersenang-senang) di dalamnya. Lalu beliau bertanya, "Dua hari apa
ini?" Mereka menjawab, "Dua hari yang kami bermain-main di dalamnya
pada masa Jahiliyah." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari
tersebut dengan Idul Adha dan Idul Fitri." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
berkata kepada Abu Bakar radhiyallahu 'anhu, "Hai Abu Bakar, setiap
kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita." (HR. Bukhari).
Natal Adalah Hari Raya Keagamaan Bukan Mua’amalah
Syaikh Utsaimin dalam fatwanya Rasail Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, (3/44) tentang hukum mengucapkan selamat
Natal yang diposting situs islamway.com mengatakan, “Mengucapkan selamat hari
raya Christmas (Natal) atau yang lainnya dari hari besar keagamaan adalah haram
berdasarkan kesepakatan. Hal itu sebagaimana yang dinukil oleh Ibnul Qayim rahimahullaah
dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, beliau mengatakan:
“Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir
adalah haram berdasarkan kesepakatan. Seperti mengucapkan selamat atas hari
raya dan puasa mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik (hari raya
penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan
semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu
termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan selamat bersujud kepada
salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada
mengucapkan selamat meminum arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya.
Banyak orang yang tidak paham Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak
tahu keburukan yang telah dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada
seseorang karena maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia
menantang kemurkaan Allah.”
Kemudian Syaikh Utsaimin menuturkan alasan haramnya
mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir berdasarkan perkataan Ibnul
Qayim, "Adalah karena di dalamnya terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar
kekufuran yang mereka yakini, ridla terhadapnya walaupun dia sendiri tidak
ridla kekufuran itu bagi dirinya. Tetapi haram bagi seorang muslim ridha
terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat atasnya atau yang
lainnya karena Allah subhanahu wa ta'ala tidak ridha terhadap semua itu.
Allah Ta’ala berfirman,
“Jika kamu
kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu
kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7) “Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3) dan mengucapkan
selamat kepada mereka dengan semua itu adalah haram, baik ikut serta di
dalamnya ataupun tidak.”
Haram bagi seorang muslim ridha terhadap
syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat atasnya atau yang lainnya
karena Allah subhanahu wa ta'ala tidak ridha terhadap
semua itu.
Mengucapkan Selamat Hari Raya Natal Berkaitan Dengan Akidah
Syaikh Aiman Hilmi, anggota dakwah salafiyah di kota
Iskandar, dalam makalahnya al-Wala’ fi al-Islam, yang dimuraja’ah oleh
DR. Alau Bakar hafidhahullah, menyebutkan bahwa hari raya-hari raya
orang kafir berkaitan dengan masalah aqidah. Mengucapkan selamat berhari raya
kepada mereka dan ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridhaan
terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka. Walaupun
orang yang ikut-ikutan merayakan hari raya tersebut meyakini berbeda aqidah
dengan mereka, tapi ia berada di atas bahaya besar akibat kejahilannya dalam
sikapnya tersebut.
Mengucapkan selamat berhari raya kepada mereka dan
ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridhaan terhadap perayaan
itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka.
Mengucapkan Selamat Natal Menurut KH. A.
Cholil Ridwan, Lc
KH. A. Cholil Ridwan, Lc dalam Tanya jawab tentang Hukum Mengikuti Perayaan
Natal Bersama yang dirilis www.suara-islam.com menyimpulkan bahwa
mengucapkan selamat hari raya Natal dan berdoa bersama haram hukumnya, karena
masih termasuk perbuatan mempersaksikan kebohongan atau menyerupakan diri
dengan kaum kafir. Beliau mendasarkan pada firman Allah Ta’ala,
"Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. . ." (QS. Al
Furqaan: 72)
Dari penjelasan
beliau, bahwa kalimat “laa
yasyhaduuna az-zuur” dalam ayat itu menurut Ibnu Taimiyah maknanya
yang tepat adalah “tidak menghadiri kebohongan (az-zuur)”, bukan “tidak
memberikan kesaksian palsu”. Sedang kata “az-zuur” itu sendiri oleh sebagian
tabi’in seperti Mujahid, adh-Dhahak, Rabi’ bin Anas, dan Ikrimah artinya adalah
hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah sebelum Islam (Imam Suyuthi,
Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ’An Al-Ibtida` (terj.), hal. 91-95; M. Bin
Ali Adh-Dhabi’i, Mukhtarat Iqtidha` Shirathal Mustaqim (terj.), hal. 59-60).
Kemudian Kiyai Cholil
–sapaan akrab beliau- menyitir perkataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah: “Adapun memberi ucapan selamat pada
syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan
selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ ulama.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti
mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan
ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang
mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos
dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka
sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada
salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan
selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan
selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau
ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama
terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan
dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan
selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia
pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli
Adz-Dzimmah Juz I/162).
Ketika seseorang
mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen berarti dia itu setuju dan ridha
dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat.
Dari penjelasan di
atas, maka dapat kita simpulkan bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang
kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini
berarti seseorang itu setuju dan ridha dengan syiar kekufuran yang mereka
perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridha dengan kekufuran itu sendiri,
namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridha terhadap syiar
kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah
Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah
tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan
jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39]: 7).
Jadi seorang muslim haram hukumnya
mengucapkan selamat Natal kepada orang Nasrani apapun alasannya, karena hari
raya tersebut di dalamnya terdapat kekufuran dan kesyirikan yang setiap musllim
harus berlepas diri darinya,
Jadi seorang muslim
haram hukumnya mengucapkan selamat Natal kepada orang Nasrani apapun alasannya,
karena hari raya tersebut di dalamnya terdapat kekufuran dan kesyirikan yang
setiap musllim harus berlepas diri darinya, bukan malah menyetujuinya dengan
mengucapkan selamat atas hari raya tersebut. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
Kepada pembaca yang budiman dipersilahkan untuk membandingkan beberapa versi fatwa tersebut mana yang menurut anda Benar
silahkan dijalankan dan tetap dalam koridor saling menghargai perbedaan
pendapat
(Mari Tetap Kita Jaga Toleransi Antar Umat Seagama,Antar Agama,Antar
Suku)
You might also like:
TERJEMAHAN ALQUR’AN 30 JUZ
13. SURAT
31. LUQMAN - SURAT 32. AS SAJDAH - SURAT 33. AL AHZAB - SURAT 34. SABA' - SURAT
35. FATHIR
23. SURAT
101. AL QAARI'AH - SURAT 102. AT TAKAATSUR - SURAT 103. AL 'ASHR - SURAT 104.
AL HUMAZAH - SURAT 105. AL FIIL - SURAT 106. QURAISY - SURAT 107. AL MAA'UUN - SURAT
108. AL KAUTSAR - SURAT 109. AL KAAFIRUUN - SURAT 110. AN NASHR - SURAT 111. AL
LAHAB
PENTING : Jika Anda merasa website ini
bermanfaat, mohon do'akan supaya
Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur
keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu
memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh
kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih
dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak
ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim]
tanpa sepengetahuan saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu
juga kebaikan yang sama.”
(Hadits
Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar