Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Minggu, 19 Desember 2010

Larang Ucapan Selamat Natal







Fatwa K. H. Muhammad Arifin Ilham
SubhanAllah sahabat sholehku, aqidah or tauhid or iman bagi hamba yg beriman kpd Allah, yg tahu hidup di dunia ini sebentar, & benar benar ingat selamat di akhirat adalah segala galanya, akan benar benar dijaga KESUCIANNYA dg segala konsekwensinya. Hari Natal adalah hari keyaqinan & ritual umat Nasrani. Wajib bagi kita menghormati keyaqinan mrk "lakum diinukum wa liyadiin" ( QS Al Kafiruun : 6) bahkan haram mencaci maki sembahan mrk, "Dan janganlah kamu memaki sembahan2 yg mrk sembah selain Allah, krn mrk nanti akan memaki Allah dg melampaui batas tanpa pengetahuan yg benar..." (QS Al-An'am : 108), tetapi juga haram mencampur adukan keyaqinan kita dg mrk, "Org2 yg beriman & tdk mencampur adukkan iman mrk dg kezaliman (syirik), mrk itulah yg mendapat keamanan & mrk itu adalah org2 yg mendapat petunjuk (QS Al An’am : 82). Diantaranya larangan mengucapkan selamat natal, krn natal adalah keyaqinan & ritual teman kita Kristiani, hormati tanpa harus mengucapkan selamat natal. Krn keyaqinan kita berbeda, mohon buka surah al Maidah ayat 72. Lebih langkapnya lihat fatwa MUI. Toleransi dlm muamalah, gotong royang, bisnis dsb ayo kita bersama, tetapi toleransi dlm keyaqinan, mari kita saling menjaga & menghormati. Kalaulah sahabat melihat para tokoh mengucapkan & berbaur, jangan terkecoh apalagi latah mengikuti mrk. Semua menanggung konsekwensinya di akhirat kelak. Org beriman mengedepankan aqidah "RIDHO ALLAH, HIDUP DALAM SYARIATNYA & KESELAMATAN DI AKHIRAT daripada muamalah dunia secuil ini. "Allahumma ya Allah yg Menguasai semua hati & keadaan, tetapkanlah hati kami dlm keimanan & ketaatan pdMu...aamiin".
20.675 orang menyukai ini.




Fatwa K. H. Muhammad Arifin Ilham
SubhanAllah, sahabat sholehku, sewaktu kutinggal di Mampang Depok, kuberteman dg pak Frez Taliwongso, waktu itu usia beliau 62 tahun, sekarang 74 tahun. Kami berbeda keyaqinan tetapi kami berteman akrab. Kami saling mengujungi tanpa pernah memaksa keyaqinan masing masing. Beliau aktivis tempat peribadatan beliau, putra beliau Oto sbg gitaris & putri beliau Anna sbg Vokalis. Bahkan pernah hujan turun lebat kuantarkan beliau ke tempat beribadatan beliau & hari itu hari ritual beliau, & akupun tdk pernah mengucapkan selamat pd hari ritual beliau. Alhamdulillah, kurang lebih 2 tahun kami berteman, pagi senin sepulangku dari mesjid al Amru bit Taqwa Depok, beliau menunggu di rumahku, & sungguh membuatku sujud syukur atas HIDAYAH ALLAH beliau mohon dibimbing masuk Islam. "Ustadz, bimbing saya masuk Islam" dg suara gemetar beliau kubimbing mengucapkan syahadat, kamipun berpelukan menangis. Kuberi nama Islam Muhammad Fauzan, sejak itu warga Mampang memanggil beliau pak Fauzan. Kuajak beliau menyertaiku berda'wah & menunaikan ibadah umrah, sepulang dari umrah istri & anak2 beliaupun masuk Islam. Istri beliau dg nama Halimah, Oto sang gitaris dg nama Muhammad Zaka Ilham & putri beliau Anna dg nama Fatimah. Hampir setiap jum'at kami bertemu beliau & putra beliau. Beliau & keluarga diantara 558 muallaf majlis Az Zikra. Sahabatku, jangan sakiti mrk yg berbeda keyaqinan dg kita, tunjukkan kemuliaan akhlak terutama kasih sayang, kedermawan & rendah hati, doakan mrk meraih hidayah Allah. Ingat HIDAYAH adalah HAQ ALLAH (QS Al Qoshosh 56), kewajiban kita taat, berda'wah, berdoa, baik sangka & tawakkal, sahabatku. Fotoku bersama beliau pak Muhammad Fauzan & putra beliau Muhammad Zaka Ilham, aku sangat sayang pd mrk & kalian krn Allah. "Allahumma ya Allah Hiasilah hidup kami dg kesenangan ibadah, kemuliaan akhlak & semangat berda'wah...aamiin".


Menyikapi Hari Raya Non Muslim
Oleh: Syaikh Muhammad ibn Sholih Utsaimin
Pertanyaan
Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan hari besar keagamaan mereka ? (Misal: Merry Christmas, Selamat hari Natal dan Tahun Baru dst, red) Dan bagaimana kita menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal kepada kita. Dan apakah dibolehkan pergi ke tempat-tempat dimana mereka merayakannya. Dan apakah seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud apapun? Akan tetapi ia melakukannya hanya karena menampakkan sikap tenggang rasa, atau karena malu atau karena terjepit dalam situasi yang canggung, ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah dibolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?
Jawaban
Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijma’. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya ”Ahkamu Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata: Bahwa mengucapkan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata, “Selamat Hari Raya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya. Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh ke dalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan selamat atas sujudnya mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka dosanya lebih besar di sisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan dosa, atau bid’ah, atau kekafiran, berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan ALLAH.”–Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul Qoyyim rahimahullah)

(Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman artinya
: “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [QS. Az Zumar 39: 7].

Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS. Al Maaidah: 3]

Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman tentang Islam artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran: 85]

Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya Hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada mereka bisa jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah” –Akhir dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Interaksi dengan non muslim yang Dibolehkan
Setelah kami membahas berkenaan dengan ucapan selamat natal, agar tidak disalahpahami, sekarang kami akan utarakan beberapa hal yang mestinya diketahui bahwa hal-hal ini tidak termasuk loyal (wala’) pada orang kafir. Dalam penjelasan kali ini akan dijelaskan bahwa ada sebagian bentuk muamalah dengan mereka yang hukumnya wajib, ada yang sunnah dan ada yang cuma sekedar dibolehkan.
Para pembaca -yang semoga dirahmati oleh Allah- kita harus mengetahui lebih dulu bahwa orang kafir itu ada empat macam:
1. Kafir mu’ahid yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di antara mereka dan kaum muslimin memiliki perjanjian.
2. Kafir dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.
3. Kafir musta’man yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
4. Kafir harbi yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin disyari’atkan untuk memerangi orang kafir semacam ini sesuai dengan kemampuan mereka.[1]
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) yang diwajibkan adalah:
Pertama: Memberikan rasa aman kepada kafir dzimmi dan kafir musta’man selama ia berada di negeri kaum muslimin sampai ia kembali ke negerinya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
 Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”(QS. At Taubah: 6)
Kedua: Berlaku adil dalam memutuskan hukum antara orang kafir dan kaum muslimin, jika mereka berada di tengah-tengah penerapan hukum Islam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah: 8)
Ketiga: Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam. Ini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil yang beragama Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.[2]
Keempat: Diharamkan memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam. Karena Allah Ta’ala berfirman,
 Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256). Ibnu Katsir mengatakan, “Janganlah memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam, maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas. Akan tetapi, barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk masuk Islam.”[3]
Cukup dengan sikap baik (ihsan) yang kita perbuat pada mereka membuat mereka tertarik pada Islam, tanpa harus dipaksa.
Kelima: Dilarang memukul atau membunuh orang kafir (selain kafir harbi). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahid ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.”[4]
Keenam: Tidak boleh bagi seorang muslim pun menipu orang kafir (selain kafir harbi) ketika melakukan transaksi jual beli, mengambil harta mereka tanpa jalan yang benar, dan wajib selalu memegang amanat di hadapan mereka. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
 Ingatlah! Barangsiapa berlaku zholim terhadap kafir Mu’ahid, mengurangi haknya, membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil harta mereka tanpa keridhoan mereka, maka akulah nantinya yang akan sebagai hujah mematahkan orang semacam itu.”[5]
Ketujuh: Diharamkan seorang muslim menyakiti orang kafir (selain kafir harbi) dengan perkataan dan dilarang berdusta di hadapan mereka. Jadi seorang muslim dituntut untuk bertutur kata dan berakhlaq yang mulia dengan non muslim selama tidak menampakkan rasa cinta pada mereka. Allah Ta’ala berfirman,
Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al Baqarah: 83). Berkata yang baik di sini umum kepada siapa saja.
Kedelapan: Berbuat baik kepada tetangga yang kafir (selain kafir harbi) dan tidak mengganggu mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 Jibril terus menerus memberi wasiat kepadaku mengenai tetangga sampai-sampai aku kira tetangga tersebut akan mendapat warisan.[6]
Kesembilan: Wajib membalas salam apabila diberi salam oleh orang kafir. Namun balasannya adalah wa ‘alaikum.[7] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jika salah seorang dari Ahlul Kitab mengucapkan salam pada kalian, maka balaslah: Wa ‘alaikum.[8]
Akan tetapi, kita dilarang memulai mengucapkan salam lebih dulu pada mereka. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashrani dalam ucapan salam.[9]
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) yang dibolehkan dan dianjurkan adalah:
Pertama: Dibolehkan mempekerjakan orang kafir dalam pekerjaan atau proyek kaum muslimin selama tidak membahayakan kaum muslimin.
Kedua: Dianjurkan berbuat ihsan (baik) pada orang kafir yang membutuhkan seperti memberi sedekah kepada orang miskin di antara mereka atau menolong orang sakit di antara mereka. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
 Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.”[10]
Ketiga: Tetap menjalin hubungan dengan kerabat yang kafir (seperti orang tua dan saudara) dengan memberi hadiah atau menziarahi mereka. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.
Keempat: Dibolehkan memberi hadiah pada orang kafir agar membuat mereka tertarik untuk memeluk Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.
Kelima: Dianjurkan bagi kaum muslimin untuk memuliakan orang kafir ketika mereka bertamu sebagaimana boleh bertamu pada orang kafir dan bukan maksud diundang. Namun jika seorang muslim diundang orang kafir dalam acara mereka, maka undangan tersebut tidak perlu dipenuhi karena ini bisa menimbulkan rasa cinta pada mereka.
Keenam: Boleh bermuamalah dengan orang kafir dalam urusan dunia seperti melakukan transaksi jual beli yang mubah dengan mereka atau mengambil ilmu dunia yang bernilai mubah yang mereka miliki (tanpa harus pergi ke negeri kafir).
Ketujuh: Diperbolehkan seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) haram untuk dinikahi. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
 Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al Maidah: 5). Ingat, seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab hanyalah dibolehkan dan bukan diwajibkan atau dianjurkan.
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan orang kafir mana pun baik ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) dan selain ahlul kitab karena Allah Ta’ala berfirman,
Mereka (wanita muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Kedelapan: Boleh bagi kaum muslimin meminta pertolongan pada orang kafir untuk menghalangi musuh yang akan memerangi kaum muslimin. Namun di sini dilakukan dengan dua syarat:
1. Ini adalah keadaan darurat sehingga terpaksa meminta tolong pada orang kafir.
2. Orang kafir tidak membuat bahaya dan makar pada kaum muslimin yang dibantu.
Kesembilan: Dibolehkan berobat dalam keadaan darurat ke negeri kafir.
Kesepuluh: Dibolehkan menyalurkan zakat kepada orang kafir yang ingin dilembutkan hatinya agar tertarik pada Islam, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin dibujuk hatinya.” (QS. At Taubah: 60)
Kesebelas: Dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir selama tidak sampai timbul perendahan diri pada orang kafir atau wala’ (loyal pada mereka). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari beberapa orang musyrik. Namun ingat, jika hadiah yang diberikan tersebut berkenaan dengan hari raya orang kafir, maka sudah sepantasnya tidak diterima.
***
Inti dari pembahasan ini adalah tidak selamanya berbuat baik pada orang kafir berarti harus loyal dengan mereka, bahkan tidak mesti sampai mengorbankan agama. Kita bisa berbuat baik dengan hal-hal yang dibolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
Semoga Allah selalu menunjuki kita pada jalan yang lurus. Hanya Allah yang beri taufik.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1] Lihat Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 232-234.
[2] HR. Bukhari no. 1356.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/682, Dar Thoyyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[4] HR. Bukhari no. 3166.
[5] HR. Abu Daud no. 3052. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Ala Qori, 12/284, Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.
[6] HR. Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2625, dari ‘Aisyah.
[7] Namun sebagian ulama menjelaskan bahwa jika ahlul kitab mengucapkan salamnya itu tegas “Assalamu’’alaikum”, maka jawabannya adalah tetap semisal dengannya yaitu: “Wa’alaikumus salam.” Alasannya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Sebagaimana hal ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.
[8] HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163, dari Anas bin Malik.
[9] HR. Tirmidzi no. 1602 dan Ahmad (2/266). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[10] HR. Bukhari no. 2466 dan Muslim no. 2244

 
Pendapat Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA


Ucapan selamat adalah masalah non-ritual, tidak berkaitan dengan ibadah, tapi muamalah. Pada prinsipnya semua tindakan non-ritual
adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadis yang melarang. Hal itu dituturkan Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA kepada detikcom, Sabtu
(18/12/2010), merujuk isi materi yang disampaikannya dalam pengajian ICMI Eropa bekerjasama dengan pengurus Masjid Nasuha di Rotterdam, Jumat sehari sebelumnya. Tema ucapan selamat Natal diangkat karena hampir setiap tahun muncul pertanyaan sekitar hukum ucapan
selamat Natal bagi seorang muslim,khususnya di Belanda. Menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau hadits pun yang eksplisit
melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim seperti di hari Natal. "Bahkan dalam Al Quran Surat An Nisa
Ayat 86 umat Islam diperintahkan untuk membalas salam dari siapa pun tanpa ada batasan ucapan itu datang dari siapa,"
ujar Sofjan. Lanjut Sofjan, bagi orang yang mengklaim ucapan selamat kepada orang non-muslim tidak boleh, seharusnya mendatangkan dalil dan argumentasinya dari Al Quran atau Hadits. Dan itu tidak
ada. Adapun hadis dari Aisyah yang berbunyi, "Jangan ucapkan salam kepada orang Yahudi dan Nasrani," adalah dalam
konteks dan latar belakang perang dengan Bani Quraizah ketika itu. "Seperti halnya banyak larangan berkaitan dengan kafir pada umumnya
adalah berkaitan dengan kafir al harbi atau combatant," terang Sofjan. Umat Islam khususnya di Belanda dan Eropa atau Indonesia bukan dalam keadaan perang, sehingga diperintahkan
oleh agama agar berlaku adil dalam bergaul dalam masyarakat multikultural. Salah satu bentuk birr, qistu, adil dan ihsan adalah saling hormat-menghormati dalam pergaulan termasuk memberi dan
membalas salam. Hal ini juga sesuai dengan Surat Al Mumtahinah Ayat 9. "Jika memakan sembelihan ahli kitab adalah halal seperti
halal dan bolehnya mengawini wanita ahli kitab, tentu melarang untuk
mengucapkan salam termasuk yang tidak mungkin, karena lebih dari itu pun sudah halal dan dibolehkan," papar doktor
bidang syariah ini. Adapun ayat yang melarang al muwalah seperti dalam Surah Al Mumtahinah Ayat 9 menjadikan orang non-muslim wali
masuk dalam kategori mutlak, yang dibatasi cakupan larangannya dalam
keadaan perang oleh ayat lain, hal ini dalam istilah fiqihnya disebut muqayyad. Ayat 9 Al Mumtahinah adalah ayat terakhir turun tentang al muwalah. Maka hanya ada dua kemungkinan status
hukumnya: menafsir dan menjelaskan ayat mutlak yang diturunkan
sebelumnya, atau berfungsi menasikh (abrogasi) ayat sebelumnya. Maka sesuai dengan kaidah usuliyah:annal mutlaq minan nushush yuhmal alalmuqayyad idza ittahadal hukmu was sabab. Dalam hal ini hukum dalam keduanya adalah satu yaitu haramnya al muwalah,
sebabnya juga satu yaitu karena sebab kekufuran, sehingga ayat yang mutlak (absolut) dimasukkan ke dalam ayat muqayyad, berarti sebab hukum haram adalah karena al kufur al muharib (kafir combatant). Jadi, al muwalah itu haram hukumnya kepada orang kafir combatant yang
sedang berperang dengan orang Islam, adapun kafir bukan harbi dikecualikan dari ayat itu. Banyak ulama yang membolehkan salam
kepada orang non-muslim yang tidak harbi, seperti Ibnu Masud, Abu Umamah, Ibnu Abbas, Al Auzayi, An Nakhoi, Attobary dll.



Mengoreksi Prof Dr Sofjan Siregar yang Membolehkan Ucapan Selamat Natal
Oleh: Badrul Tamam
Dalam pengajian ICMI Eropa bekerjasama dengan pengurus Masjid Nasuha di Rotterdam, Belanda, Jum’at (17/12/2010) Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA menyimpulkan bahwa mengucapkan selamat Natal oleh seorang muslim hukumnya mubah, dibolehkan.
Menurutnya, masalah mengucapkan selamat Natal adalah bagian dari muamalah, non-ritual. Yang pada prinsipnya semua tindakan non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadits yang melarang. Dan menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau hadits pun yang eksplisit melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim seperti di hari Natal.
Pada bagian akhir laporan tersebut disebutkan alasan dibolehkannya mengucapkan selamat Natal dengan hujah dibolehkannya mengucapkan salam kepada orang non-muslim yang tidak harbi. Dan hujah terebut disandarkan kepada para ulama seperti Ibnu Masud, Abu Umamah, Ibnu Abbas, Al Auzayi, An Nakhoi, Attobary dll.
Pengajian di Belanda tersebut meramaikan publik nusantara, setelah sebuah situs berita nasional memberitakan acara tersebut dengan judul "Ajaran Islam Tak Pernah Larang Ucapan Selamat Natal" (detik.com, Ahad 19 Desember 2010).
Polemik pun muncul, benarkah pendapat Profesor Sofjan bahwa tak ada satu ayat  pun dalam Al Quran atau hadits yang secara eksplisit melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim?
Atas permintaan banyak pihak untuk menanggapi pendapat Profesor Sofjan tersebut, pada dalam tulisan ini kami kemukakan  pendapat  para ulama berkaitan dengan hukum mengucapkan selamat Natal dan  selamat atas hari-hari raya non muslim lainnya.
Larangan Menghadiri Perayaan Hari Raya Orang Kafir dan Mengucapkan Selamat Kepadanya
Para ulama bersepakat, haram menghadiri perayaan hari raya orang kafir dan bertasyabuh (menyerupai) acara mereka. Ini adalah pendapat madzab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. (Lihat Iqtidla' ash-Shirat al-Mustaqim, karya Ibnu Taimiyah : 2/425 dan Ahkam Ahlidz Dzimmah, karya Ibnul Qayyim 2/227).
Dalam Al-Fiqh Al-Islami, Tasyabuh dilarang dengan bentuk yang cukup banyak, antara lain:
1. Tidak menumpang pada kapal yang digunakan orang kafir untuk menghadiri perayaan hari raya mereka.
Imam Malik berkata; "Dimakruhkan menumpang kapal orang kafir yang dijalankan sebagai alat transportasi untuk menghadiri perayaan hari raya mereka, karena laknat dan kemurkaan Allah turun kepada mereka." (Al-Luma' Fi al-Hawadits wa al-Bida':1/392).
Ibnul Qasim pernah ditanya tentang menumpang kapal yang dijalankan orang Nashrani untuk menghadiri perayaan hari raya mereka, maka beliau membenci hal itu karena khawatir akan turun murka kepada mereka disebabkan kesyirikan yang mereka lakukan. (Lihat Al-Iqtidha': 2/625).
2. Larangan mengucapkan selamat hari raya pada mereka
Ibnul Qayim rahimahullah berkata: "Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik (hari raya penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah dilakukannya.
Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan Allah."
Hari Raya Merupakan Syi’ar Suatu Agama
Setiap umat memiliki hari besarnya masing-masing untuk mengenang dan menghidupkan moment tertentu atau untuk mengungkapkan kebahagiaan, kesenangan, dan syukur yang sifatnya berulang setiap tahun. Dan umat Kristiani menjadikan Natal sebagai hari besarnya.
Sementara Islam sudah menetapkan dua hari raya bagi pemeluknya untuk mengapresiasikannya dengan cara yang mulia. Yaitu dengan mengingatkan hikmah penciptaan, tugas manusia, beribadah kepada Allah, dan bergembira dengan cara yang dimubahkan.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, "Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main (bersenang-senang) di dalamnya. Lalu beliau bertanya, "Dua hari apa ini?" Mereka menjawab, "Dua hari yang kami bermain-main di dalamnya pada masa Jahiliyah." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan Idul Adha dan Idul Fitri." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berkata kepada Abu Bakar radhiyallahu 'anhu, "Hai Abu Bakar, setiap kaum memiliki hari raya, dan inilah hari raya kita." (HR. Bukhari).
Natal Adalah Hari Raya Keagamaan Bukan Mua’amalah
Syaikh Utsaimin dalam fatwanya Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, (3/44) tentang hukum mengucapkan selamat Natal yang diposting situs islamway.com mengatakan, “Mengucapkan selamat hari raya Christmas (Natal) atau yang lainnya dari hari besar keagamaan adalah haram berdasarkan kesepakatan. Hal itu sebagaimana yang dinukil oleh Ibnul Qayim rahimahullaah dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, beliau mengatakan:
“Mengucapkan selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan 'Ied Muharak 'Alaik (hari raya penuh berkah atas kalian) atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan Allah.”
Kemudian Syaikh Utsaimin menuturkan alasan haramnya mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir berdasarkan perkataan Ibnul Qayim, "Adalah karena di dalamnya terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka yakini, ridla terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridla kekufuran itu bagi dirinya. Tetapi haram bagi seorang muslim ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat atasnya atau yang lainnya karena Allah subhanahu wa ta'ala tidak ridha terhadap semua itu.
Allah Ta’ala berfirman,
 Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7) “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3) dan mengucapkan selamat kepada mereka dengan semua itu adalah haram, baik ikut serta di dalamnya ataupun tidak.”
Haram bagi seorang muslim ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat atasnya atau yang lainnya karena Allah subhanahu wa ta'ala tidak ridha terhadap semua itu.
Mengucapkan Selamat Hari Raya Natal Berkaitan Dengan Akidah
Syaikh Aiman Hilmi, anggota dakwah salafiyah di kota Iskandar, dalam makalahnya al-Wala’ fi al-Islam, yang dimuraja’ah oleh DR. Alau Bakar hafidhahullah, menyebutkan bahwa hari raya-hari raya orang kafir berkaitan dengan masalah aqidah. Mengucapkan selamat berhari raya kepada mereka dan ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridhaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka. Walaupun orang yang ikut-ikutan merayakan hari raya tersebut meyakini berbeda aqidah dengan mereka, tapi ia berada di atas bahaya besar akibat kejahilannya dalam sikapnya tersebut.
Mengucapkan selamat berhari raya kepada mereka dan ikut serta merayakannya menunjukkan kecocokan dan keridhaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka.
Mengucapkan Selamat Natal Menurut KH. A. Cholil Ridwan, Lc
KH. A. Cholil Ridwan, Lc dalam Tanya jawab tentang Hukum Mengikuti Perayaan Natal Bersama yang dirilis www.suara-islam.com menyimpulkan bahwa mengucapkan selamat hari raya Natal dan berdoa bersama haram hukumnya, karena masih termasuk perbuatan mempersaksikan kebohongan atau menyerupakan diri dengan kaum kafir. Beliau mendasarkan pada firman Allah Ta’ala,
"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. . ." (QS. Al Furqaan: 72)
Dari penjelasan beliau, bahwa kalimat “laa yasyhaduuna az-zuur” dalam ayat itu menurut Ibnu Taimiyah maknanya yang tepat adalah “tidak menghadiri kebohongan (az-zuur)”, bukan “tidak memberikan kesaksian palsu”. Sedang kata “az-zuur” itu sendiri oleh sebagian tabi’in seperti Mujahid, adh-Dhahak, Rabi’ bin Anas, dan Ikrimah artinya adalah hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah sebelum Islam (Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ’An Al-Ibtida` (terj.), hal. 91-95; M. Bin Ali Adh-Dhabi’i, Mukhtarat Iqtidha` Shirathal Mustaqim (terj.), hal. 59-60).
Kemudian Kiyai Cholil –sapaan akrab beliau- menyitir perkataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah: “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli Adz-Dzimmah Juz I/162).
Ketika seseorang mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen berarti dia itu setuju dan ridha dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat.
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridha dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridha dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridha terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39]: 7).
Jadi seorang muslim haram hukumnya mengucapkan selamat Natal kepada orang Nasrani apapun alasannya, karena hari raya tersebut di dalamnya terdapat kekufuran dan kesyirikan yang setiap musllim harus berlepas diri darinya,
Jadi seorang muslim haram hukumnya mengucapkan selamat Natal kepada orang Nasrani apapun alasannya, karena hari raya tersebut di dalamnya terdapat kekufuran dan kesyirikan yang setiap musllim harus berlepas diri darinya, bukan malah menyetujuinya dengan mengucapkan selamat atas hari raya tersebut. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:

Kepada pembaca yang budiman dipersilahkan untuk membandingkan beberapa versi fatwa tersebut mana yang menurut anda Benar silahkan dijalankan dan tetap dalam koridor saling menghargai perbedaan pendapat
 
(Mari Tetap Kita Jaga Toleransi Antar Umat Seagama,Antar Agama,Antar Suku)
You might also like:
TERJEMAHAN  ALQUR’AN 30 JUZ
2.   SURAT 3. ALI 'IMRAN             

                                       

PENTING : Jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar