Ayam ketawa khas Sulawesi Selatan atau yang dikenal dengan Manu Gaga siap dipatenkan sebagai warisan budaya Suku Bugis-Makassar. Kepala Dinas Peternakan Sulsel Murtala Ali di sela-sela penyelenggaraan kontes kokok Ayam Gaga dan Gerete di Makassar, Rabu (16/3), mengatakan, upaya mematenkan ayam ketawa khas Sulsel akan segera dilakukan usai penyelenggaraan lomba. "Usai lomba, kita akan segera melakukan musyawarah bersama semua asosiasi penggemar ayam khas ini di Sulsel," ujarnya.
Menurutnya, yang paling pertama perlu disatukan adalah persepsi sejarahnya yang berbeda di setiap kabupaten. "Melalui kontes ini pula kita satukan dulu persepsi kita, bahwa ini ayam khas Sulsel dan kabupaten dan kota tidak saling mengklaim. Ada beberapa versi sejarah," jelasnya.
Setelah pembuktian sejarah dilakukan, pihaknya bersama asosiasi membawa ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mematenkan. Sementara itu, 1700 ayam dari seluruh kabupaten dan kota di Sulsel mengikuti kontes ayam Gaga dan Gerete. Kontes memperebutkan piala gubernur dibagi dalam dua kategori yaitu Gaga atau kokok lambat atau biasa disebut "slow" dan kategori Gerete atau kokok cepat atau dangdut.
Kontes menggunakan sistem gugur. Setiap babak penyisihan diikuti 100 peserta, masing-masing 50 kategori dangdut dan 50 kategori pop dipertandingkan untuk mencari juara satu, dua dan tiga. Juara dari masing-masing babak penyisihan di setiap kategori, kemudian akan dipertemukan langsung di babak final.
Sistem penilaian pemenang dilakukan berdasarkan vibrasi, kemerduaan dan kelengkingan suara ayam. Selain piala bergilir gubernur, pemenang kontes ini juga berhak atas hadiah sepeda motor, televisi, sepeda gunung, tabungan dan hadiah hiburan lainnya. Kontes ini merupakan kontes yang pertama kali digelar di Sulsel dan rencananya akan dilakukan secara berkala setiap tahun dan melibatkan kontestan dari luar Sulsel.
Manu Gaga' dalam tradisi suku Bugis, diwariskan secara turun temurun secara lisan bahwa pada jaman kerajaan, muncul ayam kokok yang kokoknya tidak seperti ayam kebanyakan. Ayam bersuara merdu di Sulsel terdiri atas jenis Lappung, Koro, Pute, Bakka dan Ceppaga. Kini, ayam-ayam juara bersuara unik dan keturunannya ini dihargai mulai dari Rp 25 juta hingga ratusan juta rupiah diantara pecintanya.
Menurutnya, yang paling pertama perlu disatukan adalah persepsi sejarahnya yang berbeda di setiap kabupaten. "Melalui kontes ini pula kita satukan dulu persepsi kita, bahwa ini ayam khas Sulsel dan kabupaten dan kota tidak saling mengklaim. Ada beberapa versi sejarah," jelasnya.
Setelah pembuktian sejarah dilakukan, pihaknya bersama asosiasi membawa ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mematenkan. Sementara itu, 1700 ayam dari seluruh kabupaten dan kota di Sulsel mengikuti kontes ayam Gaga dan Gerete. Kontes memperebutkan piala gubernur dibagi dalam dua kategori yaitu Gaga atau kokok lambat atau biasa disebut "slow" dan kategori Gerete atau kokok cepat atau dangdut.
Kontes menggunakan sistem gugur. Setiap babak penyisihan diikuti 100 peserta, masing-masing 50 kategori dangdut dan 50 kategori pop dipertandingkan untuk mencari juara satu, dua dan tiga. Juara dari masing-masing babak penyisihan di setiap kategori, kemudian akan dipertemukan langsung di babak final.
Sistem penilaian pemenang dilakukan berdasarkan vibrasi, kemerduaan dan kelengkingan suara ayam. Selain piala bergilir gubernur, pemenang kontes ini juga berhak atas hadiah sepeda motor, televisi, sepeda gunung, tabungan dan hadiah hiburan lainnya. Kontes ini merupakan kontes yang pertama kali digelar di Sulsel dan rencananya akan dilakukan secara berkala setiap tahun dan melibatkan kontestan dari luar Sulsel.
Manu Gaga' dalam tradisi suku Bugis, diwariskan secara turun temurun secara lisan bahwa pada jaman kerajaan, muncul ayam kokok yang kokoknya tidak seperti ayam kebanyakan. Ayam bersuara merdu di Sulsel terdiri atas jenis Lappung, Koro, Pute, Bakka dan Ceppaga. Kini, ayam-ayam juara bersuara unik dan keturunannya ini dihargai mulai dari Rp 25 juta hingga ratusan juta rupiah diantara pecintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar