"Mesin dan avianik masih impor. Mesin sepertinya kami akan impor dari Kanada."
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bakal kembali meluncurkan satu jenis pesawat baru yang diklaim sebagai pesawat termurah dan tercanggih di kelasnya. Pesawat baru dengan nama N-219 ini sedang dalam tahap desain. Prototipenya akan dibuat dan mulai uji coba terbang pada 2014 mendatang.
Indonesia terakhir kali membuat pesawat N-250 pada era Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie. Namun, pesawat pertama yang diproduksi Indonesia adalah pesawat CN-235 yang kala itu diproduksi oleh IPTN.
"Gambarnya sudah ada dan masa pengembangannya dalam tiga tahun ke depan, saat ini kita sudah jalan pengembangan setengah tahun," kata Direktur Aerostructure PTDI, Andi Alisjahbana, di Bandung, Jawa Barat, Rabu, 16 Maret 2011.
Andi menjelaskan, pesawat baru ini memiliki kapasitas 19 penumpang dengan menggunakan dua mesin berkapasitas 850 shaft horse power (HP). Secara keseluruhan, N-219 akan mengandung konten lokal sebesar 70 persen dan 30 persen sisanya masih harus menggunakan komponen impor, terutama di bagian mesin dan aviasi.
"Mesin dan avianik masih impor. Mesin sepertinya kami akan impor dari Kanada. Sedangkan avionik dari Amerika dan Eropa," jelasnya.
PTDI mengklaim N-219 akan menjadi pesawat termurah dikelasnya. Pesawat ini nantinya akan bersaing dengan Twin Otter (Viking Air) dan Harbin Y-12 buatan China. Namun, Andi belum bersedia membeberkan harga dari pesawat N-219 per unitnya.
"Sebagai perbandingan harga Y-12 sekitar US$4,5 juta sedangkan Twin Otter lebih mahal," katanya.
Selain termurah di kelasnya, N-219 juga diklaim akan menjadi pesawat tercanggih karena menggabungkan teknologi CN-235, N-250 dan N-212. Pesawat N-219 rencananya dikerjakan oleh sekitar 200 engineer yang dimiliki oleh perusahaan.
Sayangnya, untuk pengembangan N-219, lagi-lagi PTDI terbentur masalah klasik berupa pendanaan. Menurut Andi, PTDI tidak mungkin menggunakan dana sendiri untuk mengembangkan N-219, sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah dan swasta untuk mengembangkan N-219. "Dana hingga saat ini belum ada, kami sedang mendekati sumber pendanaan," ujar Andi.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Dita Ardonni Jafri, menambahkan, PTDI sanggup menyelesaikan dua buah prototype N-219 dalam waktu 2,5 tahun ke depan. Dengan syarat, perusahaan memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk membuat sebuah prototype N-219 senilai US$30 juta.
Indonesia terakhir kali membuat pesawat N-250 pada era Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie. Namun, pesawat pertama yang diproduksi Indonesia adalah pesawat CN-235 yang kala itu diproduksi oleh IPTN.
"Gambarnya sudah ada dan masa pengembangannya dalam tiga tahun ke depan, saat ini kita sudah jalan pengembangan setengah tahun," kata Direktur Aerostructure PTDI, Andi Alisjahbana, di Bandung, Jawa Barat, Rabu, 16 Maret 2011.
Andi menjelaskan, pesawat baru ini memiliki kapasitas 19 penumpang dengan menggunakan dua mesin berkapasitas 850 shaft horse power (HP). Secara keseluruhan, N-219 akan mengandung konten lokal sebesar 70 persen dan 30 persen sisanya masih harus menggunakan komponen impor, terutama di bagian mesin dan aviasi.
"Mesin dan avianik masih impor. Mesin sepertinya kami akan impor dari Kanada. Sedangkan avionik dari Amerika dan Eropa," jelasnya.
PTDI mengklaim N-219 akan menjadi pesawat termurah dikelasnya. Pesawat ini nantinya akan bersaing dengan Twin Otter (Viking Air) dan Harbin Y-12 buatan China. Namun, Andi belum bersedia membeberkan harga dari pesawat N-219 per unitnya.
"Sebagai perbandingan harga Y-12 sekitar US$4,5 juta sedangkan Twin Otter lebih mahal," katanya.
Selain termurah di kelasnya, N-219 juga diklaim akan menjadi pesawat tercanggih karena menggabungkan teknologi CN-235, N-250 dan N-212. Pesawat N-219 rencananya dikerjakan oleh sekitar 200 engineer yang dimiliki oleh perusahaan.
Sayangnya, untuk pengembangan N-219, lagi-lagi PTDI terbentur masalah klasik berupa pendanaan. Menurut Andi, PTDI tidak mungkin menggunakan dana sendiri untuk mengembangkan N-219, sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah dan swasta untuk mengembangkan N-219. "Dana hingga saat ini belum ada, kami sedang mendekati sumber pendanaan," ujar Andi.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Dita Ardonni Jafri, menambahkan, PTDI sanggup menyelesaikan dua buah prototype N-219 dalam waktu 2,5 tahun ke depan. Dengan syarat, perusahaan memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk membuat sebuah prototype N-219 senilai US$30 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar