Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Rabu, 27 Oktober 2010

Fiqih

Bab I
Thaharoh
Pengertian Thoharoh

Thoharoh secara bahasa artinya bersih, kebersihan atau bersuci. Sedangkan menurut istilah ialah suatu kegiatan bersuci dari hadats dan najis sehingga seseorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf.

Kegiatan bersuci dari hadats dapat dilakukan dengan berwudhu, tayammum dan mandi, sedangkan bersuci dari najis meliputi mensucikan badan, pakaian dan tempat.

Dalil yang memerintahkan untuk bersuci antara lain :

"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri". (Al-Baqarah : 222).

"Dan bersihkanlah pakaianmu dan jauhilah perbuatan yang kotor (dosa). (Al-Muddatstsir : 4 - 5).

"Kebersihan itu sebagian dari iman." (HR. Mulim dari Abu Said Al-Khudri).

"Allah tidak akan menerima sholat seseorang yang tidak bersuci." (HR. Muslim).

Pengertian Najis

Najis dalam pandangan syariat Islam yaitu benda yang kotor yang mencegah sahnya suatu ibadah yang menuntut seseorang dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf. Dalam Al-Qur'an perkataan najis disebut juga dengan "rijsun" seperti tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 90 :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".

Benda yang kelihatan kotor belum tentu najis, begitu juga sebaliknya. Misalnya, pakaian yang terkena tanah atau debu akan menjadi kotor tetapi tidak najis sehingga sah jika digunakan dalam sholat, tetapi sebaiknya harus dibersihkan terlebih dahulu. Dalam keadaan lain pakaian yang terkena kencing walaupun tidak berbekas lagi hukumnya adalah terkena najis dan tidak sah bila digunakan untuk sholat.

Alat-alat yang digunakan dalam Thoharoh
1.  Air, seperti air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air dari mata air, air salju (es) dan air embun.
2.  Bukan air, seperti debu dan benda-benda kesat lainnya seperti batu, kayu, kertas dan lain-lain.
Air dan Macam-macamnya

Ditinjau dari hukumnya, air dibagi menjadi empat macam :
1.  Air Mutlak atau Thohir Muthohir (suci menyucikan), yaitu air yang masih asli dan belum tercampur dengan benda lain yang terkena najis. Contohnya air hujan dan air laut.

Allah SWT berfirman :

"Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu." (QS. Al-Anfal : 11).

"Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih." (QS. Al-Furqan : 48).

"Laut itu airnya suci dan bangkainya halal dimakan." (HR. At-Turmudzi).
2.  Air yang dipanaskan dengan matahari (air musyammas), ialah air yang terjemur pada matahari dalam bejana selain emas dan perak tetapi dalam bejana yang terbuat dari logam yang dapat berkarat. Air jenis ini suci dan menyucikan tetapi hukumnya makruh untuk digunakan karena dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit. Adapun air yang berada di dalam bejana bukan logam atau air yang dipanaskan bukan dengan matahari seperti direbus tidak termasuk dalam jenis air musyammas.

Diriwayatkan dari Aisyah ra, sesungguhnya dia memanaskan air pada sinar matahari, maka Rasulullah bersabda kepadanya. "Jangan engkau berbuat begitu wahai humaira, karena sesungguhnya yang demikian itu akan menimbulkan penyakit barash (sapak)". (HR. Al-Baihaqi).
3.  Air Muta'mal atau thohir ghairu muthohir (suci tidak mensucikan), yaitu air yang hukumnya suci tetapi tidak dapat untuk menyucikan. Ada tiga macam air yang termasuk jenis ini, yaitu :
a.  Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu berubah salah satu sifatnya (warna, bau atau rasanya). Contoh air kopi, teh.
b.  Air suci yang sedikit yang kurang dari 2 kullah yang sudah dipergunakan untuk bersuci walalupun tidak berubah sifatnya.
c.  Air buah-buahan dan air pepohonan seperti air kelapa, air nira dan sebagainya.
4.  Air Najis, yaitu air yang tadinya suci dan kurang dari 2 kullah tetapi terkena najis walaupun tidak berubah sifatnya atau air yang lebih dari 2 kullah terkena najis berubah salah satu sifatnya. Air jenis ini tidak sah bila digunakan untuk berwudhu, mandi atau menyucikan benda yang terkena najis.

"Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali telah berubah rasanya, warnanya atau baunya." (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).

"Apabila air itu cukup dua qullah tidak dinajisi suatu apapun." (HR. Imam yang lima).


Macam-macam dan Najis dan Cara Menghilangkannya

1. Najis Mukhoffafah (ringan)
Yang termasuk dalam najis ringan adalah air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu selain ASI.

Cara menghilangkan najis ringan adalah dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis tersebut, sebagaimana sabda Rasul :

"Dibasuh dari kencing anak perempuan dan dipercikkan air dari air kencing anak laki-laki." (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

2. Najis Mutawassithoh (sedang)
Yang termasuk kelompok najis ini adalah :
a. Bangkai
Yang dimaksud bangkai adalah binatang yang mati karena tidak disembelih ata disembelih tidak menurut aturan syariat Islam, termasuk bagian tubuh dari hewan yang dipotong ketika masih hidup.

"Diharamkan atas kamu bangkai". (QS. Al-Maidah : 3).

"Segala sesuatu (anggota tubuh) yang dipotong dari binatang yang masih hidup termasuk bangkai". (HR. Abu Daud dan Turmudzi dari Abi Waqid Al-Laitsi).

Bangkai yang tidak termasuk najis adalah ikan dan belalang, keduanya halal untuk dimakan.

b. Darah
Semua macam darah termasuk najis, kecuali darah yang sedikit seperti darah nyamuk yang menempel pada badan atau pakaian maka hal itu dapat dimaafkan.

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi." (QS. Al-Maidah : 3).

c. Nanah
Nanah pada hakikatnya adalah darah yang tidak sehat dan sudah membusuk. Baik nanah ini kental ataupun cair hukumnya adalah najis.

d. Muntah

e. Kotoran manusia dan binatang
Kotoran manusia dan binatang, baik yang keluar dari dubur atau qubul hukumnya najis, kecuali air mani. Walaupun air mani tidak najis tetapi hendaknya dibersihkan.

f. Arak (khamar)
Semua benda yang memabukkan termasuk benda najis, berdasarkan firman Allah :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan." (QS. Al-Maidah : 90).
Najis mutawashithoh terbagi dua, yaitu :
(1) Najis 'Ainiyah, yaitu najis mutawashitoh yang masih kelihatan wujudnya, warnanya dan baunya. Cara membersihkannya dengan menghilangkan najis tersebut dan membasuhnya dengan air sampai hilang warna, bau dan rasanya.

(2) Najis Hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya tetapi sudah tidak kelihatan wujudnya, warnanya dan baunya. Contohnya adalah air kencing yang sudah mengering. Cara membersihkannya cukup dengan menggenangi/menyirami air mutlaq pada tempat yang terkena najis hukmiyah tersebut.


3. Najis Mughallazhoh (berat)
Yang termasuk najis ini adalah air liur dan kotoran anjing dan babi. Cara menghilangkan najis mughollazoh adalah dengan menyuci najis tersebut sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satunya dengan memakan debu yang suci. Rasulullah SAW bersabda :

"Sucinya tempat dan peralatan salah seorang kaamu, apabila dijilat anjing hendaklah dicuci tujuh kali, salah satunya dengan debu (tanah)." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Bab II
Istinja'
Istinja' menurut bahasa artinya terlepas atau selamat, sedangkan menutur Istilah adalah bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil.

Beristinja' hukumnya wajib bagi setiap orang yang baru buang air kecil maupun air besar, baik dengan air ataupun benda kesat selain air (seperti batu, kertas).

Cara beristinja' dapat dilakukan dengan salah satu dari cara berikut :

1. Membasuh atau membersihkan tempat keluar kotoran dengan air sampai bersih. Ukuran bersih ini ditentukan oleh keyakinan masing-masing.

2. Membasuh atau membersihkan tempat keluar dengan batu, kemudian dibasuh dan dibersihkan dengan air.

3. Membersihkan tempat keluar kotoran dengan batu atau benda-benda kesat lainnya sampai bersih. Membersihkan tempat keluar kotoran sekurang-kurangnya dengan tiga buah batu atau sebuah batu yang memiliki tiga permukaan sampai bersih.

Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya Nabi SAW melalui dua buah kuburan, kemudian beliau bersabda : Sesungguhnya kedua orang yang berada dalam kubur itu sedang disiksa. Adapun salah seorang dari keduanya sedang disiksa karena mengadu domba orang, sedangkan yang satunya sedang disiksa karena tidak menyucikan kencingnya." (HR. Bukhor dan Muslim).
Syarat-syarat istinja' dengan menggunakan batu atau benda keras/kesat terdiri dari enam macam :
1.  Batu atau benda itu kesat dan harus suci serta dapat dipakai untuk membersihkan najis.
2.  Batu atau benda itu tidak termasuk yang dihormati seperti bahan makanan atau batu masjid.
3.  Sekurang-kurangnya dengan tiga kali usapan sampai bersih.
4.  Najis yang dibersihkan belum sampai kering.
5.  Najis itu tidak pindah dari tempatnya.
6.  Najis itu tidak bercampur dengan benda lain, meskipun benda itu suci dan tidak terpercik oleh air.

Adab Buang Air
1.  Mendahulukan kaki kiri pada waktu masuk tempat buang air (WC).
2.  Membaca doa masuk WC.
Bismillahi Allahumma innii 'a-udzubika minal khubutsi wal khoba-its (Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah aku berlindung kepadaMu daripada kotoran dan dari segala yang kotor).
3.  Mendahulukan kaki kanan ketika keluar dari WC.
4.  Membaca doa ketika keluar dari WC.
Ghufroonakal hamdu lillaahil ladzii adzhaba 'annil hadzaa wa 'aafaanii (Aku mengharap ampunanMu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran yang menyakitkan diri saya, dan Engkau telah menyehatkan saya."
5.  Pada waktu buang air hendaklah memakai alas kaki.
Istinja' hendaklah dilakukan dengan tangan kiri. Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :
Dari Salman ra. ia berkata : "Sungguh Rasulullah SAW telah melarang kami mengahadap kiblat ketika sedang buang air besar/kecil dan melarang kami beristinja' dengan batu kurang dari tiga buah, dan melarang kami beristinja' dengan kotoran binatang atau dengan tulang." (HR. Muslim).

Hal-hal yang Dilarang Ketika Buang Air
1.  Buang air di tempat terbuka. Dari Aisyah ra ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Siapa saja yang datang ke tempat buang air hendaknya ia berlindung (di tempat tertutup)." (HR. Abu Daud).
2.  Buang air di air yang tenang.
3.  Buang air di lubang-lubang karena kemungkinan ada binatang yang terganggu di dalam lubang itu.
4.  Buang air di tempat yang dapat mengganggu orang lain.
Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Jauhilah dua macam perbuatan yang dilaknat." Para sahabat bertanya : "Apa saja ya Rasul?". Rasul bersabda : "yaitu orang yang suka buang air di jalan orang banyak atau di tempat untuk berteduh". (HR. Ahmad, Muslim dan Abu daud).
5.  Buang air di bawah pohon yang sedang berbuah.
6.  Bercakap-cakap kecuali sanat terpaksa.
Dari Jabir ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Apabila dua orang buang air besar hendaklah masing-masing bersembunyi dari yang lainnya dan jangan berbicara, karena Allah SWT mengutuk perbuatan yang demikian itu."
7.  Menghadap kiblat atau membelakinya.
8.  Membawa ayat-ayat Al-Qur'an.
Bab III
Hadats
Hadats berasal dari kata "Al-Hadats" yang artinya suatu peristiwa, kotoran, atau tidak suci. Menurut istilah syariat Islam ialah keadaan tidak suci seseorang sehingga menjadikan tidaknya sahnya dalam melakukan suatu ibadah tertentu.

Macam-macam Hadats

1. Hadats Kecil, ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak air/berhalangan, maka dengan tayammum.

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
1.  Keluar sesuatu dari dua lubang yakni qubul dan dubur. Firman Allah : "... atau kembali dari tempat buang air (kakus) ..." (QS. Al-Maidah : 6).
2.  Karena hilang akal sebab mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur. Rasulullah SAW bersabda : "Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
3.  Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram tanpa batas yang menghalanginya. Allah SWT berfirman :
" ....atau kamu menyentuh perempuan (yang bukan mahram)..." (Al-Maidah : 6).
4.  Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan orang lain maupun kemaluan sendiri dengan telapk tangan atau jari. Jika yang mengenai kemaluan selain telapak tangan dan jari maka tidak termasuk yang mengharuskan bersuci dari hadats kecil.
Dari Basrah bin Shafwan sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia bersudhu." (HR. Lima Ahli Hadits).
2) Hadat Besar, adalah keadaan seseorang tidak suci dan supay suci maka ia harus mandi atau jika tidak ada air/berhalangan maka denga tayammum.

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
1.  Bertemunya kelamin laki-laki dengan perempuan (bersetubuh) baik keluar mani maupun tidak.
"Apabila bertemu dua khitan maka sungguh ia wajib mandi meskipun tidak keluar mani." (HR. Muslim).
2.  Keluar mani, baik karena mimpi atau sebab lain.
Dari Abu Said Al-Khudri ra, ia berkata : Rasulullah SAW besabda : "Air itu dari air." -- maksudnya wajib mandi karena keluar air mani -- (HR. Muslim).
3.  Meninggal dunia.
Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Nabi SAW bersabda tentang orang yang meninggal karena terjatuh darikendaraannya, mandikanlah dengan air dan bidara dan kafanilah dengan dua kainnya." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
4.  Haid (menstruasi), yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita yang telah dewasa pada setiap bulannya.
5.  Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita sehabis melahirkan.
6.  Wiladah, yaitu melahirkan anak.

Hal-hal yang Terlarang Bagi Orang yang Berhadats

Orang yang berhadats kecil dilarang :
  • Sholat
  • Thowaf
  • Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur'an. Sebagian ulama ada yang membolehkan menyentuh dan membawa mushaf bagi orang yang berhadats kecil.
  • I'tikaf
    Dari Aisyah ra. berkata : Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati orang yang haidh dan junub. (HR. Annasai)
Orang yang berhadats besar karena haid, nifas dan wiladah dilarang :
  • Sholat
  • Thowaf
  • Membaca Al-Qur'an
    Dari Ibnu Umar ra. berkata : Seorang yang junub dan wanita yang haidh tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
  • Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur'an
    Dari Abdullah bin Abu Bakar : bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW untuk Amar bin Hazem, terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali olrang yang suci. (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam keadaan mursal; Nasai dan Ibnu Hibban dengan maushul tapi ma'lul).
  • Berpuasa
  • Beri'tikaf dan dan berhenti di dalam masjid
    Dari Aisyah ra. berkata : Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid untuk ditempati orang yang haidh dan junub. (HR. Annasai)
  • Berhubungan sumi istri (bersenggama)
    Dari Abu Hurairah ra, berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang bersetubuh melalui farji istri yang sedang haidh atau menggauli istri melewati jalan belakangnya atau mendatangi tukang tenung (untuk minta diramal lalu percaya) maka sungguh telah kufur/ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
  • Bercerai
Bab IV
Wudhu
Wudhu berasala dari kata "wudhu-un" yang artinya bersih atau indah. Sedangkan menurut istilah syariat Islam adalah membersihkan anggota wudhu dengan air suci dan menyucikan berdasarkan syarat dan rukun tertentu untuk menghilangkan hadats kecil.

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah : 6).

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda : "Allah tidak menerima sholat salah seorang di antaramu jika ia berhadats, sampai ia berwudhu terlebih dahulu." (HR. Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Turmudzi).


Keutamaan Wudhu

Dari Salman ra. berkata : Nabi SAW bersabda : "Bila seorang hamba berwudhu maka dosanya gugur daripadanya sebagaimana rontokmya daun ini." (HR. AL-Baihaqi)

Dari Abu Hurairoh ra. berkata : Nabi SAW bersabda :"Bila seorang hamba yang muslim atau mu'min berwudhu, lantas membasuh mukanya, maka keluarlah semua dosa kesalahan yang pernah dilihat matanya bersama dengan air (yang jatuh dari wajahnya) atau bersamaan dengan akhir air (yang jatuh daripadanya). Bila dia membasuh kedua tangannya maka akan keluar dari kedua tangannay setiap dosa bersama air, di mana kedua tangannya pernah dibuat menampar (orang yang tidak bersalah), atau bersamaan dengan akhir air yang jatuh daripada keduanya. Bila dia membasuh kedua kakinya maka keluarlah dari keduanya segala dosa kesalahannya bersama dengan air, di mana keduanya pernah berjalan untuk melakukan kesalahan tersebut, atau bersamaan dengan akhir tetesan yang jatuh dari kedunya. Sehingga orang yang berwudhu akan keluar dalam keadaan bersih dari dosa.(HR. Muslim)

Dari Ibnu Umar ra berkata : "Barang siapa yang berwudhu padahal dia masih berwudhu, maka dicatat untuknya sepuluh pahala kebajikan." (HR. Abu Daud).

Dari Abdullah As-Shunabaji ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Jika seorang hamba berwudhu kemudian berkumur-kumur, keluarlah dosa-dosa dari mulutnya, jika membersihkan hidung, dosa-dosa akan keluar pula dari hidungnya, begitu juga ketika ia membasuh muka, dosa-dosa akan keluar dari mukanya sampai dari bawah pinggir kelopak matanya. Jika ia membasuh tangan, dosa-dosanya akan ikut keluar sampai dari bawah kukunya, demikian pula halnya jika ia menyapu kepala, dosa-dosanya akan keluar dari kepala, bahkan dari kedua telinganya. Jika ia membasuh dua kaki, keluarlah pula dosa-dosamua tersebut dari dalamnya, sampai bawah kuku jari-jari kakinya. Kemudian perjalanannya ke masjid dan sholatnya menjadi pahala baginya." (HR. Malik, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Hakim).


Syarat Wudhu
1.  Islam
2.  Tamyiz, yaitu orang yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dari segala perbuatan manusia.
3.  Dengan menggunakann air mutlak.
4.  Tidak boleh mengira yang fardhu menjadi sunnah.
5.  Antara kulit anggota wudhu dan sampainya air ke kulit tidak ada yang menghalangi (misal : cat di kulit)
6.  Mengalirkan air ke seluruh anggota wudhu
7.  Masukanya waktu sholat fardhu bagi orang yang terus-menerus hadats.

Rukun Wudhu
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 6 :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan sampai pada dua siku
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh dua kaku sampai kedua mata kaki
6. Tertib


Sunnah-sunnah Wudhu

1. Membaca tasmiyah (Bismillahir rohmaanir rohiim)
"Sholat tidak sah bagi orang yang tidak berwudhu dan wudhu tidak sempurna bagi orang yang tidak membaca tasmiyah (tidak menyebut nama Allah). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

2. Membasuh kedua tapak tangan sebelum dimasukkan ke tempat air.
Dari Abu Hurairah ra berkata Rasulullah bersabda : "Apabila seorang di antara kalian bangun dari tidur, hendaklah jangan memasukkan tangannya ke tempat air sebelum membasuhnya tiga kali, sebab dia tidak mengerti ke mana gerak tangannya di waktu malam." (Muttafaqun 'alaih, dan lafzh ini dalan riwayat Muslim)

3. Bersiwak (menggosok gigi) dengan sesuatu yang kasat kecuali bagi orang yang berpuasa setelah matahari condong ke barat.

Dari Abu Hurairoh ra. dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau pernah bersabda : "Seumpama tidak memberatkan umatku niscaya aku perintahkan merke bersiwak tiap-tipa wudhu." (Dikeluarkan oleh Malik, Ahmad, dan Nasai. Hadits tersebut dikatakan shohih oleh Ibnu Huzaimah, dan disebut oleh Imam Bukhori sebagai hadits muallaq).

Dalam hadits lain, Nabi bersabda :"Seandainya aku tidak memberatkan kepada ummatku, niscaya kuperintahkan untuk bersiwak pada tiap-tiap wudhu." (HR. Imam Malik dan Syafi'i)

4. Berkumur
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Rasulullah SAW bersabda : "Bila engkau berwudhu maka berkumur-kumurlah." (Hadits ini dikeluarkan pula oleh Ahmad, Syafi'I, Ibnul Jarud, Hakim, Ibnu Hibban, dan Baihaqi. Menurut Tirmidzi, Baghowi dan Ibnul Qothom hadits tersebut adalah hadits shohih).

5. Menghirup air ke dalam hidung dan mengeluarkannya kembali.
Dari Laqith bin Shobiroh ra. ia berkata : Rasulullah bersabda : "Berwudhulah dengan sempurna, dan gosok-gosoklah antara jari-jari dan isaplah air dengan hidung secara sungguh-sungguh, kecuali bila engkau sedang berpuasa." (Dikeluarkan oleh imam empat, menurut Ibnu Huzaimah hadits tersebut shohih).

Dari Ali ra. tentang sifat wudhu … Kemudian Nabi SAW berkumur dan mengeluarkan air dari hidung tiga kali. Beliau berkumur dan mengeluarkan air dari hidung dengan tapak tangan yang digunakan mengambil air. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasai).

Dari Abdillah bin Zaid tentang sifat wudhu …. Kemudian beliau memasukkan tangannya (ke dalam tempat air) lalu berkumur dan menghirup air dengan hidung dari satu tapak tangan. Beliau mengerjakan sedemikian ini tiga kali (Muttafaqun 'alaih).

6. Mengusap seluruh kepala
Dari Ali ra. tentang sifat wudhu Nabi SAW, ia berkata : …..dan beliau mengusap kepalanya satu kali.(Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Hadits tersebut juga dikeluarkan oleh Tirmidi, dan Nasai dengan sanad yang shohih. Malah Tirnidzi mengatakan bahwa ini merupakan hadits yang paling shohih dalam bab tersebut).

Dari Abdillah bin Zaid bin Ashim ra. tentang sifat wudhu ia berkata : Rasulullah menggusap kepalanya dengan kedua tangnnya dari muka ke belakang dan dari belakang ke muka. (Muttafaqun 'alaihi)

Ada lafaz lain dalam riwayat Bukhori-Muslim : Beliau mengusap mulai kepala bagian depan dengankedua tangannya sampai pada tengkuk lantas kembali ke tempat semula.

7. Mengusap kedua telinga luar dan dalam
Dari Abdillah bin Amar ra. tentang sifat wudhu, ia berkata : kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan jari-jari telunjuknya ke dalam dua telinganya, dan mengusap dua telinga bagian luar dengan dua ibu jarinya. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasai. Menurut Ibnu Huzaimah hadits tersebut shohih).

Dari Abdillah bin Zaid ia berkata : bahwasanya ia pernah mellihat Nabi SAW mengambil air baru untuk mengusap dua telinganya bukan (sisa) air yang digunakan untuk kepalanya. (Dikeluarkan oleh Baihaqi. Hadits itu juge terdapat dalam riwayat Muslim dengan riwayat yang sama dengan lafazh : Dan beliau mengusap kepalanya dengan air baru (bukan air sisa yang digunakan untuk membasuh kedua tangannya)

8. Membasuh sela-sela jenggot yang tebal dan membasuh sela jari-jari.
Rasulullah bersabda : Jibril datang kepadaku, lalu berkata : "Bila kamu berwudhu maka basuhlah sela-sela jenggotmu". (HR. Ibnu Abi Syaibah).

Rasulullah juga bersabda : Basuhlah sela jari-jarimu, Allah tidak akan membakarnya dengan api. Kemudian beliau bersabda : Celaka bagi tumit dari ancamam neraka. (HR. Addaraqthni).

Dari Utsman ra. bahwasanya Nabi SAW menggosok sela-sela rambut janggutnya (jenggot) dalam berwudhu. (Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ditashih oleh Ibnu Huzaimah hadits tersebut shohih.)

Dari Laqith bin Shobiroh ra. ia berkata : Rasulullah bersabda : "Berwudhulah dengan sempurna, dan gosok-gosoklah antara jari-jari dan isaplah air dengan hidung secara sungguh-sungguh, kecuali bila engkau sedang berpuasa." (Dikeluarkan oleh imam empat, menurut Ibnu Huzaimah hadits tersebut shohih).

9. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri.
Dari Aisyah ra. ia berkata : Nabi SAW memang suka mendahulukan anggota kanan dalam bersandal, bersepatu, bersuci dan dalam segala urusannya. (Muttaqun 'alaih).

Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Bila kamu sekalian berwudhu hendaklah kamu mulai dengan anggota-anggota kamu yang kanan." (Dikeluarkan imam empat. Menurut Huzaimah hadits tersebut shohih).

10. Membasuh/mengusap anggota wudhu sebanyak tiga kali
Dari Humron, bahwa Usman minta air wudhu, lalu beliau membasuh kedua telapak tangan beliau tiga kali, lalu berkumur dan menghisap air dati hidung dan menghembuskannya. Kemudian membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian membasuh tangan kanannya sampai siku tida kali. Kemudian tangan kirinya seperti itu juga. Kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasug kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali, kemudian kaki kiri seperti itu juga. Kemudian dia berkata : Saya melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini. (Muttafaqun 'alaih).

11. Memperhatikan kulit yang mengkerut

12. Bila membasuh wajah, hendaknya mengambil air dengan dua tapak tangan secara bersamaan dan hendaknya memulai basuhan dari atas. Untuk membasuh dua kaki dan kedua tangan disunnahkan membasuhnya dari jari-jari. Untuk kepala kepala disunnahkan membasuhnya dari muka.

13. Memanjangkan basuhan kedua tangan dan kaki.
Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya umatku didatangkan di hari kiamat dalam keadaan bersinar kedua tangan dan kedua kakinya lantaran bekas air wudhu. Oleh karena itu barang siapa yang bisa memperpanjang cahayanya maka kerjakanlah." (HR. Bukhori Muslim)

Rasulullah juga bersabda : "Batas pakaian orang-orang mu'min (pada hari kiamat) adalah sampai di mana batas air wudhunya." (HR. Muslim).

14. Beturut-turut.

15. Tidak berbicara di waktu wudhu dan setelah wudhu tidak dilap atau dikibas-kibas agar airnya jatuh bila tidak ada keperluan.

16. Tidak minum air yang tersisa setelah dipakai wudhu.

17. Bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan wudhu.

18. Memercikan air ke sarung yang berdekatan dengan kemaluannya setelah berwudhu.
Rasulullah bersabda : "Jibril pernah datang kepadaku, pada masa permulaan aku diberi wahyu, lantasn mengajariku tentang berwudhu, maka ketika selesai wudhu, lalu mengambil air satu tapak tangan lantas dipercikkan pada kemaluannya." (HR. Ahmad dan Al Hakim).

19. Setelah selesai wudhu menghadap kiblat, mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan pandangannya ke langit dan membaca doa setelah wudhu.

Dari Umar ra. ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Tiada seorang di antara kamu yang berwudhu dengan sempurna, kemudian berkata : Asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syarikalahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rosuluhu. Kecuali delapan pintu surga dibuka, ia masuk dari pintu yang dikehendaki." (Dikeluarkan oleh Imam Muslim, begitu juga Tirmidzi dengan tambahan : Allahummaj 'alnii minat tawwabiina waj'alnii minal mutathohhiriin).


Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Berwudhu

1. Berlebihan dalam menggunakan air wudhu
2. Mendahulukan membasuh anggota yang kiri daripada membasuh anggota yang kanan.
3. Kurang dari tiga kali basuhan atau melebihinya dengan mennggunakan air yang bukan diwakafkan. Namun bila menggunakan air wakaf untuk wudhu maka membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali diharamkan. (Air wakaf contohnya air dari kolam masjid).

Rasulullah SAW bersabda : "Demikianlah cara berwudhu, barang siapa yang menambah atau mengurangi maka sungguh berbuat kejelekan dan zholim." (HR. Abu Dawud).


Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
1. Keluar sesuatu dari kemaluan depan atau belakang, sekalipun hanya angin.
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Apabila seseorang diantara kamu merasakan sesuatu dalam perutnya, lalu ia bingung apakah ada sesuatu yang keluar ataukah tidak, maka jangan sekali-kali keluar dari masjid sehingga mendengar suara atau mencium bau kentut." (Dikeluarkan oleh Muslim).

Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata : Aku lelaki uang sering mengeluarkan madzi. Aku perintah miqdad agar bertanya pada Nabi SAW. Lalu bertanya, lalu Nabi SAW menjawab : dalam masalah itu wajib wudhu. (Mutafaqun 'alaih, Lafazhnya dalam riwayat Bukhori).

Dari Ibnu Abbad ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Akan datang syetan kepada seseorang diantara kamu pada wkatu sholatnya, lantas meniup pantatnya (akhirnya) timbullah keraguan bahwa ia telah hads atau batal wudhunya padahal ie belum hadas. Bila ia mengalami sedemikian rupa jangan keluar dari sholatnya, sehingga terdengar suara atau mencium bau." (Dikeluarkan oleh Bazzar). Asal hadits tersebut ada di shohih Muslim dan Bukhori dari hadits Abdullah bin Zaid. Hadits serupa juga ada dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah.

2. Tidur yang tidak tetap dari tempatnya, kecuali tidur dalam keadaan duduk dan tidur yang keadaan duburnya masih melekat ke tanah.

Dari Muawiyah ia berkata : Rasulullah bersabda : "Dua mata adalah tali pengikat jalan belakang. Oleh karena itu, bila kedua mata tidur, tali itu akan terlepas." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani).

Dari Anas bin Malik ia berkata : Para sahabat Rasulullah SAW pada masa beliau pernah menanti sholat isya sehingga kepala-kepala mereka terangguk-angguk, kemudian melakukan sholat tanpa berwudhu (Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Menurut Daruquthni hadits tersebut shohih, asalnya berada dalam riwayat Muslim).

3. Hilang akal karena mabuk, sakit, pingsan, atau ayan.

4. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang sudah besar dan bukan mahromnya.

"……… dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,………(QS. Al-Maidah : 6).

Dari Aisyah bahwasanya Nabi SAW mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan sholat tanpa berwudhu. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, menurut Bukhori hadits tersebut dhoif).

5. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian dalam dan jari-jari tangan.
Dari Tholg bin Ali ra. ia berkata : Seorang laki-laki berkata : Saya menyentuh kemaluan kemaluanku, atau ia berkata : seorang laki-laki menyentuh kemaluannya pada waktu melakukan sholat apakah ia diwajibkan wudhu? Nabi menjawab : Tidak. Ia hanya merupakan sepotong daging dari bagian tubuhmu. (Dikeluarkan oleh lima Imam.menurut Ibnu Hibban hadits tersebut shohih. Ibnu Maldini berkata : hadits ini lebih baik daripada hadits Busroh)

Dari Bushroh binti Shofwan ra. ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu." (Dikeluarkan oleh Imam Lima. Menurut Tirmidzi dan Ib nu Hibban hadits tersebut shohih. Imam Bukhori berkata : Ia merupakan hadits yang paling shohih dalam bab ini).

Catatan : Kedua hadits di atas bertentangan. Hal ini disebabkan karena masalah batal wudhu karena menyentuh kemaluan masih khilafiyah diantara ulama.

Dari Jabir bin Samuroh ra. : bahwasanya serang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW : Apakah saya berwudhu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab : "Bila kamu mau". Ia berkata : Apakah saya berwudhu setelah makan daging onta?. Beliau menjawab : "Ya." (Dikeluarkan oleh Muslim)
Bab V
Tayammum
Tayammum berasal dari kata "tayammamu" artinya menyengaja atau menuju. Adapun menurut istilah syariat Islam ialah mengusap tanah yang suci pada muka dan kedua tangan sebagai pengganti wudhu atau mandi dengan beberapa syarat dan rukun tertentu.

"Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. An-Nisa : 43).


Sebab-sebab Tayammum
1.  Karena tidak ada air.
2.  Berhalangan untuk menggunakan air karena saki, dan bila terkena air akan bertambah penyakitnya (berdasarkan keterangan dokter yang muslim)
3.  Dalam perjalanan (musafir) dan sangat sulit mendapatkan air.
Dari Ibnu Abbas ra, tentang firman Allah Azza wajalla : Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, ia berkata : Jika seseorang terluka dalam perjuangan di jalan Allah dan terkena kudis lalu ia berjunub tetapi ia takut mati bila mandi, (maka ia boleh) tayammum." (HR. Ad-Daruquthni).

Syarat-syarat Tayammum
1. Adanya halangan sehingga dibolehkan tayammum.
2. Telah masuk waktu sholat
3. Telah mencari air namun tidak menemukan
4. Bertayammum dengan debu yang suci



Rukun Tayammum
1. Niat
2. Mengusapkan kedua telapak tangan yang berdebu ke muka (tepukan debu pertama)
3. Mengusapkan kedua telapak tangan yang berdebu sampai dua siku.(tepukan debu kedua)
4. Tertib/berurutan


Sunnah Tayammum
1. Membaca basamalah
2. Mengehmbus tandah dari dua telapak tangan agar tanah yang di atas tangan menipis.
3. Membaca doa setelah selesai tayammum (seperti setelah berwudhu)


Hal-hal yang Membatalkan Tayammum
1. Segala yang membatalkan wudhu.
2. Mendapatkan/melihat air sebelum mengerjakan sholat bagi orang yang tayammum karena ketiadaan air.
Bab VI
Mandi Janabah
Mandi berasal dari kata "al-ghuslu" yang artinya membasuh badan atau mandi. Adapun pengertian mandi menurut istilah syara' ialah meratakan air pada seluruh badan daru ujung ranbut sampai ujung jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau mandi sunnah. Pengertian madi besar adalah mandi untuk bersuci dari hadats besar.

Dari Aisyah ra ia berkata : Adalah Rasulullah mandi janabah, beliau memulai menyuci dua tangannya lalu menyiramkan (air) dengannya yang kanan kepada yang kiri, lalu beliau menyuci kemaluannya, lalu berwudhu, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan ajri-jarinya ke pangkal-pangkal rambut lalu beliau menyiram kepalanya tiga kali siraman, lalu beliau menyiram seluruh badannya kemudian menyuci dua kakinya. (HR. Muttafaqun 'alaih dan lafzh ini dalam riwayat Muslim).


Hal-hal yang Mewajibkan Mandi :
1.  Karena bersetubuh baik keluar mani atau tidak.
Dari Ibnu Umar berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Bila dua kemaluan (antara laki-laki dan perempuan) bertemu dan ujung zakar itu sudah masuk (pada kemaluan wanita), maka sungguh telah diwajibkan mandi (jinabat) sekalipun keluar mani (dari pihak laki-laki atau wanita) atau tidak mengeluarkannya." (HR. Thabrani)
2.  Karena keluar mani dalam keadaan sadar atau mimpi. Dari Aisyah ra. berkata : "Bila seseorang bangun dari tidurnya kemudian melihat basah (pada pakainnya yang ada kemiripan dengan air mani), tapi ia tidak terasa bermimpi maka wajib manid (jinabat). Bila dia merasa bermimpi (mengeluarkan air mani) tetapi tidak ada bekas basah (pada pakainnya) maka tidak diwajibkan mandi (jinabat) padanya."
3.  Haid (menstruasi)
Rasulullah SAW bersabda kepada Fathimah binti Abi Huabis : " Apabila datang bula (menstruasi) maka tinggalkanlah sholat dan apabila telah berhenti menstruasi hendaklah engkau mandi dan sholatlah." (HR. Al-Bukhori)
4.  Nifas, yaitu darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan.
5.  Melahirkan.
6.  Meninggal.

Syarat-syarat Mandi
1. Islam
2. Tamyiz.
3. Dengan menggunakan air mutlak
4. Tidak ada sesuatu yang menghalangi antara kulit dan air yang sampai kepadanya.
5. Tidak dalam keadaan haid atau nifas


Rukun Mandi
1. Niat di awal mandi untuk menghilangkan junub.
2. Menghilangkan najis yang ada di badan
3. Mengalirkan/meratakan air ke seluruh kulit dan rambut.
Dari Ali bin Abi Thalib ra. berkata : Barang siapa yang berjinabat tidak membasuh tempat satu rambut maka dia dibakar api neraka secara demikian dna demikian. Ali berkata : Oleh karena itu aku memusuhi rambut kepalaku. Dia memang sering mencukurnya. (HR. Ahmad dan Abu dawud).

Dari Abu Hurairah ra. berkata : Sesungguhnya di bawah sehelai rambut terdapat jinabat (bagi orang junub) oleh karena itu basuhlah rambut dan bersihkan kulit. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).


Sunah-sunah Mandi
1. Membaca tasmiyah
2. Berwudhu sebelum mandi
3. Menyegerakan mandi begitu selesai haid atau nifas
4. Membasuh sela-sela jari kaki dan tangan, juga memperhatikan pada kulit yang berkerut.
5. Menggosokan tangan ke seluruh tubuh.
6. Mendahulukan anggota badan yang kanan daripada yang kiri
7. Beriring, yaitu antara membasuh anggota badan yang satu dengan yang lainnya tidak menunggu waktu yang lama.
Perkara Yang Dimakruhkan di Dalam Mandi
1. Berlebihan dalam menggunakan air
2. Tidak berwudhu sebelumnya
Dari Aisyah ra. berkata : Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub, lantas ingin makan, atau tidur maka berwudhu sebagaimana wudhunya untuk melaksanakan sholat. (HR. Muslim).
Dari Abu Said Al-Khudry ra. berkata : Bila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (jima'), kemudian ingin mengulangi lagi (berjima' lagi) maka hendaklah berwudhu antara keduanya (antara jima' pertama dengan yang kedua).

Dari Ibnu Abbas ra. berkata : Rasulullah bersabda : "Sesungguhnya malaikat tidak akan hadir pada orang yang lagi junub atau berlumuran dengan parfume sehingga keduanya mandi" (HR. Thabrani).

Rasulullah bersabda : "Malaikat tidak akan datang ke rumah yang terdapat gambar (makhluk bernyawa), anjing, dan orang junub." (HR. Abu Dawud dan Nasai).


Mandi-mandi Yang Disunahkan
1.  Mandi untuk sholat jum'at
Dari Umar ra, ia berkata : Rasulullah bersabda : "Bila salah seorang dari kamu akan mendatangi sholat jum'at maka hendaklah ia mandi." (HR. Muslim)
2.  Mandi untuk sholat 'idain (Idul Fitri dan Idul Adha)
3.  Mandi untuk sholat istisqo
4.  Mandi untuk sholat gerhana bulan
5.  Mandi untuk sholat gerhana matahari
6.  Mandi ketika akan memandikan mayit
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Nabi SAW berkata : "Barang siapa yang memanadikan mayit hendaklah mandi (setelahnya). Barang siapa yang membawanya hendaklah berwudhu." (Dikeluarkan oleh Ahmad, Nasai, dan Tirmidzi. Menurut beliau hadits ini hasan).
7.  Ketika orang kafir masuk Islam, ia disunnahkan mandi.
8.  Mandi ketika siuman atau sadar dari ayan atau sembuh dari gila.
9.  Mandi ketika akan ihram.
10.           Mandi Ketika masuk kota Makkah Al-Mukarromah.
11.           Mandi ketika akan wukuf di Padang Arofah.
Bab VII
Adzan dan Iqomah
Pada waktu itu orang-orang Islam berkumpul dan mengira-ngira waktu shalat dan tak ada seorang pun yang menyerukannya. Pada suatu hari mereka membicarakan tentang hal itu. Maka di antara mereka ada yang mengusulkan : pergunakan lonceng saja, seperti lonceng kaum Nasrani. Yang lain berkata lebih baik menggunakan tanduk seperti sangkakala orang-orang Yahudi. Sayyidina Umar berbicara : Mengapa tidak disuruh saja orang menyeru untuk sholat. Rasulullah kemudian bersabda : "Wahai Bilal, bangkitlah dan serukan adzan!" (HR. Bukhori Muslim).

Ketika adzan sedang dikumandangkan jama'ah yang mendengarkan disunnahkan untuk mendengarkan dan menjawabnya, demikian juga ketika iqomah. Caranya ialah mengikuti dengan suara yang pelan sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin dan orang yang iqomah, kecuali pada kalimat "hayya 'alash-sholaah" dan "hayya 'alal falaah", jawaban untuk kedua kalimat tersebut adalah "laa hawlaa wa laa quwwata illaa billaah". Pada adzan shubuh setelah muadzin mengucapkan "ash-sholaatu khoirum minan naum" maka jawabnnya adalaha "shoddaqta wa barorta wa ana 'alaa dzaalika minasy syaahidiin" (Engkau benar dan engkau baik, dan saya termasuk orang-orang yang menjadi saksi yang demikian itu).

Pada waktu iqomah pun demikian pula, kecuali pada lafazh "qod qoomatish sholaah", maka jawabnya adalah " aqoomahallaahu wa adaamaa maa daamatis samaawaatu wal ardhu wa ja'alanii minash shoolihiin" (Semoga Allah menegakkan shalat ini dan melestarikannya selama masih ada bumi dan langit dan mudah-mudahan Allah menjadikan saya termasuk orang-orang yang soleh).

Doa sesudah adzan :

"Ya Allah yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan sholat yang sedang didirikan ini, berilah Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan dan berilah ia kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya. Sungguh engkau tak pernah mengingkari janji."


Doa sesudah iqomah :

"Ya Allah yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan sholat yang sedang didirikan ini, curahkanlah rahmat dan salam atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW dan kabulkan segala permohonannya pada hari kiamat."


Sunnah-sunnah Pada Waktu Adzan dan Iqomah
a.  Suci dari hadats dan najis.
Dari Abi Hurairah ra, bahwasanya Nabi SAW bersabda : "Tidak boleh adzan kecuali orang yang telah berwudhu." (HR. At-Turmudzi).
b.  Menghadap kiblat, serta menengok ke kanan pada mengucapkan "hayya 'alash-sholaah" dan menengok ke kiri pada waktu mengucapkan "hayya 'alal falaah".
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : "Saya pernah melihat Bilal sedang adzan dan saya mengikuti mulutnya ke sana ke mari, sedang ibu jarinya diletakkan di lubang telinga." (HR. Ahmad dan Turmudzi).
c.  Dengan suara yang bagus dan nyaring.
d.  Dilakukan dalam keadaan berdiri.
Keutamaan orang yang melakukan adzan adalah antara lain disebutkan dalam hadits berikut :
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda : "Sungguh para muadzin adalah orang-orang yang paling panjang lehernya (berpenampilan indah) pada hari kiamat." (HR. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah).

"Sungguh Allah dan para malaikat memberi shalawat kepada jama'ah yang menempati shaf yang pertama, sedang muadzin diampuni dosanya sepanjang suaranya dan ucapannya dibenarkan oleh pendengarny, baik dari keluarga yang basah maupun yang lering dan ia akan diberikan pahala sebanyak orang yang ikut sholat bersamanya." (HR. Ahmad dan An-Nasai dengan sanad yang baik).
Bab VIII
S h a l a t
Sholat berasal dari kata "ash-sholaah" yang artinya doa. Sedangkan pengertian shalat menurut istilah syariat Islam adalah suatu amal ibadah yang terdiri dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.

Sholat merupakan kewajiban bagi setiap muslim sehari semalam lima kali. Perintah shalat petama kali disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau sedang isra' dan mi'raj langsung dari Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam hadits berikut :

Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT telah mewajibkan atas umatku pada malam isra' lima puluh kali sholat, maka aku selallu kembali menghadap-Nya dan memohon keringanan sehinggga dijadikan kewajiban shalat lima kali dalam sehari semalam." (HR Al-Bukhori dan Muslim).

"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan." (QS. Al-Hajj : 77)
"Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku."(QS. Al-Baqarah : 43).

Ibadah sholat merupakan ibadah yang pertama kali diperhitungkan dalam hisab, sebagaimana hadits Rasulullah berikut :

"Amal yang pertama kali dihisab bagi seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalnya yang lain, dan jika shalatanya rusak maka rusaklah seluruh amalnya yang lain." (HR. At-Thabrani)

Sholat juga merupakan sarana penghapus kesalahan dan dosa. Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :

Dari Abi Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Shalat lima waktu dan sholat jum'at yang satu kepada sholat jum'at yang lain adalah sebagai penghapus kesalahan yang terjadi pada waktu antara dua jum'at selama tidak melakukan dosa besar."


Syarat-syarat Wajib Shalat
1.  Islam
2.  Baligh
3.  Berakal "Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
4.  Ada pendengaran, artinya anak yang sejak lahir tuna rungu (tuli) tidak wajib mengerjakan sholat.
5.  Suci dari haid dan nifas.
6.  Sampai dakwah Islam kepadanya.

Syarat Sah Shalat
1.  Suci dari dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2.  Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
3.  Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali muka dan tepak telangan.
4.  Telah masuk waktu sholat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk waktu shalat atau telah habis waktunya.
5.  Menghadap kiblat.

Rukun Shalat
Rukun bisa juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun adalah bahwa syarat adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah sebelum perbuatan amal ibadah itu dikerjakan, sedangkan pengertian rukun atau fardhu adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan/amal ibadah dalam waktu pelaksanaan suatu pekerjaan/amal ibadah tersebut.

Rukun Shalat ada 13 yaitu :
1.  Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan sholat karena Allah SWT. Niat ini dilakukan oleh hati, dan dapat pula dilafazkan dalam rangka membantu untuk meyakinkan hati.

"Bahwasanya segala perbuatan itu harus dengan niat, dan segala perbuatan itu tergantung kepada niatnya." (HR Al-Bukhori)
2.  Berdiri bagi yang mampu. Bagi orang yang tidak mampu maka ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk, berbaring atau dengan isyarat.
3.  Takbiratul Ihram.
"Kunci shalat adalah bersuci, pembukaannya adalah dengan membca takbir dan penutupnya adalah dengan membaca salam.
4.  Membaca Surat Al-Fatihah. Bagi orang yang sholat munfarid ia wajib membaca surat Al-Fatihah secara sempurna setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah pada rakaat pertama dan pada rakaat berikutnya secara sempurna. Jika ia menjadi makmum, maka ketika imam membaca Al-Fatihah secara keras (pada sholat maghrib, isya dan subuh) maka ma'mum tidak boleh membaca apapun dan ia harus mendengarkan bacaan imam tersebut. Ketika imam membaca surat atau ayat, maka pada waktu itulah ma'mum membaca Al-Fatihah dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. (kewajiban membaca dan waktu membaca surat Al-Fatihah terdapat perbedaan di antara mazhab yanga ada).

"Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca surat Al-Fatihah." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
5.  Ruku' dan thuma'ninah. Maksudnya adalah membungkukan badan hingga punggung menjadi menjadi sama datar dengan leher, dan kedua tangannya memegang lutut dalam keadaan jari terkembang dengan tenang.

"Sholat tidak cukup bila seseorang tidak meluruskan punggungnya pada waktu ruku' dan sujud." (HR. Lima Ahli Hadits).
6.  I'tidal dengan thuma'ninah. Maksudnya ialah bangun dari ruku' dan kembali tegak lurus dengan tenang.

"Dan jika ia mengangkat kepalanya (dari ruku') ia berdiri lurus sehingga kembali setiap ruas punggung ke tempat semula." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
7.  Sujud dua kali dengan thuma'ninah. Maksudnya adalah meletakkan kedua lutut, jari-jari kaki, kedua telapak tangan, dan kening ke atas sajadah/lantai.

"Nabi SAW memerintahkan supaya sujud itu pada tujuh macam anggota dan agar tidak merapatkan rambut dan kainnya (sewaktu sujud) yaitu : kening, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kaki." (HR. Muslim).

Dari Wail bin Hujr ia berkata : "Aku melihat Nabi SAW apablia beliau sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum dua telapak tangannya." (HR. Empat Ahli Hadits).
8.  Duduk di antara dua sujud dengan thuma'ninah. Maksudnya ialah bangun kembali setelah sujud yang pertama untuk duduk dengan tenang.
9.  Duduk yang terakhir. Maksudnya ialah duduk untuk tasyahud akhir pada rakaat terakhir setelah bangun dari sujud yang terakhir.
10.           Membaca tasyahud pada waktu duduk akhir.
11.           Membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir setelah membaca tasyahud.
12.           Mengucapkan salam yang pertama.
13.           Tertib, maksudnya ialah melaksanakan ibadah sholat harus berututan dari tukun yang pertama sampai yang terakhir.

Dari ketiga belas rukun sholat tersebut, dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.  Rukun qalbi, mencakup satu rukun yaitu niat.
2.  Rukun qauli, mencakup lima rukun yaitu : takbiratul ihram, membaca al-fatihah, membaca tasyahud akhir, membaca sholawat dan salam.
3.  Rukun fi'li, mencakup enam rukun, yaitu berdiri, ruku', i'tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk tasyahud akhir.

Adapun rukun yang ketiga belas, yaitu tertib, merupakan gabungan dari qauli dan fi'li.

Sunnah-sunnah Shalat

Sunnah-sunnah shalat terbagi dua, yaitu sunnah ab'adh dan sunnah hai-at.
1.  Sunnah ab'adh, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan maka harus diganti dengan sujud sahwi. Sunnah ab'adh ada 6 macam :
o    Duduk tasyahud awal
o    Membaca tasyahud awal
o    Membaca do'a qunut pada waktu shalat shubuh dan pada akhir sholat witir setelah pertengahan ramadhan.
o    Berdiri ketika membaca do'a qunut.
o    Membaca sholawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
o    Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir.
2.  Sunnah hai-at, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan tidak disunnahkan diganti dengan sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai-at adalah sebagai berikut :
o    Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai sejajar tinggi ujung jari dengan telinga atau telapak tangan sejajar dengan bahu. Kedua telapak tangan terbuka/terkembang dan dihadapkan ke kiblat.
o    Meletakkan kedua tangan di antara dada dan pusar, telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri.
o    Mengarahkan kedua mata ke arah tempat sujud.
o    Membaca do'a iftitah
o    Diam sebentar sebelum membaca surat Al-Fatihah.
o    Membaca ta'awuz sebelum membaca surat Al-Fatihah.
"Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk." (QS. An-Nahl : 98).
o    Mengeraskan bacaan surat Al-Fatihah dan surat pada sholat maghrib, isya dan shubuh.
o    Diam sebentar sebelum membaca "aamiiin" setelah membaca Al-Fatihah.
o    Membaca "aamiiin" setelah selesai membaca Al-Fatihah.
o    Membaca surat atau beberapa ayat setelah membaca Al-Fatihah bagi imam maupun bagi yang sholat munfarid pada rakaat pertama dan kedua, baik shalat fardhu maupun sholat sunnah.
o    Membaca takbir intiqal (penghubung antara rukun yang satu dengan yang lain)
o    Mengangkat tangan ketika akan ruku, bangun dari ruku'.
o    Meletakkan kedua telapak tangan dengan jari-kari terkembang di atas lutut ketika ruku'.
o    Membaca tasbih ketika ruku', yaitu "subhaana robbiyal 'azhiimi", sebagian ulama ada yang menambahkan dengan lafazh "wabihamdih".
o    Duduk iftirasyi (bersimpuh) pada semua duduk dalam sholat kecuali pada duduk tasyahud akhir. Cara duduk iftirasyi adalah duduk di atas telapak kaki kiri, dan jari-jari kaki kanan dipanjatkan ke lantai.
o    Membaca do'a ketka duduk di antara dua sujud.
o    Meletakkan kedua telapak tangan di atas paha etika duduk iftirasyi maupun tawarruk.
o    Meregangkan jari-jari tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari telunjuk pada duduk iftirasyi tasyahud awal dan duduk tawarruk.
o    Duduk istirahat sebentar sesudah sujud jedua sebelum berdiri pada rakaat pertama dan ketiga.
o    Membaca doa pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca tasyahud dan sholawat.
o    Mengucapkan salam yang kedua dan menengok ke kanan pada salam yang pertama dan menengok ke kiri pada salam yang kedua.

Hal-hal yang Membatalkan Sholat
1.  Meninggalkan salah satu rukun sholat atau memutuskan rukun sebelum sempurna dilakukan.
2.  Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
3.  Berbicara dengan sengaja.
"Pernah kami berbicara pada waktu sholat, masing-masing dari kami berbicara dengan temannya yang ada di sampingnya, sehingga turun ayat : Dan berdirilah untuk Allah (dalam sholatmu) dengan khusyu'." (HR. Jama'ah Ahli Hadits kecuali Ibnu Majah dari Zain bin Arqam).
4.  Banyak bergerak dengan sengaja.
5.  Maka atau minum.
6.  Menambah rukun fi'li, seperti sujud tiga kali.
7.  Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan sholat.
8.  Mendahului imam sebanyak 2 rukun, khusus bagi makmum.

Waktu Sholat

Shalat fardhu ada lima waktu dan masing-masing mempunyai ketentuan waktu yang berbeda-beda. Allah SWT berfirman :

"Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisaa : 103).
1.  Shalat Zhuhur (4 rakaat), waktunya mulainya ialah ketika matahari condong ke arah barat dan berakhir sampai bayang-bayang benda sama panjang dengan benda tersebut.
2.  Shalat Ashar (4 rakaat), waktunya mulainya ialah ketika bayang-bayang benda sama panjang dengan bendanya dan berakhir sampai matahari terbenam.
3.  Shalat Maghrib (3 rakaat), waktunya mulainya ialah ketika matahari terbenam dan berakhir sampai hilangnya cahaya mega kemerah-merahan.
4.  Shalat Isya (4 rakaat), waktunya mulainya ialah ketika hilangnya cahaya mega kemerah-merahan dan berakhir sampai terbit fajar shadiq.
5.  Shalat Shubuh (2 rakaat), waktunya mulainya ialah ketika terbit fajar shadiq dan berakhir sampai terbit matahari.
Bab IX
Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena meninggalkan pekerjaan atau bacaan tertentu dalam sholat.

Hal-hal yang menyebabkan sujud sahwi adalah karena lupa dan meninggalkan sunnah ab'adh (bila dilakukan secara sengaja maka sholatnya batal) atau ragu-ragu bilangan rakaat shalat. Jika seseorang ragu-ragu terhadap rakat sholat maka yang ditetapkan ialah rakaat yang jumlahnya lebih sedikit.

Dari Ibni Mas‘ud ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Bila kamu lupa dalam shalat, maka sujudlah dua kali (sujud sahwi)” (HR. Muslim)

”Bila seseorang merasa ragu dalam shalatnya, dan tidak tahu sudah berapa rakaat, tiga atau empat, maka hendaklah membuang ragunya itu dan lakukan apa yang diyakini. Kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim)


Cara sujud sahwi
Cara sujud shawi sama dengan sujud pada umumnya. Jumlahnya dua kali diselingi duduk diantara dua sujud.


Waktu mengerjakan sujud Sahwi
Ada perbedaan ulama dalam masalah ini:
A. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sesudah salam pertama. Baik karena kelebihan atau karena kekurangan dalam shalat.

Caranya menurut mazhab ini adalah bertasyahhud lalu mengucapkan salam sekali saja, lalu sujud lagi (sujud sahwi) kemudian bertasyahud lagi salu bersalam. Bila saat salam pertama dilakukan dua kali salam, maka tidak boleh lagi sujud sahwi.
B. Sedangkan Mazhab Maliki dan menurut sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa harus dibedakan sujud sahwi berdasarkan bentuk lupanya. Bila lupanya adalah kekurangan dalam gerakan shalat, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Dan sebaliknya bila kelebihan gerakan, maka sujudnya sesudah salam atau setelah selesai shalat.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Malik bin Buhainah “bahwa Rasulullah SAW langsung berdiri pada rakaat kedua dalam shalat zhuhur dan tidak duduk tasyahhud awal. Ketika telah selesai salatnya, maka beliau sujud dua kali”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sedangkan bila lupa yang menyebabkan kelebihan gerakan shalat, maka sujudnya sesudah salam.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas‘ud ra. Bahwa Rasulullah SAW shalat bersama kami lima rakaat. Lalu kami bertanya, ”Apakah ada perubahan (tambahan) dalam shalat?” Beliau bertanya, ”Memangnya kenapa?”. ”Anda shalat lima rakaat wahai Rasulullah”, jawab kami. “Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian, jadi aku mengingat seperti kalian mengingat dan lupa seperti kalian lupa.”. Lalu beliau sujud dua kali.” (HR. Muslim)
C. Mazhab Syafi‘i dan juga riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam.
D. Sedangkan Mazhab Hambali mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam.

Sujud Sahwi dalam sholat jamaah
Dalam shalat jamaah, posisi imam adalah untuk diikuti. Namun hak makmum adalah mengingatkan bila imam lalai atau lupa.

Makmum laki-laki memberi peringatan dengan mengucapkan lafaz “Subhanallah”, sedangkan makmum wanita dengan menepuk punggung tangan.

Untuk itu imam wajib mendengar peringat makmum bila melakukan kesalahan, dan diakhir salat hendaknya melakukan sujud sahwi dan wajib diikuti oleh makmum. Meskipun yang lupa hanya imam saja, tapi makmum harus ikut imam dan melakukan sujud sahwi juga.


Bacaan Sujud Sahwi

Lafaz yang diucapkan ketika sujud sahwi adalah “subhaana man laa yanaamu wa la yashuu” (Maha Suci Allah yang tidak pernah tidur dan lupa).
Bab X
Sholat Jum'at
Sholat jum'at ialah sholat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari jum'at. Hukum melaksanakan sholat jum'at ada;aj fardhu 'ain bai setiap muslim laki-laki dewasa, merdeka dam penduduk tetap (bukan musafir). Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah : 9).

Rasulullah bersabda :
"Jum'at itu suatu kewajiban atas tiap-tipa muslim dengan berjama'ah kecuali empat orang yaitu : hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit." (HR.`Abu Dawud dan Al-Hakim).

Dan dalam riwayat yang lain: “Shalat Jumat adalah kewajiban atas tiap-tiap muslim dalam jamaah kecuali lima orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil dan orang sakit dan musafir”.


Syarat Wajib Jum'at
Orang yang wajib mengerjakan shalat jum'at adalah orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Islam
2. Laki-laki
3. Baligh
4. Berakal
5. Sehat
6. Merdeka
7. Penduduk tetap (mukim) bukan musafir.


Syarat Sah Mendirikan Shalat Jum'at
1.  Shalat Jum'at diadakan dalm satu tempat (tempat tinggal) baik di kota maupun di desa. Tidak sah mendirikan sholat Jum'at yang tidak merupakan daerag tempat tinggal atau jauh dari pemukiman penduduk.

Untuk memanfaatkan suatu ruangan sebagai tempat shalat jumat, tempat itu harus bersih dan suci. Boleh menggunakan aula, ruang pertemuan, gedung parkir dan ruangan-ruangan lain yang layak ‘disulap’ menjadi masjid untuk shalat jumat.

Bahkan dalam kasus seperti itu, menurut sebagian pendapat, tempat itu untuk sementara waktu berubah hukumnya menjadi mesjid. Karena itu berlaku pula shalat sunnah dua rakaat tahiyatul masjid.

Namun bila ada pendapat yang menolak hal ini, mungkin saja. Karena pendapat ini tidak mutlak kebenarannya, tetapi merupakan ijtihad para ulama berdasarkan mashlahat dan kepentingan umat.
2.  Shalat Jum'at diadakan secara berjama'ah. Jumlah minimal untuk syahnya shalat Jumat berbeda-beda dalam pandangan ulama. Ringkasannya sebagai berikut :
a.  Menurut Abu Hanifah minimal 3 orang selain imam. Dalilnya bahwa yang disebut jamak (jamaah) itu adalah tiga ke atas.
b.  Menurut Imam Malik harus ada minimal 12 orang untuk syahnya shalat Jumat.

Dalilnya adalah riwayat yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW sedang khutbah Jumat, tiba-tiba datang rombongan kafilah dagang pulang dari berniaga. Serta merta jamaah bubar menyambutnya dan hanya tersisa 12 orang saja. Peristiwa itu menjadi asbabunnuzul surat Al-Jumuah.
c.  Menurut Imam Syafi‘i dan Ahmad bin Hanbal minimal harus ada 40 orang penduduk setempat untuk melakukan shalat jumat.

Dalilnya adalah hadits Kaab tentang awal mula dilaksanakannya shalat jumat. Diterangkan bahwa saat itu jumlahnya 40 orang. HR Abu daud dan Ibnu Majah. Masih menurut mereka, belum ada nash yang tsabit yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW shalat jumat dengan jumlah jamaah kurang dari 40 orang.
3.  Hendaklah dikerjakan pada waktu zhuhur.

Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah SAW shalat Jum'at ketika telah tergelincir matahari. (HR. Al-Bukhori).
4.  Diawali dengan dua khutbah.

Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah berkhutbah pada hari jum'at dua khutbah dengan berdiri dan beliau duduk di antara kedua khutbah itu. (HR. Bukhori dan Muslim)

Khutbah Jum'at
Khutbah Jum'at adalah khutbah yang disampaikan oleh khatib sebelum sholat Jum'at sebagai salah satu syarat sah mendirikan Sholat Jum'at. Khutbah Jum'at sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya serta menjadi sempurna jika terpenuhi sunnah-sunnahnya.


Rukun Khutbah
1.  Mengucapkan pujian kepada Allah, minimal dengan ucapan "Alhamdulillah".
2.  Mengucapkan dua kalimat syahadat.
3.  Membaca sholawat Nabi.
4.  Berwasiat atau memberi nasihat kepada jama'ah agar bertkwa kepada Allah dan memberikan pelajaran lain sepeti keimanan, akhlak, hukum atau masalah-masalah lain yang bermanfaat bagi jama'ah.
5.  Membaca ayat-ayat Al-Qur'an pada salah satu khutbah.
6.  Berdoa pada khutbah kedua untuk kaum muslimin dam mu'minin baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.

Syarat Khutbah

a. Diklaksanakan pada waktu zhuhur.
b. Dilakukan dengan berdiri.
c. Khatib duduk diantara dua khutbah
d. Khatib harus suci dari hadats dan najis
e. Khatib harus menutup aurat
f. Harus keras sehinnga tersengar oleh jama'ah
g. Tertib


Sunnah Khutbah

a. Khutbah dilakukan di atas mimbar atau di tempat yang kebih tinggi.
b. Memberi salam pada awal khutbah pertama sebelum muadzin mengumandangkan adzan.
c. Duduk sejenak setelah salam (ketika muadzin mengumandangkan adzan).
d. Khutbah diucapkan dengan kalimat yang fasih, jelas dan mudah difahami.
e. Khutbah disampaikan tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
f. Khatib membaca surat Al-Ikhlas pada waktu duduk diantara dua khutbah.
Ketika khotib sedang membaca khutbah, maka jamaah harus memperhatikan apa yang disampaikan khotib. Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW telah bersabda : "Apabila engkau berkata kepada temanmu pada hari jum'at "diamlah" sewaktu imam berkhutbah, maka sesungguhnya telah sia-sialah Jum'atmu." (HR. Al-Bukhori Muslim).


Amalan Sunnah Sebelum Jum'at
  • Mandi
  • Memotong kuku dan kumis
  • Memakai pakaian yang rapi dan bersih (warna putih lebih utama).
  • Memakai wangi-wangian.
    "Siapa yang mandi pada hari jum'at dan memakai pakaian terbaik yang dimiliki, memakai harum-haruman jika ada, kemudian pergi jum'at dan di sana tidak melangkahi bahu manusia lalu ia mengerjakan sholat sunnah, kemudia ketika imam datang ia diam sampai selesai sholat jum'at maka perbuatannya itu akan menghapuskan dosanya antara jum'at itu dan jum'at sebelumnya." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

    "Adalah Rasulullah SAW memotong kuku dan mencukur kumis pada hari jum'at sebelum beliau pergi sholat jum'at. (HR. Al-Baihaqi dan At-Thabrani).
  • Berdoa ketika keluar rumah.
  • Segera menuju ke masjid dengan berjalan kaki [erlahan-lahan dan tidak banyak bicara.
  • Ketika masuk masjid melangkah dengan kaki kanan dan membaca doa.
  • Melaksanakan sholat sunnah tahiyyatul masjid.
    "Apabila seseorang masuk masjid maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua rakaat sebelum ia duduk." (HR. Abu Daud dari Abu Qatadah).
  • I'tikaf sambil membaca Al-Qur'an, berdzikir darau bersholawat jika khatib belum naik ke mimbar. Jika khatib sudah naik ke mimbar maka hendaklah menghentikan dzikir atau bacaan Al-Qur'an untuk mendengarkan khutbah.
Setelah shalat jum'at selesai dikerjakan disunnahkan berdzikir dan mengerjakan sholat sunnah ba'diyah jum'at baik di masjid atau pun di rumah.

"Siapa di antara kamu sholat sunnah sesudah jum'at maka hendaklah ia sholat empat rakaat." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

"Adalah Nabi SAW mengerjakan shalat sesudah shalat jum'at dua rakaat di rumahnya." (HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah).
Bab XI
Sholat Berjama'ah
Kata "jama'ah" berarti kumpul. Sholat berjamaah dari segi bahasa artinya sholat yang dikerjakan bersama-sama oleh lebih dari satu orang. Sedangkan menurut pengertian syara' adalah sholat yang dikerjakan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, salah seorang diantaranya bertindak sebagai imam sedangkan lainnya manjadi ma'mum.

Shalat jama'ah dapat dilakukan paling sedikit oleh dua orang dan dapat dilaksanakan di rumah, surau, masjid atau tempat layak lainnya. Tempat yang paling utama untuk mengerjakan shalat fardhu adalah di masjid, demikian juga shalat jama'ah. Makin banyak jumlah jama'ahnya makin utama dibandingkan dengan shalat jama'ah yang sedikit pesertanya.

"Shalat seorang bersama dengan seorang lainnya lebih baik daripada sholat seorang diri, shalat seseorang bersama dua orang lebih lebih baik daripada sholat seseorang bersama satu orang. Jika jama'h itu lebih banyak pesertanya maka jama'ah itu lebih disenangi oleh Allah Ta'ala." (HR. Abu Dawud dan Nasai dari Ubay bin Ka'ab).

Shalat berjama'ah sangat besar manfaatnya karena di samping dapat mempererat persaudaraan juga dapat menambah syiar Islam. Sholat berjama'ah juga mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan sholat sendirian. Rasulullah SAW bersabda :

"Shalat berjama'ah melebihi keutamaan sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat." (HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar).


Hukum Sholat Berjam'ah

Hukum sholat berjama'ah menurut sebgaian ulama adalah fardhu 'ain, sebagian lain berpendapat fardhu kifayah dan sebagian lagi berpepndapat sunnah muakkadah (sunnah yang dikuatkan/sangat dianjurkan). Pendapat yang terakhir ini dianggap sebagai pendapat yang paling kuat, kecuali shalat berjama'ah dalam sholat jum'at.

Shalat jama'ah lima waktu di masjid, lebih baik bagi orang laki-laki daripada shalat jama'ah di rumah kecuali sholat sunnah. Bagi peremupuan (terutama yang masih muda) lebih baik di rumah daripada di masjid, karena itu lebih aman bagi mereka.

"Rasulullah SAW bersabda : "Wahai manusia sholatlah kamu di rumah masing-masing, seseungguhnya sebaik-baik sholat adalah ialah sholat sesroang di rumahnya kecuali sholat lima waktu." (HR. Bukhari dan Muslim).

"Jangan kamu larang perempuan-perempuan ke masjid walaupun rumah mereka lebih baik bagi mereka untuk beribadah." (HR. Abu Dawud).


Ketentuan Menjadi Imam

Orang yang berhak menjadi imam dijelaskan dalam hadit berikut :

Dari Abi Said ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :"Jika mereka bertiga hendaklah maka hendaklah mereka jadikan imam sakah seorang di antara mereka dan yang paling patut di antara mereka untuk menjadi imam ialah yang paling fasih bacaannya." (HR. Muslim).

Adapun ketentuan-ketentuan menjadi imam adalah sebagai berikut :
1.  Laki-laki, perempuan, dan banci boleh menjadi ma'mum kepada laki-laki.
2.  Perempuan tidak boleh menjadi imam untuk laki-laki.
3.  Orang dewasa boleh ma'mum kepada anak yang sudah mumayyiz (hampir dewasa).
4.  Hamba sahaya boleh ma'mum kepada orang yang merdeka atau sebaliknya.
5.  Laki-laki tidak boleh menjadi ma'mum kepada banci atau perempuan.
6.  Banci tidak boleh ma'mum kepada perempuan.
7.  Orang yang sedang ma'mum kepada orang lain tidak boleh dijadikan imam.
8.  Tidak boleh ma'mum kepada orang yang diketahui bahwa shalatnya tidak sah (batal). Contohnya tidak boleh ma'mum kepada orang yang berhadats.

Syarat-syarat Menjadi Ma'mum
1.  Ma'mum hendaklah berniat mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan berniat menjadi imam.
2.  Ma'mum harus mengikuti segala gerakan imam dan tidak boleh mendahului imam.
"Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti perbuatannya. Apabila imam takbir maka hendaklah kamu takbir dan apabila imam ruku' hendaklah kamu ruku' pula." (HR.`Bukhori - Muslim).
3.  Ma'mum mengetahui gerak-gerik imam baik diketahui dengan melihat imam sendiri atau melihat ma'mum yang mengikuti imam atau mendengarkan suara imam.
4.  Imam dan ma'mum harus satu tempat.
5.  Tempat berdiri ma'mum adalah di belakang imam.
6.  Imam dan ma'mum hendaklah sama aturan shalatnya. Artinya tidak sah shalat fardhu yang lima waktu mengikuti kepada shalat gerhana atau sholat jenazah, karena aturan kedua shalat tidak sama.

Susunan Shaf
Posisi ma'mum bila satu orang adalah di sebelah kanan imam agak mundur sedikit. Bila datang lagi satu orang, maka orang ini berdiri di samping kiri ma'mum pertama. Dalam pada itu ada dua kemungkinan yang musti dilakukan. Pertama, imam bergeser agak ke depan untuk memberikan ruang buat sujud kedua ma'mum di belakangnya dan mengambil posisi tengah/sentris. Kedua, ma'mum pertama mundur ke belakang sejauh ruang untuk sujud baginya dan bersama dengan ma'mum kedua, keduanya berdiri di belakang imam secara sentris pula. Bila datang lagi ma'mum ketiga, maka dia mengambil posisi di sebelah kanan barisan, yaitu sebelah kanan ma'mum pertama. Bila datang lagi ma'mum ke empat, maka mengambil posisi di sebelah kiri shaf atau sebelah kiri ma'mum kedua. Begitu seterusnya sehingga posisi iman selalu berada di tengah-tengah (sentris).

Jika jama'ah terdiri dari beberapa shaf, ada laki-laki dan perempuan, maka pengaturan shafnya adalah di belakang imam shaf laki-laki dewasa, kemudian shaf anak laki-laki, kemudian shaf anak perempuan, lalu shaf perempuan dewasa.

"Nabi SAW mengatur shaf laki-laki dewasa di depan shaf anak-anak dan shaf perempuan di belakang shaf anak-anak." (HR. Muslim).

Shaf hendaklah lurus dan rapat, jangan ada tempat yang renggang antara seorang ma'mum dengan ma'mum lainnya.

"Dari Abu Umamah ra. ia berkata : Rasulullah bersabda : "Penuhkanlah (rapatkanlah) olehmu jarak yang kosong di antara kamu, maka sesungguhnya syaithon dapat masuk di antara kamu seperti anak kambing." (HR. Ahmad).


Hukum Masbuq

Masbuq artinya tertinggal dari imam yaitu orang yang mengikuti sholat berjama'ah tetapi tidak sempat mengikutinya sejak imam melakukan takbiratul ihram (sejak rakaat pertama).

Cara ma'mum mengikuti imam yang tertinggal adalah dengan mengerjakan gerakan sebagaimana yang sedang dikerjakan imam. Jika ma'mum masih sempat mendapati imam berlum ruku' atu sedang ruku' dan dia dapat melaksanakan ruku' dengan sempurna maka ma'mum tadi terhitung meengikuti jama'ah satu rakaat (hendaknya berusaha membaca surat Al-Fatihah walaupun satu ayat sebelum ruku'). Jika imam selesai sholat, sedangkan ma'mum masih kurang bilangan rakaatnya maka ma'mum menambah kekurangan rakaatnya setelah imam mengucapkan salam.

"Jika salah seorang di antara kamu datang untuk melaksanakan sewaktu kami sujud, maka sujudlah dan jangan kamu hitung yang demikian itu satu rakaat. Siapa yang mendapatkan ruku' beserta imam maka ia telah mendapatkan satu rakaat." (HR. Abu Dawud).


Sunnah-sunnah dalam Shalat Berjama'ah
1.  Meluruskan shaf dan merapatkannya.
2.  Mengisi shaf terdepan bila masih kosong.
3.  Bila dilakukan hanya oleh dua orang maka posisi ma'mum b adalah di sebelah kanan imam agak mundur sedikit.
4.  Imam mengeraskan suara takbir, tasmi' dan salam.
5.  Imam mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat/ayat pada rakaat pertama dan kedua dalam shalat jahriyyah dan surat yang dibaca hendaknya tidak terlalu pendek atau terlalu panjang. Hal ini karena masing-masing jama'ah mempunyai kekuatan dan kepentingan yang berbeda-beda.
Bab XII
Shalat Jama' dan Qashar
Shalat Jama'
Menurut bahasa shalat jama' artinya shalat yang dikumpulkan. Sedangkan menurut syariat Islam ialah dua shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu karena ada sebab-sebab tertentu.

Shalat yang Boleh Dijama'
Shalat yang boleh dijama' adalah shalat zhuhur dengan shalat ashar, dan shalat maghrib dengan shalat isya.
Shalat jama' ada dua macam, yakni :

a. Jama' Taqdim yaitu shalat zhuhur dan shalat ashar dikerjakan pada waktu zhuhur, atau shalat maghrib dengan shalat isya dikerjakan pada waktu maghrib.

b. Jama' Ta'khir yaitu shalat zhuhur dan shalat ashar dikerjakan pada waktu ashar atau shalat maghrib dan isya dikerjakan pada waktu isya.

Hukum melaksanakan shalat jama' adalah mubah (boleh) bagi orang yang dalam perjalanan dan mencukupi syarat-syaratnya. Dalam sebuah hadits dinyatakan :

Dari Muadz bin Jabal : "Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, apabila beliau berangkat sebelum tergelincir matahari beliau mengakhirkan shalat zhuhur sehingga beliau kumpulkan dengan ashar (beliau sholat zhuhur dan azhar pada waktu ashar). Jika beliau berangkat sesudah tergelincir matahari beliau melaksanakan sholat zhuhur dan ashar sekaligus kemudian beliau berjalan. Jika beliau berangkat sebelum maghrib beliau mengakhirkan sholat maghrib sehingga beliau mengerjakan sholat maghrib dan isya, dan jika beliau berangkat sesudah waktu maghrib beliau mengerjakan sholat isya dan beliau sholat isya beserta maghrib." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzi).


Cara Melaksanakan Jama' Taqdim

a. Shalat zhuhur dan ashar dilakukan pada waktu zhuhur. Mula-mula mengerjakan shalat zhuhur 4 rakaat (pada waktu itu berniat melaksanakan shalat ashar pada waktu zhuhur). Setelah selesai mengerjakan shalat zhuhur kemudian iqomah dan langsung mengerjakan shalar ashar 4 rakaat.

b. Shalat maghrib dan isya dilakukan pada waktu maghrib. Mula-mula mengerjakan shalat maghrib 3 rakaat (pada waktu itu berniat melaksanakan shalat isya pada waktu maghrib). Setelah selesai mengerjakan shalat maghrib kemudian iqomah dan langsung mengerjakan shalar isya 4 rakaat.


Syarat Jama' Taqdim

a. Berniat jama' pada waktu melaksanakan sholat yang pertama.
b. Berturut-turut karena keduanya seolah-seolah satu sholat.


Cara Melaksanakan Jama' Takhir

a. Shalat zhuhur dan ashar dilakukan pada waktuashar. Ketika masih dalam waktu zhuhur berniat bahwa shalat zhuhur akan dilaksanakan pada waktu ashar. Setelah masuk waktu ashar ia mengerjakan shalat zhuhur 4 rakaat, setelah selesai dilanjutkan dengan iqomah dan langsung mengerjakan shalat ashar 4 rakaat.

b. Shalat maghrib dan isya dilakukan pada waktu isya. Ketika masih dalam waktu maghrib berniat bahwa shalat maghrib akan dilaksanakan pada waktu isya. Setelah masuk waktu ashar ia mengerjakan shalat maghrib 4 rakaat, setelah selesai dilanjutkan dengan iqomah dan langsung mengerjakan shalat isya 4 rakaat.


Syarat Jama' Takhir

Berniat pada waktu yang pertama bahwa ia akan shalat yang pertama itu pada shakat yang yang kedua supaya ada maksud yang kuat akan mengerjakan shalat yang yang pertama.


Shalat Qashar

Shalat qashar menurut bahasa ialah shalat yang diringkas, yaitu meringkas shalat yang jumlahnya 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Dalam hal ini shalat yang dapat diringkas adalah zhuhur, ashar dan isya.


Hukum Shalat Jama' dan Qashar

Menurut mazhab Syafi'i hukum shalat jama' dan qashar adalah jaiz (boleh), bahkan lebih baik bagi orang yang dalam perjalanan dan telah mencukupi syarat-syaratnya. Allah SWT berfirman :

"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. An-Nisaa : 101).

Syarat Sah Shalat Jama' dan Shalat Qashar
a.  Perjalanan yang dilakukan bukan untuk maksiat (terlarang), seperti pergi untuk berjudi dan sebagainya.
b.  Perjalanan tersebut berjarak lebih dari 88,656 km atau perjalanan sehari semalam.
Dari Ibnu Syaibah dari arah yang lain berkata : "Qashar shalat dalam jarak perjalanan sehari semalam".
Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh. Ibnu Abbas menjelaskan
Bab XIII
Shalat Dalam Keadaan Darurat
Ibadah shalat merupakan ibadah yang tidak dapat ditinggalkan walau dalam keadaan apapun. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain seperti puasa, zakat dan haji. Jika seseorang sedang sakit pada bulan ramadhan dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa dan harus menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampu membayar zakat ia tidak wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadah haji, bila seseorang tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.

Shalat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memiliki akal dan ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus dilakukan tepat pada waktunya. Halangan untuk tidak mengerjakan shalat hanya ada tiga macam, yaitu hilang akal seperti gila atau tidak sadar, karena tidur dan lupa (namun demikian ada kewajiban mengqadha di waktu lain).

Betapa pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah pernah bersabda :

"Urusan yang memisahkan antara kita (orang-orang Islam) dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Oleh sebab itu siapa yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah menjadi kafir." (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Shalat Dalam Keadaan Sakit

Orang yang sedang sakit harus tetap melakukan shalat lima waktu, selama akal atau ingatannya masih tetap normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Jika ia tidak mampu shalat dengan berdiri, maka ia boleh shalat dengan duduk. Jika ia tidak mampu dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu berbaring boleh shalat dengan terlentang dan isyarat.

Yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila ia mendapatkan kesulitan dalam berdiri atau duduk, atau sakitnya akan bertambah apabila ia berdiri atau ia takut bahaya. Hal ini dijelaskan dalam hadits sebagai berikut :

Dari Ali bin Abu Thalib ra. telah berkata Rasulullah SAW tentang shalat orang sakit : "Jika kuasa seseorang shalatlah dengan berdiri, jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk. Jika ia tidak mampu sujud maka isyarat saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud lebih rendah daripada ruku;nya. Jika ia tidak kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia dengan berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat. Jika tidak kuasa juga maka shalatlah dengan terlentang, kedua kakinya ke arah kiblat." (HR. Ad-Daruquthni).

Shalat dalam Kendaraan

Orang yang sedang berada dalam kendaraan mengalami situasi yang berbeda. Ada yang di dalam kendaraan itu bisa tenang seperti dalam kapal laut yang besar, adakalanya sesorang tidak merasa nyaman seperti berada di dalam bis yang sempit. Untuk melakukan shalat di kendaraan ini tentunya di sesuaikan dengan jenis kendaraan yang ditumpanginya.

Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bagaimana cara sholat di atas perahu. Beliau bersabda : "Sholatlah di dalam perahu itu dengan berdiri kecuali kalau kamu takut tenggelam." (HR. Ad-Daruquthni).

Bila selama perjalanan (dengan kendaraan) itu masih dapat turun dari kendaraan, maka hendaknya kita melaksanakan sholat seperti dalam keadaan normal. Tetapi bila memang tidak ada kesempatan lagi untuk turun dari kendaraan seperti bila naik pesawat terbang, maka kita melakukan shalat di atas kendaraan itu. Hal ini dilakukan mengingat :

1. Shalat adalah ibadah yang wajib dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan baik secara normal atau dengan menjama‘. Sedangkan meninggalkan sholat walau dalam safar lalu mengerjakan bukan pada waktunya tidak didapati dalil/contoh dari Rasullullah.

2. Kendaraan di masa Nabi SAW adalah berupa hewan tunggangan (unta, kuda dan lain-lain) yang dapat dengan mudah kita turun dan melakukan shalat. Bila dalam shalat wajib Nabi SAW tidak shalat di atas kendaraannya, maka hal itu karena Nabi melakukan shalat wajib wajib secara berjamaah yang membutuhkan shaf dalam shalat. Atau pun juga beliau ingin shalat wajib itu dilakukan dengan sempurna.

3. Sedangkan kendaraan di masa kini bukan berbentuk hewan tunggangan, tetapi bisa berbentuk kapal laut, kapal terbang, bus atau kereta api. Jenis kendaraan ini ibarat rumah yang berjalan karena besar dan sesorang bisa melakukan shalat dengan sempurna termasuk berdiri, duduk, sujud dan sebagainya. Dan meski tidak bisa dilakukan dengan sempurna, para ulama membolehkan shalat sambil duduk dan berisyarat. Selain itu kendaraan ini tidak bisa diberhentikan sembarang waktu karena merupakan angkutan massal yang telah memiliki jadwal tersendiri.

4. Tetapi bila kita naik mobil pribadi atau sepeda motor, maka sebaiknya berhenti, turun dan melakukan shalat wajib di suatu tempat agar bisa melakukannya dengan sempurna.

5. Sedangkan riwayat yang mengatakan bahwa Nabi tidak pernah shalat wajib di atas kendaraan juga diimbangi dengan riwayat yang menceritakan bahwa Nabi SAW berperang sambil shalat di atas kuda/ kendaraan. Tentunya ini bukan salat sunnah tetapi shalat wajib karena shalat wajib waktunya telah ditetapkan.
Bab XIV
Shalat Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dikerjakan sebanyak 4 kali takbir dalam rangka mendoakan orang muslim yang sudah meninggal. Jenazah yang disholatkan adalah jenazah yang telah dimandikan dan dikafankan.

Hukum melaksanakan sholat jenazah adalah fardhu kifayah (kewajiban yang ditujukan kepada orang banyak, tetapi apabila sebagian dari mereka telah mengengrjakannya maka gugurlah kewajiban bagi yang lain). Jika tidak ada seorang pun yang mengerjakan kewajiban itu maka mereka berdosa semua.

Rasulullah SAW bersabda : "Shalatkanlah mayat-mayatmu!" (HR. Ibnu Majah).

"Shalatkanlah olehmu orang-orang yamg sudah meninggal yang sebelumnya mengucapkan Laa ilaaha illallaah." (HR. Ad-Daruruquthni).

Keutamaan orang yang menshalatkan jenazah dijelaskan dalam hadits berikut :

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : " Siapa yang mengiringi jenazah dan turut menshalatkannya maka ia memperoleh pahal sebesar satu qirath (pahala sebesar satu gunung), dan siapa yang mengiringinya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan mamperoleh dua qirath." (HR. Jama'ah dan Muslim).

Syarat Shalat Jenazah
1. Menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, bersih badan, pakaian dan tempat dari najis serta menghadap kiblat. Hal ini sama seperti sholat biasa.

2. Jenazah telah dimandikan dan dikafankan.

3. Letak jenazah di sebelah kiblat orang yang menshalatkan kecuali shalat ghoib.

Rukun Shalat Jenazah
1. Niat
2. Berdiri bagi yang mampu.
3. Takbir empat kali.
4. Membaca surat Al-Fatihah.
5. Membaca sholawat atas Nabi.
6. Mendoakan mayat.
7. Memberi salam.

Sunnat Shalat Jenazah
1. Mengangkat tangan pada tiap-tiap takbir (empat takbir)
2. Merendahkan suara bacaan (sirr)
3. Membaca ta'awuz
4. Disunnahkan banyak pengikutnya
5. Memperbanyak shaf

"Setiap orang mu'min yang meninggal, lalu dishalatkan oleh umat Islam yang banyaknya sampai tiga shaf akan diampuni dosanya. Oleh sebab itu Malik bin Hubairah selalu berusaha membentuk tiga shaf, jika jumlah orang yang shalat jenazah tidak banyak. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Shalat Gahaib
Shalat ghaib adalah shalat atas jenazah yang tidak bersama-sama dengan orang yang menshalatkan, meskipun jenazah itu sudah dikuburkan. Demikian juga sholat di atas kubur, sebagaimana hadits berikut :

Dari Jabir ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Telah meninggal hari ini seorang laki-laki yang shaleh di negeri Habsyi. Maka berkumpullah dan shalatlah kamu untuk dia." Lalu kami membuat shaf di belakang beliau, lalu sholat untuk mayat itu sedangkan kami bershaf-shaf. (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah shalat di atas sebuah kubur setelah sebulan lamanya (dari kematian orang itu. (Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni).
Bab XV
Shalat Sunnah
Yang dimaksud dengan sjolat sunnah adalah semua sholat selain sholat fardhu lima waktu, shalat jum'at dan shalat jenazah. Yang dimaksud dengan amalan sunnah ialah suatu amalan yang pabila dilakukan, pelakunya akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan yang meninggalkannya tidak berdosa.

Shalat sunnah banyak macamnya, antara lain :

1. Shalat Rawatib, yaitu shakat sunnah yang mengiringi shalat fardhu baik dikerjakan sebelum atau sesudah shalat fardhu. Shalat rawatib yang dikerjakan sebelumm shalat frdhu disebuat shalat qabliyah, dan uang dikerjakan sesudah shalat fardhu disebut shalat ba'diyah.

Shalat rawatib tersebut adalah :
- Dua/empat rakaat sebelum zhuhur
- Dua rakaat setelah zhuhur
- Dua rakaat sesudah maghrib
- Dua rakaat sesudah isya
- Dua rakaat sebelum shalat shubuh

Dari Abdullah bin Umar ia berkata : Saya ingat dari Rasulullah SAW mengerjakan shalat dua rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat sesudah zhuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya dan dua rakaat sebelum shubuh. (HR. Al-Bukhori).

Keutamaan shalat sunnah rawatib dinyatakan dalam hadits-hadits berikut :

Dari Aisyah ra, dari Nabi SAW beliau telah bersabda : "Dua rakaat sebelum fajar itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya." (HR. Muslim).

"Siapa yang shalat sehari semalam 12 rakaat maka dibangunlah baginya sebuah rumah di syurga, yaitu 4 rakaat sebelum zhuhur, 2 rakaat sesudah zhuhur, 2 rakaat seudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya, dan 2 rakaat sebelum shubuh." (HR. At-Turmudzi adn ia menyatakan bahwa hadits ini hasan dan shahih).

2. Shalat Lail, yaitu shalat yang dikerjakan pada waktu malam hari. Di antara shalat lail adalah :
  • Shalat witir, yaitu shalat sunnah yang dilakukan pada malam hari dengan jumlah rakaat ganjil, paling sedikit satu rakaat dan paling banyak sebelas rakaat. Cara melaksanakannya boleh memberi salam tiap-tiap dua rakaat dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat. Jika dilaksanakan dengan tiga rakaat maka tidak usah membaca tasyahud wala agar tidal serupa dengan shalat maghrib. Waktu pelaksanannya sesudah shalat isya hingga terbit fajar dan seyogyanya shalat witir ini sebagai penutup dari seluruh sholat pada malam hari.

    Dari Abu Ayyub ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sholat witir itu hak bagi orang muslim, barang siapa yang senang melakukan sholat witir 5 rakaat maka lakukanlah. barang siapa yang senang melakukan sholat witir 3 rakaat maka lakukanlah. barang siapa yang senang melakukan sholat witir 1 rakaat saja maka lakukanlah." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

    "Lakukanlah sholat witir lima, tujuh, sembilan, atau sebelas rakaat." (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

    Dari Jabir ra : Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang khawatir tidak bisa melakukan sholat witir di akhir malam maka hendaklah berwitir pada permulaan malam. barang siapa yang berkeinginan untuk sholat di akhirnya maka hendaklah berwitir pada akhirnya, sebab sesungguhnya sholat pada akhir malam itu disaksikan oleh para malaikat. dan itu yang lebih afdhol." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

    Dari Ali ra dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Wahai Ahlul Qur'an, shalat witirlah, sesungguhnya Allah ganjil, senang kepada ganjil." (HR. Imam lima. Hadits Shohih menurut Huzaimah).

    Dari Tolq bin Ali dia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Tidak diperkenankan dua witir dalam satu malam." (HR. Ahmad dan Tiga imam. Hadits Shohih menurut Ibnu Hibban).
  • Shalat Tahajjud, yaitu shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling baik adalah dilaksanakan sesudah bangun tidur setelah shalat isya di sepertiga malam terakhir. Jumlah rakaat sedikitnya dua rakaat dan paling banyak adalah 8 rakaat. Dalam banyak riyawat disebutkan bahwa beliau SAW shalat 8 rakaat setiap malam baik pada Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

    Firman Allah SWT : "Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Israa : 79).

    Dari Abu Hurairoh ra dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah sholat malam." (HR. Muslim)

    Dari Jabir ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Dua rakaat yang dilakukan di pertengahan malam bisa melebur beberapa kesalahan." (HR. Dailami)

    Bilal ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Hendaklah kamu senantiasa menjalankan sholat malam, sebab sesungguhnya sholat malam adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang sholeh sebelummmu, pendekatan diuri kepada Allah, mencegah dosa, menghapus beberapa kejahatan dan bisa menolak penyakit yang menyerang tubuh." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

    Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Semoga Allah memberi rahmat kepada orang laki-laki yang bangun malam, lalu menjalankan sholat dan membangunkan istrinya lalu turut sholat. bila sang istri tidak mau, maka sang suami memercikkan air di muka sang istri.

    Semoga Allah meberikan rahmat kepada seorang istri yang bangun di waktu malam, lantas mengerjakan sholat dan membangunkan suaminya lalu sang suami melakukan sholat. bila sang suami tidak mau maka sang istri memercikkan air ke muka sang suami (HR. Abu Dawud dan Ahamd).

    Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Bila seorang laki-laki bangun di waktu malam, lalu membangunkan istrinya, lantas mereka sholat dua rakaat maka mereka termasuk orang-orang yang banyak berdzikir (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).
  • Shalat Tarawih, yaitu sholat sunnah yang dikerjakan pada malam hadri pada bulan ramadhan. Hukummnya sunnah muakkad baik bagi laki-laki maupun perempuan. Waktu pelaksanaannya adalah setelah shalat isya sampai waktu shubuh. Mengenai jumlah bilangan rakaat shalat tarawih terdapat beberapa perbedaan di antara para ulama. Sebagian berpendapat 8 rakaat, sebagian lain ada yang berpendapat 20 rakaat dan 36 rakaat.

    Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW menganjurkan agar beribadah pada bulan Ramadhan, beliau tidak meyuruh dengan keras hanya beliau bersabda : "Barang siapa yang melakukan ibadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

    Dari Aisyah ra : Sesungguhnya Nabi SAW shalat di masjid lalu orang-orang ikut shalat bersama mengikuti beliau, lalu pada malam kedua beliau shalat lagi dan orang-orang sudah banyak (yang ikut), kemudian orang-orang berkumpul pada malam ketiga atau keempat, tapi Rasulullah SAW tidak keluar menemui mereka. Ketika sudah pagi beliau bersabda:

    "Saya sudah melihat apa yang kalian lakukan, tidak ada yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian kecuali karena aku takut kalau (shalat tarawih) itu diwajibkan atas kamu semua". (HR. Muttafaq ‘Alaih).
3. Shalat 'Idain (Hari Raya), yaitu shalat sunnah pada dua hari raya, idul fitri (1 Syawal) dan idul adha (10 Dzulhijjah). Hukumnya adalah sunnah muakkad dan Rasulullah selalu melaksanakannya.

Dari Ibnu Abbas ra. sesungguhnya Nabi SAW shalat pada hari raya dua rakaat, beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya. (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

Dari Ummu 'Athiyyah ia berkata : Rasulullah SAW telah menyuruh kami pada hari raya Idul fitri dan Idul Adha agar kami membawa para gadis, perempuan yang sedang haidh, dan perempuan yang bertutup (memakai cadar) ke tempat shalat hari raya. Adapun perempuan yang sedang haidh mereka tidak melaksanakan sholat. (HR Al-Bukhori dan Muslim).

Shalat 'Idain boleh dilaksanakan di masjid atau di lapangan agar wanita yang sedang haidh dapat mendengarkan khutbah di lapangan tersebut.
Dalam sebuah hadits dinyatakan : Bahwa pada suatu hari raya hujan turun, maka Nabi SAW melaksanamakn shalat dengan sahabt-sahabatnya di masjid. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan AL-Hakim).

Sunnah-sunnah Shalat 'Idain
  • Dilaksanakan dengan berjamaah
  • Takbir tujuh kali pada rakaat pertama (setelah doa iftitah) dan lima kali pada rakaat kedua.
  • Mengangkat tangan setiap kali takbir.
  • Membaca tasbih di antara takbir, dengan lafazh "subhanallaah wal hamdulillaah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar" (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar).
  • Membaca surat Al-A'laa pada rakaat pertama dan Al-Ghosyiyah pada rakaat kedua, atau surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al-Qomar pada rakaet kedua.
  • Menyaringkan bacaan takbir, Al-Fatihah dan surat.
  • Khutbah dua kali setelah shalat.
  • Khatib memulai khutbah pertama dengan sembilan kali takbir dan khutbah kedua dengan tujuh kali takbir.
  • Mandi dan berhias diri, memakai wangi-wangian serta mengenakan pakaian yang terbagus.
  • Makan sebelum sholat Idul fitri, dan tidak makan sebelum sholat Idul Adha.
  • Membaca takbir di luar shalat, mulai terbenam matahari hingga khatib naik ke mimbar (untuk shalat Idul Fitri), dan mulai dari shubuh hari Arafah sampai waktu ashar hari terakhir tasyrik (untuk shlata Idul Adha).
4. Shalat Khusuf dan Kusuf
Shalat Khusuf adalah shalat sunnah ketika terjadi gerhana bulan, sedang shalat kusuf adalah shalat sunnah ketika terjadi gerhana matahari.

"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah." (QS. Al-Fushshilat : 37).

"Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya menjadi tanda adanya Allah dan kekuasaanNya. Keduanya menjadi gerhana bukan karena kematian seseorang bukan pula karena hidupnya seseorang. Maka apabila kamu melihat keduanya gerhana, maka berdoa'alah kepada Allah dan shalatlah hingga habis gerhana itu." (HR Al-Bukhori dan Muslim).

Pelaksanakannya boleh berjama'ah boleh pula sendiri, dengan cara-cara sebagai berikut :
a.  Berdiri dengan niat shalat gerhana ketika takbiratul ihram, lalu membaca Al-Fatihah dan surat/ayat kemudian ruku' lalu berdiri kembali dan membaca Al-Fatihah dan surat/ayat yang kedua kali, lalu ruku', i'tidal dan sujud dua kali. Yang demikian itu terhitung satu rakaat. Kemudian diteruskan rakaat kedua seperti rakaat pertama, dan diakhri dengan salam. Jadi shalat gerhana ini dilaksanakan dua rakaat, empat kali membaca Al-Fatihah dan surat, empat kali ruku', dan empat kali sujud.
b.  Cara kedua sama seperti cara pertama hanya saja berdiri agak lama dengan membaca surat yang panjang dan ruku'nya agak lama. Al-Fatihah dan surat dibaca dengan suara keras baik gerhana matahari atau bulan. Hal ini karena Rasulullah mengeraskan suara pada waktu shalat gerhana. Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk gerhana bulan dengan suara keras, sedang gerhana matahari tidak dikeraskan.
c.  Cara yang ketiga sama seperti melaksanakan shalat sunnah yang lain. Setelah shalat dilanjutkan dengan khutbah yang isinya antara lain menyuruh manusia bertaubat dari perbuatan dosa dan menyruh beramal kebaikan.
5. Shalat Tahiyyatul Masjid, yaitu shalat untuk menghormari masjid. Bagi orang yang masuk masjid disunnahkan untuk melakukan shalat tahiyyatul masjid sebanyak dua rakaat sebelum dia duduk di masjid itu (untuk i'tikaf).

Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW besabda : "Apabila salah seorang diantara kalian masuk ke masjid, maka hendaklah ia tidak duduk sebelum melakukan shalat dua rakaat." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

6. Shalat Dhuha, ialah sholat sunnah yang dilakukan pada waktu dhuha (mulai matahari setinggi tombak pada pagi hari sampai mendekati waktu zhuhur). Shalat dhuha sedikit-dikitnya adalah dua rakaat dan sebanyak-banyaknya adalah dua belas rakaat.

Dari Abu Hurairah ia berkata : Telah berpesan kepadaku (Rasulullah SAW) tiga macam pesan, yaitu berpuasa tiga hari tiap-tiap bulan, shalat dhuha dua rakaat dan shalat witir sebelum tidur." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Dari Anas, Nabis SAW bersabda : "Barang siapa yang sholat dhuha 12 rakaat Allah akan membuatkan baginya istana di syurga." (HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah).

7. Shalat Istisqo, yaitu shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon kepad Allah SWT agar diturunkan hujan. Shalat ini dilaksanakan pada saat musim kemarau panjang.

Caranya dapat dilakukan dengan :
a.  Dengan berdoa baik sendiri-sendiri atau beramai-ramai.
b.  Berdoa dalam khutbah jum'at.
c.  Yang paling sempurna adalah dengan melakukan shalat iatisqo. Dalam sebuah hadits :
Rasulullah SAW telah keluar pergi untuk meminta hujan lalu beliau berpaling membelakangi orang banyak. Beliau mengahadap kiblat dan beliau balikkan selendang beliau. (HR. Muslim).
Sebelum melaksanakan shalat, semua orang baik laki atau perempuan, tua muda, bahkan orang lemah pun diusahakan untuk ikut ke lapangan. Sebelum itu hendaklah salah seorang diantara mereka (tokoh) memberikan nasehat agar mereka bertaubat dari segala dosa, dan berhenti dari kezaliman dan segera beramal kebajikan.

Sebelum pergi ke lapangan hendaklah mereka berpuasa empat hari berturut-turut. Pada hari ke empat mereka menuju lapangan dengan pakaian yang sederhana. Mereka berjalan tenang serta merendahkan diri dengan penuh harap pertolongan Allah SWT. Kemudian kahtib berdiri dan berkhutbah yang dimulai dengan istighfar, hamdalah, serta syahadat seperti dalam shalat jum'at. Di dalam khutbah hendaknya khatib mengajak jama'ah untuk bertaubat dan menerangkan bahwa Allah Maha Pemurah kepada seluruh hambaNya jika hambaNya bersungguh-sungguh dalam berdoa dan memohon kepadaNya. Kemudian berdoa.

Setelah berdoa, kemudian melaksanakan shalat dua rakaat tanpa adzan dan iqomah. Pada rakaat pertama membaca surat Al-A'la setelah Al-Fatihah dan pada rakaat kedua membaca surat Al-Ghosyiyah.

8. Shalat Istikharah, ialah shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon petunjuk kepada Allah atau dipilihkan antara beberapa pilihan yang paling baik untuk dilaksanakan.

Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW mengajarkan kami minta petunjuk dalam perkara-perkara yang penting. Beliau bersabda : "Jika salah seorang di antara kamu menghendaki suatu pekerjaan maka hendaklah ia shalat dua rakaat lalu berdoa." (HR. Al-Bukhori).
Bab XVI
Sujud Tilawah dan Sujud Syukur
Sujud Tilawah

Tilawah secara bahasa artinya bacaan. Sujud tilawah menurut perngertian syara' adalah sujud yang dilakukan ketika seseorang membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah dibacakan orang lain. Sujud tilawah dapat dilakukan pada waktu shalat, juga di luar shalat. Hukumnya ialah sunnah.

Dari Abi Hurairah ra, Nabi SAW bersabda : "Apabila seseorang membaca ayat sajdah, lalu ia sujud, maka syaitan menghindar dan menangis serta berkata : Hai, celaka, anak Adam (manusia) diperintahkan sujud kemudia dia sujud, maka baginya syurga, dan saya pernah diperintahkan sujud juga, tetapi sayang enggan, maka bagi saya neraka." (HR. Muslim).

Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membaca Al-Qur'an di depan kami, ketika beliau membaca ayat sajdah beliau takbir lalu sujud, kami pun sujud pula bersama-sama beliau." (HR. At-Turmudzi).

Bacaan sujud tilawah :

"Aku sujud kepada Tuhan yang telah menjadikan dan membentuk aku dan telah membukakan pendengaran dan penglihatan dengan kekuasaan dan kekuatanNya. Maha Berkah Allah, Dialah sebaik-baik pencipta."

Menurut Ibnu Sakan, bacaan sujud ini dibaca tiga kali. Ada satu riwayat yang menyatakan bahwa jika sujud tilawah dilakukan pada waktu shalat, maka sebaiknya yanng dibaca adalah "subhaana robbiyal a'laa wa bihamdih".

Syarat-syarat Sujud Tilawah
a. Suci dari hadats dan najis.
b. Menghadap kiblat.
c. Menutup aurat.
d. Ketika membaca atau mendengar ayat sajdah.

Rukun Sujud Tilawah (di luar shalat) :
a. Niat
b. Takbiratul Ihram.
c. Sujud satu kali.
d. Memberi salam sesudah duduk
e. Tertib

Ayat-ayat Sajdah :
a. Surat Al-A'raf : 206
b. Surat Ar-Ra'du : 15
c. Surat An-Nahl : 50
d. Surat Al-Isra : 109
e. Surat Maryam : 58
f. Surat Al-Hajj : 18
g. Surat Al-Furqan : 60
h. Surat An-Naml : 26
i. Surat As-Sajdah : 15
j. Surat Shod : 24
k. Surat An-Najm : 62
k. Surat Al-Insyiqaq : 21
l. Surat Al-Alaq : 19

Sujud Syukur
Syukur artinya berterima kasih kepada Allah. Sujud Syukur ialah sujud yang dilakukan ketika sesorang memperoleh keni'matan Allah atau terhindar dari bahaya. Hukumnya adalah sunnah.

Sujud syukur dilakukan di luar sholat, dan mengenai syarat dan rukunnya sama seperti sujud tilawah.

Dari Abu Bakrah, sesungguhnya Nabi SAW apabila mendapat sesutau yang menyenangkan atau diberi khaba gembira segera tunduk sujud sebagai tanda syukur kepada Allh SWT. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Turmudzi yang menganggap hadits hasan).

Dalam hadits lain disebutkan bahwa sesungguhnya Ali ra. ketika menulis surat kepada Nabi SAW untuk memberitahukan masuk Islamnya suku Hamazan beliau sujud dan setelah mengangkat kepalanya beliau bersabda : "Selamat sejahteera atas suku Hamazan."
Bab XVII
Dzikir dan Do'a
Dzikir

Kata "dzikr" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertia syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah untuk selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong dan takabbur.

"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab : 41).

Berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan bagaimamanapun, kecuali ditempat yang tidaksesuai dengan kesucian Allah. Seperti bertasbih dan bertahmid di WC.

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran : 191).

Bentuk dan Cara berdzikir :

a. Dzikir dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah sehingga timbul di dalam fikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Semua yang ada di alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Dengan melakukan dzikir seperti ini, keimanan seseorang kepada Allah SWT akan bertambah.

b. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh yang di dalammya mengandung asma Allah yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada ummatnya. Contohnya adalah : mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, sholawat, membaca Al-Qur'an dan sebagainya.

c. Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Yang harus diingat ialah bahwa semua amalan harus dilandasi dengan niat. Niat melaksanakan amalan-amalan tersebut adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Dengan demikian menuntut ilmu, mencari nafkah, bersilaturahmi dan amalan-amalan lain yang diperintahkan agama termasuk dalam ruang lingkup dzikir dengan perbuatan.

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(QS. Al-Baqarah : 152).


D o a

Menurut bahasa "ad-du'aa" artinya memanggil, meminta tolong, atau memohon sesuatu. Sedangkan doa menurut pengertian syariat adalah memohon sesuatu atau memohon perlindungan kepada Allah SWT dengan merendahkan diri dan tunduk kepadaNya. Doa merupakan bagian dari ibadah dan boleh dilakukan setiap waktu dan setiap tempat, karena Allah SWT selalu bersama hamba-hambaNya.

"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS. Al-Mu'min : 60).

Bagi orang mu'min yang ingin mendapatkan keberhasilan dalam kehidupan ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu berusaha atau kerja keras dan berdoa. Kedua cara tersebut harus ditempuh, karena di dalam kehidupan ini ada hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh pemikiran manusia. Oleh karena itu, di dalam memecahkan masalah ini kehidupan kedua cara ini harus ditempuh secara bersama-sama.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berdoa :

a. Memulai berdoa dengan membaca basmalah (karena malakukan perbuatan yang baik hendaknya dimulai dengan basmalah), hamdalah dan sholawat.

Dari Fadhalah bin Ubaidillah ia berkata : Rasulullah telah bersabda : "Apabila seseorang di antara kamu berdoa hendaklah memuji kepada Allah dan berterima kasih kepadaNya, kemudian membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, kemudian berdoa sesuai keinginannya."

b. Mengangkat kedua tangan ketika berdoa dan mengusapkan kedua tangan pada wajah setelah selesai.

Dari Umar bin Al-Khatthab ia berkata : Rasulullah SAW apabila berdoa mengangkat kedua tangannya, dan tidak menurunkan kedua tangan itu sampai beliau mengusapkan kedua tangan itu pada wajah beliau.

c. Ketika berdoa disertai dengan hati yang khusyu dan meyakini bahwa doa itu pasti dikabulkan Allah SWT.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : "Berdoalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu meyakini doa itu akan dikabulkan olehNya. Ketahuilah bahwa Allah SWT tidak memperkenankan doa dari hati yang lalai dan lengah." (HR. At-Turmudzi).

d. Menggunakan suara yang lemah lembut (tidak perlu dengan suara yang keras) karena sesungguhnya Allah itu dekat.

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah : 186).

e. Menggunakan lafazh-lafazh doa yang terdapat di dalam Al-Qur'an atau yang terdapat dalam hadits, namun jika tidak ada lafazh yang sesuai dengan keinginan kita, maka boleh dengan lafazh yang sesuai dengan keinginan kita.


Waktu yang Baik Untuk berdoa

a. Waktu tengah malam atau sepertiga malam yang terakhir dan waktu setelah sholat lima waktu.
Dari Abu Umamah ra, ia berkata : Rasulullah SAW ditanya oleh shabat tentang doa yang lebih didengar oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menjawab : "Yaitu pada waktu tengah malam yang terakhir dan sesudah shalat fardhu." (HR. At-Turmudzi).

Dari Jabir ra. : "Sesungguhnya pada waktu malam ada suatu saat di mana seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah baik yang terkait dengan urusan duniawi maupun ukhrowi niscaya Allah mengabulkannya dan saat itu ada setiap malam." (HR. Muslim).

b. Pada hari Jum'at.
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya ketika Rasulullah SAW membicarakan hari jum'at beliau bersabda : "Pada hari itu ada suatusaat apabila seorang muslim yang sedang sholat bertepatan dengan saat itu kemudian ia memohon kepada Allah, niscaya Allah mengabulkan permohonannya." Dan beliau memberi isyarat bahwa waktu itu sangat sebentar. (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

c. Waktu antara adzan dan iqomah.
Dari Anas bin Malik ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : "Doa diantara adzan dan iqomah tidak ditolak." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzi).

d. Waktu seseorang sedang berpusa.
"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka, uaitu : orang yang berpuasa sampai iaberbuka, kepala negara yang adil, dan orang-orang yang teraniaya." (HR. At-Turmudzi dengan sanad yang hasan).
Bab XVIII
P u a s a
Puasa (ash-shiyaam) menurut bahasa artinya adalah sama dengan "al-imsaak" yaitu menahan. Pengertian puasa menurut istilah syara' ialah suatu amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari disertai niat karena Allah dengan syarat dan rukun tertentu. Kewajiban berpuasa terdapat dalam firman Allah SWT sebagai berikut :

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 183).

"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqarah : 187).

Syarat Wajib Puasa
a.  Islam
b.  Baligh dan berakal
c.  Suci dari haidh dan nifas
d.  Mampu melaksanakan puasa, bagi orang yang tidak mampu seperti sakit, dalam bepergian, atau orang tua yang sudah tidak mampu untuk berpuasa, maka mereka boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadhanya setelah di lain hari. Bagi yang sudah tua diwajibkan membayar fidyah.

Syarat Sah Puasa

a. Islam
b. Tamyiz.
c. Suci dari haidh dan nifas.
d. Bukan pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.


Rukun Puasa
1.  Niat, yaitu menyengajakan puasa di bulan Ramadhan. Jika puasa wajib maka niatnya harus dilaksanakan pada malam hari (sebelum terbit fajar). Untuk puasa sunnah niatnya boleh dilakukan pada pagi hari sebelum masuk wkatu zhuhur.

Dari Hafshah Ummum Mu'minin ra, bahwa Nabi SAW bersabda : "Siapa yang tidak menetapkan niat puasa sebelum fajar maka tidak sah puasanya." (HR. Imam yang lima).
2.  Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Sunnah Puasa
1. Makan sahur.
Dari Anas bin Malik ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Hendaklah kalian makan sahur, karena dalam sahur itu terdapat suatu keberkahan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

2. Mengakhirkan waktu makan sahur.
Dari Zaid bin Tsabit ra, ia berkata : Kami makan sahur bersama Rasulullah SAW kemudian bangun untuk shalat shubuh. Ia ditanya tentang berapa lama antara sahur dan shalat shubuh itu. Ia menjawab : Kira-kira selama membaca lima puluh ayat. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

3. Menyegerakan berbuka puasa.
Dari Sahl bin Sa'ad ra. Rasulullah SAW bersabda : "Oarang masih tetap dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka puasa." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

4. Berbuka denga kurma atau sesuatu yang manis.

5. Membaca doa ketika berbuka.

6. Memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.
"Siapa yang memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala sebanyak pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut." (HR. At-Turmudzi).


Hal-hal yang Dimakruhkan Bagi Orang yang Berpuasa
  • Berkata kotor, keji, mencaci maki, mengumpat, bertengkar dab berkata berlebih-lebihan.
  • Sengaja melambatkan berbuka setelah jelas masuk waktu maghrib dengan meyakini bahwa yang demikian itu merupakan keutamaan.
  • Berbekam, kecuali ada keperluan.
  • Bersiwak atau bersikat gigi setelah tergelincir matahari.
  • Berkumur-kumur secara berlebihan.
  • Sebagian ulama berpendapat bahwa suntik termasuk hal yang makruh bagi orang yang berpuasa.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa
a. Muntah dengan sengaja
b. Haidh atau nifas
c. Jima'
d. Hilang kedasaran karena gila atau pingsan
e. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga dengan sengaja, seperti makan, minum atau merokok.
f. Murtad (keluar dari agama Islam).
Orang yang batal puasa harus menggantinya pada hari lain (di luar Ramadhan) sebanyak hari yang ditinggalkan. Cara mengganti puasa harus diusahakan secepat mungkin dan jangan sampai melewati bulan Ramadhan berikutnya.

Jika batal puasa disebabka karena jima' dengan sengaja, maka harus mengganti puasa selama dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka harus memberikan makan kepada orang miskin sebanyak 60 orang. Hal ini disebutkan dalam hadits berikut :

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya seorang laki-laki telah bercampur dengan istrinya di sing hari pada bulan Ramadhan, lalu ia meminta fatwa kepada Nabi SAW tentang hal itu. Nabi menjawab : Adakah engkau mempunyai budak (untuk dimerdekakan)?, ia menjawab tidak. Nabi berkata lagi : Kuatkah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab tidak. Nabi bersabda lagi : Kalu engkau tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak enam puluh orang." (HR. Muslim).


Hal-hal yang Membolehkan Tidak Berpuasa
a.  Karena sakit yang menyebabkan seseorang tidak mampu berpuasa, atau dengan penyakitnya ia masih mampu berpuasa tetapi akan menambah sakitnya atau memperlambat proses penyembuhan berdasarkan keterangan orang yang ahli dalam bidang ini (dokter).
b.  Karena dalam perjalanan yang jauh (musafir).
c.  Karena usia tua yang sudah lemah sehingga tidak mampu lagi berpuasa atau karena pembawaannya fisik yang lemah.
d.  Karena hamil dan menyusui anak.

Cara Mengganti Puasa yang Ditinggalkan pada Bulan Ramadhan
1.  Wajib membayar qadha saja pada hari lain, yaitu bagi :
o    orang sakit yang meninggalkan puasanya.
o    wanita yang sedang haidh.
o    wanita yang sedang hamil jika takut membahayakan dirinya.
o    wanita menyusui jika ia khawatir akan membahayakan dirinya dan anaknya.
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah : 185).
2.  Wajib membayar qadha dan fidyah, yaitu bagi wanita hamil dan menyusui yang karena takut berbahaya bagi janin/anaknya.
3.  Wajib membayar fidyah saja, yaitu :
o    orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh.
o    orang yang sudah tua yang tidak mampu lagi berpuasa.
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin". (QS. Al-Baqarah : 184).
4.  Wajib qadha dan membayar fidyah dan masih berdosa, yaitu orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa uzdur syar'i.

Amalan Sunnah pada Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, bulan yang penuh berkah dan amal ibadah orang-orang mu'min akan dilipatgandakan amalannya.

Dari Abu Hrairah ra, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yakni ketika datang bulan Ramadhan : "Sungguh telah datang padamu bulan yang penuh berkah, pada bulan ini Allah SWT mewajibkan kamu berpuasa, ketika itu dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu syaithan-syaithan, dan pada waktu itu dijumpai pula suatu malam yang mulianya lebih berharga dari seribu bulan. Maka barang siapa yang tidak berhasil memperolehnya sungguh ia tidak akan mendaptakannya itu untuk selama-lamanya." (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Baihaqi).
a.  Melaksanakan shalat tarawih dan shalat sunnah lainya dalam rangka mengamalkan qiyam Ramadhan.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah SAW sangat menganjurkan untuk beribadah/shalat sunnah pada malam bulan Ramadhan tetapi dalam hal ini beliau tidak mewajibkannya dan selanjut beliau bersabda : "Barang siapa yang beribadah shalat sunnah pada malam bukan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT, maka diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Muslim).
b.  Memperbanyak membaca Al-Qur'an atau tadarus dan lebih baik lagi jika mempelajari isinya dan mengajarkannya kepada orang lain.
c.  Memperbanyak sedekah dan memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa.
Dari Anas dikatakan kepada Rasulullah SAW : "Rasulullah, sedekah manakah yang paling baik?". Rasulullah menjawab : "Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR. At-Turmudzi).
d.  Memperbanyak melakukan i'tikaf, yaitu berdiam di dalam masjid dengan diiringi niat.
Dari Aisyah ra, ia menerangkan bahwa Rasulullah SAW melakukan i'tikaf setelah tanggal dua puluh ramadhan sehingga beliau wafat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Membaca Al-Qur'an, sedekah dan i'tikaf itu disunnahkan pada setiap waktu, tetapi ketiga hal ini lebih diutamakan lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan ini terdapat suatu malam yang disebut malam qadar (lailatul qadar). Di mana bila kita beribadah tepat di malam itu nilainya lebih mulia daripada beribadah selama seribu bulan.

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (Al-Qadr : 1-5).

Mengenai kapan datangnya malam qadar, menurut pendapat para ulama yang paling kuat adalah malam-malam ganjil sesudah tanggal 20 Ramadhan (yaitu malam 21, 23, 25, 27 dan 29).
Ketentuan Awal dan Akhir Ramadhan

Puasa Ramadhan adalah puasa yang telah ditentukan waktunya yaitu selama bulan Ramadhan. Jumlah hari pada bulan Ramadhan ada yang 29 hari dan ada yang 30 hari. Puasa bulan Ramadhan ini disyariatkan pada tahun kedua hijriyah.

Untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan dapat ditempuh dengan tiga cara, yaitu :

1. Dengan cara ru'yah.

Ru'yah (ru'yatul hilal), yaitu melihat bulan bulan tsabit tanggal 1 Ramadhan dengan mata kepala. Begitu juga dalam menentukan akhir bulan Ramadhan, yaitu dengan melihat bulan tsabit pada tanggal satu Syawal.

"Karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan awal Ramadhan, maka haruslah ia berpuasa pada bulan itu." (QS. Al-Baqarah : 185).

Dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas ia berkata : Telah datang seorang laki-laki Badui kepada Nabi SAW, lalu ia berkata : "Sesungguhnya saya telah melihat hilal (bulan pertama Ramadhan)".

Kemudian beliau bertanya : "Apakah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah?"

Ia menjawab : "Ya".

Lalu Beliau bertanya lagi : "Apakah engkau bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad itu utusan Allah?"

Ia menjawab : "Ya". Lalu Rasulullah memerintahkan kepada Bilal : "Hai, Bilal. Serukanlah (beritahukanlah) kepada orang banyak agar esok hari mereka berpuasa". (HR. Lima Ahli Hadits, kecuali Ahmad).

2. Dengan cara hisab

Cara ini dilakukan dengan jalan menggunakan perhitungan menurut ilmu falaq atau ilmu astronomi (ilmu perbintangan).

"Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (QS. Yunus : 5)

3. Dengan cara istikmal

Yang dimaksud dengan istikmal adalah menyempurnakan bilangan hari bulan Sya'ban menjadi 30 hari dan menyempurnakan bilangan hari bulan Ramadhan menjadi 30 hari.

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda : "Berpuasalah kamu sekalian karena kamu melihat bulan dan berbukalah (berhari raya) kamu sekalian karena kamu melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak melihat bulan maka sempurnakanlah bilangan hari dari bulan Sya'ban tersebut menjadi 30 hari." (HR. Al-Bukhori dan Muslim).


Hikmah Puasa

Ibadah puasa mengandung beberapa hikmah, antara lain :
1.  Sebagai tanda terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya. Ungkapan rasa terima kasih ini diwujudkan dengan mengerjakan perintah-perintahNya, antara lain berupa melakukan ibadah puasa.
2.  Puasa dapat memberikan pendidikan keyakinan terhadap adanya Allah SWT dengan segala peraturan-peraturanNya. Dengan berpuasa, seseorang pasti meyakini bahwa peraturan atau hukum Allah adalah benar dan akan membawa kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
3.  Puasa dapat memberikan pendidikan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada golongan fakir miskin.
4.  Puasa dapat menjaga kesehatan manusia, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.

Puasa Nadzar

Nadzar adalah janji akan melakukan kebaikan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT baik dengan syarat maupun tidak dengan syarat. Melakukan kewajiban yang yang asalnya tidak wajib, jika dinadzarkan menjadi wajib.

Nadzar dengan syarat misalnya seorang siswa akan berpuasa selama tiga hari jika naik kelas. Sedangkan nadzar tanpa syarat ialah mewajibkan sesuatu atas dirinya tanpa sebab, seperti sesorang yang bernadzar mengucapkan : "Dengan karena Allah saya akan berpuasa tiga hari dalam minggu ini."

Jadi puasa nadzar adalah puasa yang dinadzarkan dalam rangka beribadah mendekatkan diri kepada AllahSWT.

"Siapa yang bernadzar akan mentataati Allah, maka hendaknya ia menepati janjinya." (HR. Al-Bukhari).

Bila seseorang melanggar nadzar yang telah diucapkannya, maka ia harus membayar kafarat (denda) dengan memilih salah satu bentuk di bawah ini :
1. Memberi makan sepuluh orang miskin.
2. Memberi pakaian sepuluh orang miskin.
3. Memerdekakan hamba sahaya.

Friman Allah SWT :
"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)." (QS. Al-Maidah : 89).

Kafarat nadzar sama dengan kafarat sumpah, hal ini sesuai denan sabda Rasulullah SAW :
"Kafarat nadzar itu adalah kafarat sumpah." (HR. Muslim).

Orang yang bernadzar pada hal-hal yang dilarang dalam agama, ia tetap berkewajiban membayar kafarat dan tidak boleh/berdosa jika melaksanakan nadzarnya.


Puasa Sunnah

Yang dimaksud dengan puasa sunnah ialah puasa yang hukumnya sennah yaitu jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan bagi orang tersebut tidak berdosa.

Puasa sunnah antara lain :

1) Puasa 6 hari dibulan Syawwal
Dari Abu Ayyub Al-Anshori ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan puasa 6 hari di bulan syawaal, ia seperti berpuasa selama setahun." (HR. Muslim).

Umar ra. berkata Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, lalu diikuti dengan puasa 6 hari di bulan syawaal, maka diampuni dosanya laksana pada hari dilahirkan oleh ibunya." (HR. Thabrani)

2) Puasa di hari Arofah
Ibnu Umar ra.`berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang berpuasa di hari Arofah maka diampuni dosa yang telah lewat dan dosa yang akan datang." (HR. Abu Said).

3) Puasa pada hari 'Asyuro
Dari Abu Qatadah Al-Anshari ra. bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa di hari Arofah, lalu beliau menjawab : "Puasa di hari Arofah dapat menghapus dosa-dosa tahun lalu dan tahun yanga akan datang. Beliau ditanya tentang puasa di hari 'Asyuro, lalu beliau menjawab : puasa di hari 'Asyuro dapat menghapus dosa-dosa tahun lalu." (HR. Muslim).

Ibnu Abi Syaibah dari Abu Hurairah ra. berkata : "Berpuasalah pada hari Asyuro, itu merupakan hari di mana para nabi berpuasa. ole karena itu berpuasalah kalian."

4) Pasa pada hari Tasu'a
Abu Dawud meriwayatkan sesungguhnya Nabi SAW berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.

5) Puasa pada pertengahan bulan qamariyah (ayyaamul bidh)
Dari Abu Dzar ra. berkata, Rasulullah memerintahkan kami berpuasa tiga hari setiap bulan pada tanggal 13, 14, dan 15 (HR. Nasa'i dan Tirmidzi. Hadits Shohih menurut Ibnu Hibban).

Dari Abu Dzar ra. berkata, Rasulullah bersabda : "Jika kamu berpuasa tiga hari dari satu bulan maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15." (HR. Nasa', Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Ibnu Abbas ra. berkata : "Adalah Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan berpuasa pada hari putih (tanggal 13, 14, dan 15) baik dalam bepergian atau di rumah." (HR. Thabrani)

6) Puasa pada hari senin dan kamis
Abu Hurairah ra. berkata, Nabi SAW senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis, lantas ada orang yang bertanya kepadanya : "Wahai Rasulullah sesungguhnya engkau berpuasa pada hari senin dan kamis?" Lalu beliau menjawab : "Sesungguhnya hari senin dan kamis adalah dari di mana Allah mengampuni dosa-dosa setiap muslim kecuali dua orang muslim yanng tidak mau berbicara (lantaran bermusuhan)." (HR. Ibnu Majah)

Abu Hurairah ra. berkata, Nabi SAW senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis dan bersabda : "Amal perbuatan (hamba) dihadapkan kepada Allah pada kedua hari itu. Aku suka bila amal perbuatanku dihadapkan kepadaNYA dalam keadaan aku berpuasa." (HR. Tirmidzi)

7) Puasa di bulan Muharram
Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Sholat yang paling afdhol selain sholat fardhu adalah sholat sunnah di waktu pertengahan malam, dan puasa yang paling afdhol setelah puasa bulan ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu bulan muharram." (HR. Muslim).


Hari-hari yang Diharamkan/Makruh Puasa
1.  Hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha.
2.  Pada hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Dari Nabaisyah Al-Hudzaili ra, ia berkata Rasulullah SAW bersabda : "Hari Tasyrik itu adalah hari makan, minum dan menyebut nama Allah SWT." (HR. Muslim).
3.  Hari syak yakni hari yang diragukan tentang adanya hilal pada awal Ramadhan atau masih pada akhir bulan Sya'ban. Menurut sebagian ulama puasa pada hari syak hukumnya makruh.
4.  Puasa khusus pada hari jum'at, karena hari jum'at adalah hari raya mingguan bagi umat Islam. Menurut jumhur ulama, puasa pada hari jum'at hukumnya makruh. Jika seseorang berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya atau bertepatan dengan hari arofah atau 'asyuro maka tidak dilarang.
5.  Puasa khusus pada hari sabtu dilarang dan makruh hukumnya, karena hari sabtu adalah hariyang diagungkan oleh orang Yahudi.
6.  Puasa pada setelah pertengahan bulan Sya'ban menurut sebagian ulama hukkumnya makruh.
7.  Puasa terus menerus sepanjang tahun termasuk dua hari raya dan hari tasyrik hukumnya haram. Jika puasa terus menerus kecuali pada duahari raya dan hari tasyrik hukumnya makruh, sebagian ulama berpendapat tidak makruh.
Bab XIX
Z a k a t
Kata zakat berasal dari bahasa arab "zakaah" yang artinya menurut bahasa tumbuh atau suci. Pengertian zakat menurut syara' ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta tertetu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat.

"Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" (QS. An-Nisaa : 77).

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah : 103).

Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibangun atas lima perkara : persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat fithrah dan zakat mal.


Zakat Fithrah

Menurut bahasa, zakat fithrah artinya zakat yang dikeluarkan pada hari raya Idul fithri, sedangkan pengertian menurut syari'at Islam adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, yang memiliki kelebihan bagi keperluan dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Fithri.

Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :
"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud).


Syarat Wajib Zakat Fithrah

Zakat fithrah wajib dilaksanakan bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.  Islam.
2.  Orang tersebut ada (hidup) pada waktu terbenam matahari pada malam Idul Fithri. Dengan demikian orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada malam Idul Fithri ia tidak wajib membayar zakat fithrah, demikian juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fithrahnya. Orang yang menikah sesudah terbenam matahari pada malam Idul Fithri juga tidak wajib membayarkan zakat fithrah bagi istrinya.
3.  Orang itu mempunyai kelebihan makan baik untuk dirinya maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang harinya. Rasulullah SAW bersabda :

Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda : "Beritahukanlah kepada mereka (penduduk Yaman), sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang fakir di hadapan mereka." (HR. Jama'ah ahli hadits).

Adapun harta yang ada pada seseorang pada malam Idul Fithri untuk keperluan sehari-hari seperti meja, kursi, pakaian dan sebagainya tidak perlu dijual untuk membayar zakat fithrah. Orang yang memenuhi syarat untuk membayar zakat fithrah ia wajib membayarnya untuk dirinya dan semua anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya.

Waktu Membayar Zakat Fithrah
Zakat fithrah ini boleh dibayarkan sejak awal bulan Ramadhan secara ta'jil (sengan lebih cepat) sampai dengan hari idul Fithri sebelum shalat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa waktu pembayaran zakat fithrah :
1.  Waktu yang diperbolehkan yaitu mulai dari awal bulan Ramadhan sampai penghabisan bulan Ramadhan.
2.  Waktu wajib, yaitu semenjak terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan.
3.  Waktu yang afdhal, yaitu waktu sesudah shalat shubuh dan sebelum shalat Idul Fithri.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa yang melaksanakannya (mengeluarkan zakat fithrah) sebelum shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk zakat yang diterima, dan siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk sedekah biasa." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).


Mustahiq Zakat Fithrah

Mustahiq zakat fithrah artinya orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah. Orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah menurut pendapat yang kuat adalah golongan fakir miskin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasullullah SAW, yaitu :

"Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud).

Cara membayar zakat, baik zakat fithrah maupun zakat harta boleh secara langsung kepada mustahiqnya, atau kalau di suatu tempat itu ada panitia penerimaan dan penyaluran zakat, lebih baik pembayaran zakat itu melalui panitia.

Harta yang dikeluarkan untuk zakat fithrah adalah makanan pokok yang berlalu di negara/daerah di mana wajiba zakat tinggal, bisa berupa beras, gandum, sagu, jagung dan lain-lain. Menurut suatu pendapat, zakat fithrah boleh dibayarkan dengan berupa uang yang telah ditetapkan.

Dari Ibnu Umar ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sha' kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ukuran jumlah yang dibayarkan zakat fithrah sebanyak satu sha' sama dengan 3,5 liter (2,5 kg) beras.


Zakat Harta (Zakat Maal)

Zakat harta ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman (buah-buahan), emas dan perak, harta perdagangan dan kekayaann lain yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu.


Syarat wajib zakat harta adalah sebagai berikut :
1.  Islam
2.  Baligh
3.  Berakal
4.  Merdeka
5.  Milik sendiri
6.  Mencukupi satu nishab sesuai dengan jenis yang akan dikeluarkan zakatnya.
7.  Telah mencukupi satu haul (satu tahun) kecuali untuk buah-buahan (pertanian), atau harta temuan, tidak harus menunggu satu haun, dan untuk bintang ternak yang wajib dizakati ialah yang digembalakan di padang rumput.

Macam-macam Harta yang Wajib Dizakati dan Ketentuan Nishabnya

a. Emas, perak dan uang
Nishab untuk emas adalah 20 mitsqal atau sama dengan 93,4 gram, zakatnya 2,5%.

Nisab perak adalah 200 dirham atau setara dengan 624 gram, zakatnya 2,5%.
Jika emas atau perak telah mencapai atau melebihi dari ukuran nishab dan telah satu tahun, maka telah wajib zakatnya, dan jumlah kelebihan tersebut harus diperhitungkan juga. Misalnya jumlah emas sebanyak 100 gram, maka perhitungannya adalah 2,5% dikalikan 100 gram = 2,5 gram. Yang dikeluarkan zakat bukanlah potongan/bagian dari emas tersebut, melainkan nilai uang yang setara dengan jumlah emas yang harus dikeluarkan.

Nishab dan jumlah yang harus dikeluarkan disetarakan dengan nishab emas dan perak.

Rasulullah SAW bersabda : "Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham dan tidak wajib zakat emas atas kamu hingga kamu mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun maka wajib zakat padanya setengah dinar." (HR. Abu Dawud).

b. Harta Perdagangan
Jika barang-barang perdagangan dalam satu tahun ternyata nilainya seharga emas yang wajib dikeluarkan zakatnya, maka barang perdagangan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :

Dari Samurah, Rasulullah SAW memerinthakan kepada kamu agar mengeluarkan zakat dari barang yang disediakan untuk dijual." (HR. Ad-Daruquthni dan Abu Dawud).

c. Zakat Hasil Tanaman
Buah-buahan seperti kurma, biji-bijian yang mengenyangkan seperti beras, gandum, jagung dan yang semisal wajib dizakatkan jika mencukupi nishabnya. Zakat buah-buahan dan biji-bijian tidak perlu haul (satu tahun) tetapi dikeluarkannya pada waktu panen. Allah SWT berfirman :

"Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-An'aam : 141).

Nishab zakat hasil tanaman adalah sebanyak lima wasaq, sebagaimana hadits Rasulullah SAW :

Dari Abu Said Al-Khudri ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Tidak ada zakat pada barang seperti tanaman dan biji-bijian yang kurang dari 5 wasaq." (HR. Al-Bukhari).

Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW beliau bersabda : "Tanaman yang dialiri dengan air hujan, mata air atau yang tumbuh di rawa-rawa, zakatnya sepersepuluh dan yang diairi dengan tenaga pengangkutan zakatnya seperduapuluh." (HR. Al-Bukhari).
Keterangan :

1 wasaq = 60 sha', sehingga 5 wasaq = 300 sha'
1 sha' = 2,304 kg, sehingga 300 sha' = 691,2 kg = 6 kwintal 91 kg 200 gram

Zakat yang harus dikeluarkan :
  • Jika penyiraman menggunakan air hujan, mata air atau tumbuh di rawa-rawa sebesar 10%.
  • Jika penyiraman menggunakan tenaga pengakutan sebesar 5%.

d. Zakat Binatang Ternak

1) Unta
Seseorang yang mempunyai 5 ekor unta ke atas wajib mengeluarkan zakatya dengan aturan sebagai berikut :
  • 5 ekor unta zakatnya 1 ekor kambing
  • 10 ekor unta zakatnya 2 ekor kambing
  • 15 ekor unta zakatnya 3 ekor kambing
  • 20 ekor unta zakatnya 4 ekor kambing
  • 25 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 1-2 tahun
  • 36 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • 46 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 3-4 tahun
  • 61 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 4-5 tahun
  • 76 ekor unta zakatnya 2 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • 91 ekor unta zakatnya 2 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • 121 ekor unta zakatnya 3 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • Kemudian untuk tiap-tiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 2-3 tahun dan untuk tiap-tiap 50 ekor zakatnya 1 ekor unta berumur 3-4 tahun.

2) Nishab dan Zakat Sapi atau Kerbau
Nishab zakat sapi atau kerbau ialah mulai dari 30 ekor ke atas dengan rincian sebagai berikut :
  • 30 - 39 ekor sapi/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau yang berumur 1-2 tahun (tabi')
  • 40 - 59 ekor sapi/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau betina yang berumur 2-3 tahun (musinnah).
  • Untuk selanjutnya tiap-tiap 40 ekor sapi/kerbau zakatnya seekor anak sapi atau kerbau betina yang berumur 2-3 tahun (musinnah).
3) Nishab dan Zakat kambing
Nishab kambing mulai dari 40 ekor kambing dan zakatnya 1 ekor kambing berumur 2-3 tahun (ma'zun). Selanjutnya diatur sebagai berikut :
  • 40 - 120 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • 121 - 200 ekor kambing zakatnya 2 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • 201 - 300 ekor kambing zakatnya 3 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • 301 - 400 ekor kambing zakatnya 4 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • Untuk selanjutnya setiap bertambah 100 ekor kambing, zakatnya 1 ekor kambing.
e. Nishab dan Zakat hasil tambang
Hasil tambang berupa emas, perak dan sebagainya apabila sampai memenuhi nishab sebagaimana nishab emas dan perak maka harus dikeluarkan zakatnya seketika itu juga, tidak usah menunggu satu tahun. Adapun zakatnya adalah sebesar 2,5%.


f. Nishab dan Zakat barang temuan (luqathah)
Barang temuan berupa emas atau perak jika mencapai satu nishab harus dikeluarkan zakatnya seketika itu juga sebesar 20%. Ukuran nishabnya sama dengan emas dan perak.


Mustahiq Zakat

Mustahiq zakat harta adalah orang-orang yang berjak menerima zakat harta, terdiri dari delapan ashnaf (golongan). Sebagaimana firman Allah SWT :

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
1.  Orang fakir, yaitu orang yang tidak ada harta untuk keperluan hidup sehari-hari dan tidak mampu untuk bekerja dan berusaha.
2.  Orang miskin, yaitu orang yang penghasilan sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
3.  'Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat kepada orang yang berhak menerimaknya. 'Amil dapap disebut juga panitia.
4.  Muallaf, yaitu orang yang beru masuk Islam dan imannya masih lemah.
5.  Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
6.  Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang sedangkan ia tidak mampu untuk membayarnya.
7.  Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
8.  Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti dalam berdakwah dan menutut ilmu.

Hikmah Zakat
1.  Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan antara lain berupa kekayaan.
2.  Dengan zakat, orang yang tidak mampu akan tertolong sehingga mereka dapat melakukan kewajiban-kewajibanya.
3.  Zakat mengandung pendidikan untuk menjauhkan diri dari sifat kikir dan ssifat-sifat lain yang tercela.
4.  Zakat dapat menciptakan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara orang kaya dan orang miskin dan juga dapat menghilangkan kecemburuan yang mungkin akan menimbulkan kejahatan.
Bab XX
Mengeluarkan harta Di Luar Zakat
A. Shadaqah

Shadaqah ialah pemberian sesuatu dari seseorang kepada orang llain dengan benar-benar mengharapkan keridhoan Allah SWT.

Hukum shadaqah adalah sunnah, hal ini sesuai dengan perintah Allah sebagai berikut :
"Dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah." (QS. Yusuf : 88).

"Dan kamu tidak membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah : 272).

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 177).

Dalam suatu hadits Rasulullah bersabda :

Seseorang telah datang kepada Nabi SAW, lalu ia bertanya : "Wahai Rasulullah, shadaqah yang bagaimanakah yang lebih besar pahalanya?"

Rasul menjawab : "Shadaqah dalam keadaaan sehat dengan harta yang sangat disayangi serta takut miskin dan ingin kaya. Dan jangan menunda-nunda bersedekah sehingga ruhnya telah sampai di tenggorokan (sekarat) lalu berwasiat untuk si Fulan sekian untuk Fulan yang lain sekian. Padahal waktu itu kekayaanmu sudah menjadi milik ahli waris." (HR. Al-Bukhari Muslim)

Rukun Shadaqah
1.  Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasarrufkan (mengedarkannya).
2.  Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak sah memberi kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya karena tidak berhak memiliki sesuatu.
3.  Ijab dan Qabul. Ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi, sedangkan Qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian.
4.  Barang yang diberikan.

B. Waqaf
Waqaf (al-waqfu), menurut bahasa artinya "al-habsu" yaitu menahan atau tahanan. Waqaf menurut istilah syara' ialah menahan harta benda tertentu yang dapat diambil manfaatnya sedangkan bendanya masih tetap, dan benda itu diserahkan kepada badan/orang lain debfab naksud untuk mendekatkan diri kepada Allah dan benda tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan." (QS. Al-Hajj : 77).

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali Imran : 92).

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

Sesungguhnya Umar telah mendapatkan bagian tanah di Khaibar, kemudian bertanya kepada Nabi : "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau perintahkan kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut?"

Nabi menjawab : "Jika engkau menyukai tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya".

Maka Umar menyedekahkan manfaatnya dengan perjanjian ia tidak akan menjual tanah tersebut, tidak akan menghibahkannya dan tidak akan mewariskannya". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Rukun Waqaf
1.  Orang yang berwaqaf, syaratnya ialah orang yang berhak mentasharrufkan benda itu dengan kehendak sendiri.
2.  Harta yang diwaqafkan, syaratnya kekal zatnya dan kepunyaan orang yang mewaqafkan.
3.  Orang/badan yang menerima waqaf, syaratnya berhak memiliki sesuatu.
4.  Shigat, yaitu pernyataan orang yang berwaqaf. Jika waqaf kepada orang tertentu perlu ada qabul, tetapi jika waqaf itu kepada umum tidak disyaratkan ada qabul.
Waqaf itu haruslah selama-lamanya, sehingga tidak sah waqaf untuk masa terntentu. Waqaf juga harus secara tunai, maka tidak sah waqaf dengan syarat-syarat tertentu, seperti orang mewaqafkan sesuatu jika anakanya datang dari luar negeri. Tetapi waqaf tetap sah jika dihubungkan dengan kematian. Misalnya seseorang akan mewaqafkan sawahnya untuk masjid jika ia meninggal. Yang demikian itu menjadi wasiat. Waqaf juga harus jelas kepada siapa harta itu diwaqafkan.

Harta yang diwaqafkan pada hakikatnya adalah milik Allah, tetapi bagi yang berwaqaf akan selalu mendapatkan pahala, selama harta yang diwaqafkan itu masih dapat diambil manfaatnya. Oleh sebab itu waqaf sering disebut sebagai shadaqah jariyah.

Rasulullah SAW bersabda :

"Jika meninggal seorang hamba, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim dan lainnya).

C. Hibah

Hibah menurut bahasa artinya ialah pemberian. Menurut istilah yaitu pemberian kepada orang lain dengan tidak ada imbalannya, tidak ada sebab yang menjadikan adanya pemberian itu yang dapat dilaksanakan sewaktu seseorang masih hidup ataupun setelah meninggal dunia (disebut hibah wasiat).

Hukum hibah adalah mubah (boleh), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :

Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda : "Siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima dan jangan ditolak. Karean sesungguhnya yang demikian itu adalah rizki yang diberikan Allah kepadanya." (HR. Ahmad).

Hibah dapat dianggap sah bila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima. Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serahh terima maka yang demikian itu belum termasuk hibah.

Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta kembali kecuali yang memberi itu orang tuanya sendiri.

D. Hadiah

Hadiah adalah pemberian kepada orang lain untuk memberikan penghormatan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah, karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antar sesama.

Hukum hadiah adalah sunnah. Nabi bersabda :

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda : "Andaikan saya diundang untuk makan sepotong kaki atau lengan binatang pasti akan saya kabulkan undangan itu begitu juga apabilasepotong kaki atau lengan binatang itu dihadiahkan kepada saya, akan saya terima." (HR. Al-Bukhari).

Rasulullah SAW menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya. (HR. Al-Bazzar).
Makanan dan Minuman yang Halal dan yang Haram


Makanan yang Halal

Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari'at Islam. segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mudharat bagi kehidupan manusia seperti racun, barang-barang yang menjijikan dan sebagainya.

Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah : 17)

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi." (QS. Al-Baqarah : 168).

"Menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf : 157)

Dari Abu Hurairah RA. ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah SWT adalah Zat Yang Maha Baik, tidak mau menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mu'min sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta'ala berfirman : Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang sholeh. Allah Ta'ala berfirman : Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kamu sekalian...". (HR. Muslim)

Rasulullah SAW, ditanya tentang minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk perhiasan atau tempat duduk. Rasulullah SAW bersabda : Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimaafkan". (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).

Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah :
a.  Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
b.  Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
c.  semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
d.  Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut maupun air tawar.
Makanan yang Haram

Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara' untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara' pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara' pasti ada faidahnya dan mendapat pahala.

Yang termasuk makanan yang diharamkan adalah :
1.  Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 3 dan Al-An'am ayat 145 :

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala." (QS. Al-Maidah : 3)

"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am : 145)

Catatan :
semua bangkai adalah haram kecuali bangkai ikan dan belalang.
semua darah haram kecuali hati dan limpa.
2.  Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan.

"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf : 157)
3.  Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa, raga, akal, moral dan aqidah.

"Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar." (QS. Al-A'raf : 33).
4.  Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup.

Sabda Nabi SAW : "Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk bangkai". (HR. Ahmad)
5.  Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan hasil curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama.
Minuman yang Halal

Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :
1.  Semua jenis aiar atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa, maupun aqidah.
2.  Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya pernah memabukkan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
3.  Air atau cairan itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis.
4.  Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Minuman yang Haram
1.  Semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar, dan sejenisnya.

Allah berfirman : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (QS. Al-Baqarah : 219)

Dalam ayat lain Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah : 90)

Nabi SAW bersabda : "Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak, maka dalam keadaan sedikit juga tetap haram." (HR An-Nasa'i, Abu Dawud dan Turmudzi).
2.  Minuman dari benda najis atau benda yang terkena najis.
3.  Minuman yang didapatkan dengan cara-cara yang tidak halan atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Binatang yang Halal dan Yang Haram


Binatang yang halal maksudnya ialah binatang yang diperbolehkan bagi umat Islam untuk memakannya.
1.  Binatang yang hidup di darat

Binatang yan hidup di darat yang termasuk jenis binatang yang baik, artinya tidak kotor atau menjijikan dan tidak digolongkan binatang yang haram menurut ketentuan Allah dan Rasul. Untuk memakan daging binatang yang halal ini harus disembelih terlebih dahulu dengan membacakan nama Allah SWT. Binatang halal ini dapat dicontohkan seperti binatang ternak, yaitu kerbau, sapi, kambing dan sebagainya atau binatang yang biasa hidup di hutan seperti kijang, rusa dan sebagainya.

Firman Allah : "Dihalalkan bagimu binatang ternak." (QS. Al-Maidah : 1).

Hadits Nabi SAW : Dari Jabir ra. Nabi SAW telah mengizinkan makan daging kuda. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
2.  Binatang yang hidup di air

Firman Allah : "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan." (QS. Al-Maidah : 96)

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Mengenai laut, laut itu suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Imam Empat).

"Dihalalkan bagi kita (makan) dua macam bangkai dan dua macam darah, bangkai itu adalah bangkai ikan dan bangkai, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa." (HR. Ad-Daruquthni)
Binatang yang Haram
1.  Binatang babi

Firman Allah : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi." (QS. Al-Maidah : 3)
2.  Semua binatang yang dapat hidup dan tahan lama di dua tempat, yaitu di darat dan di air, seperti buaya, penyu, katak dan sebagainya.

Dari Abdur Rahman bin Usman Al-Quraisyi ra, sesungguhnya seorang tabib telah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang katak yang dijadikan obat, maka Rasulullah SAW telah melarang membunuhnya." (HR. Ahmad disahkan oleh Al-Hakim)
3.  Semua binatang yang bertaring seperti harimau, srigala, anjing. kucing dan sebagainya. "Tiap-tiap binatang buas yang mempunyai taring adalah haram dimakan." (HR. Muslim dan Turmudzi)
4.  Semua binatang yang mempunyai kuku atau cakar tajam seperti elang, rajawali dan sebagainya. Nabi SAW telah melarang tiap-tiap burung yang mempunyai kuku tajam." (HR. Muslim)
5.  Binatang yang diperintahkan untuk dibunuh.

Dari A'isyah ra. Rasulullah SAW telah bersabda : "Lima binatang yang jahat hendaklah dibunuh, baik ada di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu ular, gagak, tikus, anjing galak dan burung elang." (HR. Muslim)
6.  Binatang yang dilarang untuk dibunuhnya yaitu seperti binatang semut, lebah, burung teguk dan burung surad.

Q u r b a n


Pengertian dan Hukum Qurban

Qurban disebut juga udh-hiyyah yaitu binatang ternak yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) yang diniatkan semata-mata utntuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Berqurban hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Allah SWT berfirman :

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS. Al-Kautsar : 1-3).

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban dan ia tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

"Aku disuruh menyembelih qurban dan (qurban itu) sunnah bagi kamu". (HR. At-Turmudzi).

Binatang yang Diperbolehkan untuk Diqurbankan

Binatang yang diperbolehkan untuk diqurban ialah binatang yang dapat mendatangkan kelezatan, kenikmatan, banyak dagingnya (gemuk). Binatang itu boleh berua sapi, unta, dan domba/kambing. Seekor kambing untuk seorang, sedangkan seekor unta, sapi atau kerbau atau tujuh orang.

Dari Jabir, kami telah berqurban bersama Rasulullah SAW pada tahun Hudaybiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang. (HR. Muslim).

Adapun umur binatang yang sah untuk diqurban adalah sebagai berikut :
a.  Kambing/domba umur satu tahun lebih atau sudah berganti gigi disebut "dha-n".
b.  Kambing umur dua tahun lebih disebut "ma'z".
c.  Kerbau/sapi umur dua tahun lebih.
d.  Unta berumur lima tahun lebih yang disebut "ibil"
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali musinnah, kecuali jika kamu kesulitan untuk mendapatkannya maka sembelihlah jadz'ah dari kambing". (HR. Muslim).

Yang dimaksud dengan musinnah ialah bintang yang telah berganti gigi. Bagi kambing/domba yang telah cukup berumur satu tahun lebih atau unta yang telah berumur lima tahun atau lebih.

Adapun yang dimaksud dengan jadz'ah ialah kambing yang telah berumur satu tahun.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata, Rasulullah SAW telah mengatur penyembelihan qurban, maka Nabi telah menetapkan jadz'ah, maka aku bertanya kepada Nabi SAW, selanjutnya beliau bersabda : "Sembelihlah kambing yang engkau miliki". (HR. At-Turmudzi).

Sifat-sifat binatang yang dibuat qurban ialah binatang yang gemuk dan berlemak, tidak sakit-sakitan, tidak buta matanya, tidak pincang kakinya, tidak patah tanduknya, tidak sobek telinganya. Tidak putus ekornya, dan tidak dalam keadaan hamil.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Barra' bin Azib ra, ia berkata : Nabi SAW berada di antara kami dan bersabda : "Empat macam tidak boleh untuk qurban, yaitu buat sebelah yang nyata butanya, sakit yang nyata sakitnya, pincang yang nyata pincangnya, dan tua yang tidak mempunyai sumsum". (HR. Ahmad dan Imam Empat).

Dari Ali ra, Rasulullah SAW telah memerintahkan kami agar meneliti mata dan telinga, dan tidak boleh berqurban dengan yang buta sebelah, tidak yang terbelah bagian muka dan belakang atau kedua telinganya telah berlubang dan tidak yang ompong gigi depannya." (HR. Ahmad dan Imam Empat).

Imam Nawawi berpendapat bahwa qurban yang lebih utama menurut sahabat adalah binatang yang berwarna putih, kemudian yang berwarna kuning, kemudian yang bewarna abu-abu yaitu yang tidak keruh dengan warna putih, kemudian yang berwarna belang yaitu sebagain hitam dan sebagian putih, kemudian bewarna hitam mulus. (Subulus Salam Juz IV halaman 90).

Waktu Pelaksansaan Qurban

Waktu pelaksanaan qurban adalah sesudah shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan tiga hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Rasulullah SAW bersabda :
"Siapa yang menyembelih qurban sebelum shlat Idul Adha maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa menyemebelih qurban sesudah shalat Idul Adha dan dua khutbah maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalankan aturan Islam". (HR. AL-Bukhari)

"Semua hari tasyriq adalah waktu menyembelih qurban." (HR. Ahmad).

Sunnah-sunnah Pada Waktu Penyembelihan Qurban
a.  Membaca basmalah.
b.  Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
c.  Membaca takbir.
d.  Disembelih oleh orang yang berqurban sendiri, tidak minta tolong kepada orang lain.
e.  Kaki yang menyembelih ditumpangkan pada leher binatang qurban.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Nabi SAW pernah berqurban dengan dua ekor kambing kibas yang bertanduk, yaitu dengan menyebut nama Allah, bertakbir dan meletakkan kakinya di atas leher kedua kambing tersebut, dan pada lafazh yang lain, beliau menyembelihnya dengan tangannya sendiri, dan pada lafaz lain lagi, dua kambing yang gemuk, dan satu lafaz lagi bagi muslim, beliau menyebut Bismillahi Allahu Akbar.
f.   Yang menyembelih qurban menghadap kiblat demikian pula binatang qurbannya dihadapkan ke arah kiblat.
g.  Ketika menyembelih membca doa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW :
Rasulullah SAW ketika menyembelih qurban mengucapkan doa : "Allahumma taqobbal min muhammadin wa aali muhammadin wa min ummati muhammadin" (Ya Allah, terimalah qurban Muhammad, keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad SAW). (HR. Ahmad dan Muslim)

Doa lain yang dibaca Rasulullah SAW :
"Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka udh-hiyatan fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau qurban ini aku persembahkan, maka terimalah).
Cara Membagikan Daging Qurban

Apabila qurban nazar (yang hukumnya wajib), maka seluruh daging qurban wajib dibagikan kepada fakir miskin dan yang berkurban tidak boleh memakannya. Jika qurban adalah qurban sunnah (qurban biasa) maka daging qurbannya dapat dibagi tiga bagian, yaitu :
a.  1/3 bagian untuk yang berqurban dan keluarganya.
b.  1/3 bagian untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
c.  1/3 bagian disimpan dan disedekahkan kepada orang-orang yang datang kemudian atau orang yang membutuhkannya.
Allah berfirman :
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir." (QS. Al-Hajj : 28)

"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj : 36)

Rasulullah SAW bersabda :
"Janganlah kamu menjual daging denda haji dan daging qurban, dan makanlah, dan sedekahkanlah dagingnya itu serta ambillah manfaat kulitnya dan jangan engkau menjualnya." (HR. Ahmad).
A q i q a h


Kata aqiqah menurut bahasa artinya penyembelihan binatang dari kelahiran seorang anak pada hari yang ketujuh, atau nama rambut yang terdapat di atas kepala bayi yang dilahirkan.

Aqiqah menurut syara' ialah penyembelihan binatang ternak pada hari ketujuh dari kelahiran anak laki-laki ataupu perempuan. Pada hari itu anak diberi nama yang baik dan rambut kepalanya dicukur.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : "Setiap anak yang baru lahir tergadai (menjadi tanggungan) dengan aqiqanya sampai disembelih (aqiqah) itu untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama." (HR. Ahmad, Imam Empat dan Disahkan oleh At-Turmudzi).

Hukum Aqiqah

Aqiqah hukummnya sunnah muakkad bagi kedua orang tua yang mempunyai tanggungan belanja atas anak itu. Tetapi apabila awiqah ini dinadzarkan maka hukumnya wajib. Daging aqiqah nadzar harus dibagikan seluruhnya dan yang beraqiqah tidak boleh makan dagingnya sama sekali.

Adapun binatang ternak untuk aqiqah adalah kambing, bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan satu ekor kambing.

Rasulullah SAW bersabda :
"Allah tidak menyukai kenakalan anak-anak terhadap kedua orang tuanya (durhaka), siap yang dianugerahi seorang anak dan ingin beribadah menyembelih hewan untuknya, maka laksanakanlah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang setingkat dan untuk anak perempuan seekor kambiing." (HR. Abu Dawud).

Ketentuan dan sayarat binatang untuk aqiqah sama dengan ketentuan dan syarat binatang qurban.

Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Penyembelihan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW :

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi telah bersabda : "Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh kelahiran anak atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu." (HR. Al-Baihaqi).

Hal-hal yang Disunnahkan Waktu Melaksanakan Aqiqah
a.  Membaca basmalah.
b.  Membaca sholawat atas Nabi.
c.  Membaca takbir.
d.  Membaca doa.

"Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka aqiiqotu fulaanin fa taqobbal minnii" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau aqiqah fulan (sebutkan nama anak yang diaqiqahi) ini aku persembahkan, maka terimalah dariku).
e.  Disembelih sendiri oleh ayah dari anak yang diaqiqahkan.
f.   Daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga setelah dimasak terlebih dahulu.
g.  Pada hari itu anak dicukur rambutnya dan diberi nama dan bersedekah seberat rambut bayi yang baru dicukur dengan nilai 1/2 atau 1 dirham. Sebagian ulama berpendapat bahwa sedekah itu seberat timbangan rambut bayi dengan nilai harga emas/perak.

Rasulullah SAW bersada :
Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah SAW telah mengaqiqahkan Hasan dengan seekor kambing, maka Nabi bersabda : "Hai Fathimah, cukurlah rambutnya, bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya." Kemudian Ali berkata lagi : Fathimah kemudian menimbangnya satu dirham atau 1/2 dirham. (HR. At-Turmudzi).
Mu'amalat : Jual-beli


Al-mu'aamalat menurut bahasa artinya hubungan kepentingan antara seseornag dengan orang lain. Sedangkan menurut syari'ah Islam adalah sutau kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya sehari-hari. Yang termasuk kegiatan mu'amalat antara lain jual-beli, sewa-menyewa, uang-piutang, pinjam-meminjam dan sebagainya.

Tujuan dari mu'amalat adalah terciptanya hubungan yang harmonis (serasi) antara sesam manusia. Dengan demikian terciptalah ketenangan dan ketentraman. Allah SWT berfirman :

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Maidah : 2)

Jual-beli (Al-bay'u)

Al-bay'u menurut bahasa artinya memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu atau menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara' adalah menukarkan suatu harta benda dengan alat oembelian yang sah atau dengan harta benda yang lain dan keduanya menerima untuk dibelanjakan dengan ijab dan qabul menurut cara yang diatur oleh syara'.

Jual-beli adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan manusia dalam rangka untuk mempertahankan kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat.

Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah : 275)

Hukum jual-beli pada dasarnya ialah halal atau boleh, artinya setiap orang Islam dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual-beli. Hukum jual-beli dapat menjadi wajib apabila dalam mempertahankan hidup ini hanya satu-satunya (yaitu jual-beli) yang mungkin dapat dilaksanakan oleh seseorang.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Rifaah bin Rafi' ra, sesungguhnya Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian apakah yang paling baik. Beliau menjawab : "Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan tiap-tiap jual-beli yang bersih". (HR. Al-Bazzar dan disahkn oleh Al-Hakim).

Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa : 29)

Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk memperoleh rizki tidak boleh dengan cara yang bathil, yaitu yang bertentangan dengan hukum Islam dan jual-beli harus didasari saling rela-merelakan, tidak boleh menipu, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.

Rukun Jual-beli
a. Penjual
b. Pembeli
c. Barang yang diperjualbelikan
d. Alat untuk menukar dalam kegiatan jual beli (harga)
e. Aqad, yaitu ijab dan qabul antara penjual dan pembeli

Syarat Sah Jual-beli
a.  Syarat sah penjual dan pembeli terdiri dari :
1.  Baligh, yaitu baik penjual maupun pembeli keduanya harus dewasa. Dengan demikian anak yang belum dewasa tidak sah melakukan jual-beli. Anak yang sudah mengerti dalam rangka mendidik mereka, diperbolehkan melakukan jual-beli pada hal-hal yang ringan.
2.  Berakal sehat.

Allah SWT berfirman :
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An-Nisaa : 5).
3.  Tidak ada pemborosan, artinya tidak suka memubazirkan harta benda. Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Israa : 27)
4.  Suka sama suka (saling rela), yaitu atas kehendak sendiri, tidak dipaksa orang lain. Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya jual beli itu sah apabila terjadi suka sama suka." (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
b.  Syarat sah barang yang diperjual-belikan
1.  Barang itu suci, oleh sebab itu tidak sah jual-beli barang najis seperti bangkai, babi dan sebagainya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir bin Abdullah ra, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun kemenangan (Fathu Makkah) di Makkah : "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual-beli khamar (arak), bangkai, babi dan berhala (patung)." (HR. Muttafaqun 'alaih).
2.  Barang itu bermanfaat, oleh sebab itu barang yang tidak bermanfaat seperti lalat, nyamuk dan sebagainya tidak sah diperjualbelikan.
3.  Barang itu milik sendiri atau diberi kuasa orang lain.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Umar bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya , dari Nabi SAW. Beliau bersabda : "Tidak ada thalaq (tidak sah thalaq) kecuali pada perempuan yang engkau miliki, tidak ada kemerdekaan budak kecuali kepada budak yang engkau miliki dan tidak ada jual-beli kecuali kepada barang yang engkau miliki". (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi dengan sanad hasan)
4.  Barang itu jelas dan dapat dikuasai oleh penjual dan pembeli. Oleh karena itu tidak sah jual-beli barang yang masih ada di laut atau di sungai dan sebagainya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Mas'ud re, ia berkata : Nabi SAW bersabda : "Janganlah kamu sekalian membeli ikan yang masih di dalam air, karena sesungguhnya hal itu adalah mengandung gharar (tipu muslihat)". (HR. Ahmad)
5.  Barang itu dapat diketahui kedua belah pihak (penjual dan pembeli) baik kadarnya (ukuran dan timbangannya), jenisnya, sifatnya maupun harganya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW telah melarang jual-beli lempar-melempar (mengundi nasib) dan jual-beli gharar (tipu muslihat). (HR. Muslim)
Dalam jual-beli, di samping syarat sah di atas harus ada kesepakatan harga antara penjual dan pembeli dan harus ada ijab qabul.

Ijab ialah ucapan penjual bahwa barang ini saya jual kepadamu dengan harga sekian. Sedangkan qabul adalah ucapan pembeli bahwa barang itu sudah dibeli dari penjual dengan harga sekian.
Bentuk Jual-beli yang Terlarang

Jual-beli dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Jual-beli yang sah tapi terlarang apabila jual-beli itu memenuhi syarat dan rukun tetapi melanggar larangan-larangan syara' atau merugikan kepentiangan umum.

Jual-beli yang tidak sah karena kurang syarat rukun
1.  Jual-beli dengan sistem ijon, yaitu jual-beli yang belum jelas barangnya, seperti buah-buhan yang masih muda, padi yang masih hijau yang memungkinkan dapat merugikan orang lain.

Dari Ibnu Umar, Nabi SAW telah melarang jual-beli buah-buhan sehingga nyata baiknya buah itu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2.  Jual-beli binatang ternak yang masih dalam kandungan dan belum jelas apakah setelah lahir anak binatang itu hidup atau mati.

Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang jual-beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3.  Jual-beli sperma (air mani) binatang jantan.

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah melarang jual-beli kelebihan air. (HR. Muslim) dan Nabi menambahkan pada riwayat yang lain bahwa belia telah melarang (menerima bayaran) dari persetubuhan air (mani) jantan. (HR. Muslim dan An-Nasai)

Adapun meminjamkan binatang jantan untuk dikawinkan dengan binatang betina orang lain tanpa maksud jual-beli hal ini sah, malah dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda :

Dari Abu Kabsyah, Nabi SAW telah bersabda : "Siapa yang telah mencampurkan binatang jantan dengan binatang betina kemudian dengan pencampuran itu mendapatkan anak, maka ia akan mendapatkan pahala sebanyak tujuh puluh binatang." (HR. Ibnu Hibban)
4.  Jual-beli barang yang belum ada di tangan, maksudnya ialah barang yang dijual itu masih berada di tangan penjual pertama. Dengan demikian secara hukum, penjual belum memiliki barang tersebut.

Rasulullah SAW telah bersabda : "Janganlah engaku menjual sesuatu yang baru saja engkau beli sehingga engkau menerima barang itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)
5.  Jual-beli benda najis, minuman keras, babi, bangkai dan sebagainya.
Jual-beli sah tapi terlarang

Jual-beli ini disebabkan karena ada satu sebab atau akibat dari perbuatan itu. Yang termasuk dalam jual-beli jenis ini adalah :
1.  Jual-beli yang dilakukan pada waktu shalat jum'at. Hal ini akan menyebabkan orang lupa menunaikan shalat jum'at. Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumuah : 9)
2.  Jual-beli dengan niat untuk ditimbun pad saat masyarakat membutuhkan. Jual-beli ini sha tetapi dilarang karena ada maksud tidak baik, yaitu akan menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Rasulullah SAW bersabda :

"Tidaklah seseorang meimbun barang kecuali orang yang durhaka." (HR. Muslim)
3.  Membeli barang dengan mengahadang di pinggir jalan. Hal ini sah tetapi terlarang karena penjual tidak mengetahui harga umum di pasar sehingga memungkinkan ia menjual barangnya dengan harga lebih rendah.
4.  Membeli atau menjual barang yang masih dalam tawaran orang lain. Rasulullah SAW bersabda :

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah sebagian kamu menjual atau membeli dari sebagain kamu atas barang yang sudah dijual/dibeli oleh orang lain." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
5.  Jual-beli dengan menipu, eperti mengurangi timbangan, takaran atau ukuran.
6.  Jual-beli alat-alat untuk maksiat.
Khiyar Dalam Jual-beli

Pengertian "al-khiyar" menurut bahasa adalah memilih yang terbaik. Khiyar dalam jual-beli menurut syara' ialah hak memilih bagi penjual atau pembeli untuk meneruskan aqad jual-beli atau membatalkannya. Hal ini agar kedua belah pihak dapat memikirkan sejauh mungkin kebaikan berlangsungnya jual-beli atau kebaikan untuk membatalkannya.

Rasulullah SAW bersabda :
"Engkau berhak khiyar dalam tiap-tiap barang yang engkau beli selama tiga malam". (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah)

Khiyar yang sesuai dengan aturan syara' hukumnya boleh, tetapi khiyar untuk menipu hukumnya haram dan dilarang.

Macam-macam Khiyar

a. Khiyar Majlis


Khiyar majlis, yaitu khiyar antara penjual dan pembeli boleh meneruskan jual-beli atau membatalkannya pada waktu masih berada di tempat aqad jual-beli. Jika keduanya telah berpisah maka hak khiyar tidak berlaku lagi. Ukuran berpisah disesuaikan dengan ada kebiasaan yang berlaku.

Rasulullah SAW bersabda :
"Orang yang mengadakan jual-beli, diperbolehkan melakukan khiyar selama keduanya belum terpisah dari tempat aqad." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

b. Khiyar Syarat

Khiyar syarat ialah hak memilih antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya dengan syarat tertentu. Masa berlakunya khiyar syarat adalah tiga hari sebagaimana hadist di atas.

Contoh khiyar syarat :
Pembeli berkata kepada penjual : "Saya membeli radio ini jika anak saya cocok". Apabila radio itu sudah dicoba dan ternyata anakna cocok, maka jual-beli dapat diteruskan, tetapi jika anaknya tidak cocok maka jual-beli dapat dibatalkan.

c. Khiyar 'Aib

Khiyar 'aib adalah h akuntansi memilih antara meneruskan atau membatalkan aqad jual-beli yang disebabkan karena terdapat cacat atau aib pada barang yang dijual. Hal ini dapat terjadi karena pembeli tidak mengetahui bahwa pada barang ini terdapat cacat.

Aisyah ra telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya seorang laki-laki membeli budak dan telah tinggal bersamanya beberapa waktu, kemudian kedapatan budak itu ada cacatnya, lalu hal itu diadukan kepada Nabi SAW. Maka Nabi SAW memerintahkan supaya budak itu dikembalikan kepadanya." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzi)

Mengembalikan barang yang cacat hendaklah dengan seera, tidak boleh ditunda dan jangan menggunakan barang yang cacat itu sebelum dikembalikan.

Pembatalan Jual-beli Terhadap Orang yang Menyesal

Jika jual-beli telah terjadi, kemudian pembeli menyesal karena mungkin barang yang dibeli itu keliru atau kemungkinan yang lain dan ia menginginkan pembatalan jual-beli, maka sangat dianjurkan kepada penjual untuk menerima pembatalan itu. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :

"Siapa yang membatalkan jual-belinya terhadap orang yang menyesal, maka Allah akan menghindarkan dia dari kerugian usahanya." (HR. Al-Bazzar)
Mu'amalat : Qiradh


Yang dimaksud dengan "al-qiradh" ialah menyerahkan harta milik, baik berupa uang, emas atau bentuk lain kepada seseorang sebagai modal usaha kerja dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut dibagi dua menurut perjanjian ketika aqad.

Dengan demikian qiradh dapat menciptakan hubungan kerja yang baik dan saling menguntungkan. Qiradh ini pada dasarnya adalah saling percaya, baik pemilik modal ataupun yang mengelolanya. Karena hal ini dijalankan atas saling percaya maka jiak terjadi hal-hal yang di luar dugaan seperti kerugian, maka kerugian itu ditutup dengan keuntungan. Jika dengan cara itu masih juga rugi, maka ditanggung oleh pemililk modal, kecuali jika terbukti bahwa kerugian itu diakibatkan penyalahgunaan dari orang yang menjalankan modal, maka wajarlah jka yang menjalankan modal itu yang menggantinya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Shuhaib sesungguhnya Nabi SAW bersabda : "Tiga perkara yang mendapatkan berkah, yaitu jual-beli yang sampai batas waktu, memberi modal dan mencampur gandum dengan syair (keduanya adalah nama jenis gandum) untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah dengan sanad dhoif)

Qiradh hukumnya mubah atau boleh sejak terjadi aqad dalam waktu yang tidak terbatas. Qiradh dapat dibatalkan seaktu-waktu oleh pemilik modal karena keperluan/alasan tertentu. Apabila salah seorang di antara pemilik modal dan yang menjalankan modal sakit, gila, atau meninggal dunia, maka qiradh ini berakhir. Jika salah satu meninggal dunia, maka yang meneruskannya adalah ahli warisnya.

Rukun Qiradh
1.  Modal berupa uang tunai atau emas atau benda erharga lainnya yang dapat diketahui jumlah dan nilainya.
2.  Pemilik modal dan yang menjalankan modal hendaknya orang yang sudah baligh, berakal sehat dan merdeka.
3.  Lapangan kerja, yaitu pekerjaan berdagang yang tidak dibatasi waktu, tempat usaha ataupun barang-barang yang diperdagangkan.
4.  Keuntungan ditentukan terlebih dahulu pada waktu mengadakan perjanjian.
5.  Ijab/qabul (aqad qiradh).
Bentuk Qiradh

1. Qiradh dalam bentuk sederhana.


Qiradh ini dilakukan secara perorangan dan sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Islam datang. Nabi Muhammad SAW pernah menjalankan perdagangan yang modalnya kepunyaan Siti Khadijah.

2. Qiradh dalam bentuk Modern.

Qiradh ini biasa disebut mudharabah. Sebagai contoh yaitu bank Muamalat yang prinsip kerjanya berdasarkan syari'at Islam.

Seorang nasabah yang menyimpan uangnya mengadakan aqad dengan pihak bank, pihak bank akan menjalankan uang itu untuk berusaha, sedangkan keuntungannya nanti untuk kedua pihak dengan cara bagi hasil.

Demikian juga bagi nasabah yang ingin berdagang tapi tidak mempunyai modal, maka ia dapat menjalankan modal kepunyaan bank untuk berusaha. Aqad yang berlaku bagi kedua belah pihak adalah aqad qiradh atau mudharabah.
Mu'amalat : Pinjam-meminjam ('ariyah)


Al-'ariyah menurut bahasa artinya sama dengan pinjaman, sedangkan menurut istilah syara' aialah aqad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.

Allah SWT berfirman :
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah : 2)

Rasulullah SAW bersabda :
"Dan Allah mennolong hamba-Nya selam hamba itu mau menolong sudaranya."

Dari Abu Umamah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda : "Pinjaman itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam dialah yang berhutang, dan hutang itu wajib dibayar". (HR. At-Turmudzi).

Hukum asal pinjam-meminjam adalah sunnah sebagaimana tolong-menolong yang lain. Hukum tersebut dapat berubah menjadi wajib apabila orang yang meminjam itu sangat memerlukannya. Hukum pinjam-meminjam juga bisa menjadi haram bila untuk mengerjakan kemaksiatan.

Rukun Pinjam-meminjam
1.  Orang yang meminjamkan syaratnya :
a.  Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa atau anak kecil tidak sah meminjamkan.
b.  Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkan.
2.  Orang yang meminjam syaratnya :
a.  Berhak menerima kebaikan. Oleh sebab itu orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam karena keduanya tidak berhak menerima kebaikan.
b.  Hanya mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
3.  Barang yang dipinjam syaratnya :
a.  Ada manfaatnya.
b.  Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh sebab itu makanan yang setelah diambil manfaatnya menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
4.  Aqad, yaitu ijab qabul.
Pinjam-meinjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila salah satu dari kedua pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian yang tetap.

Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjam dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada hukum asalnya, yaitu belum dikembalikan.

Kewajiban Peminjam
1.  Mengembalikan batang itu kepada pemiliknya jika telah selesai.

Rasulullah SAW bersabda :
"Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu harus membayar". (HR. Abu Dawud)
2.  Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak.

Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Shafwan bin Umayyah, bahwa Nabi SAW pada waktu perang Hunain meminjam beberapa buah baju perang kepada Shafwan. Ia bertanya kepada Rasulullah : "Apakah ini pengambian paksa wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW menjawab : "Bukan, tetapi ini adalah pinjaman yang dijamin (akan diganti apabila rusak atau hilang)". (HR. Abu Dawud)
3.  Merawat barang pinjaman dengan baik.

Rasulullah SAW bersabda :
"Kewajiban meminjam merawat yang dipinjamnya, sehingga ia kembalikan barang itu". (HR. Ahmad)

Mu'amalat : Sewa-menyewa (al-ijaarah)


Kata "al-ijaarah" menurut bahasa artinya upah atau sewa, sedangkan menurut istilah syara' ialah memberkan sesuatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan ketentuan orang yang menerima benda itu memberikan imbalan sebagai bayaran penggunaan manfaat barang yang dipergunakan.

Dalam prkatek sehari-hari dapat dilihat sewa-menyewa rumah untuk ditempati, tanah untuk ditanami, ibu untuk menyusui anak, dan sebagainya.

Allah SWT berfirman :
"Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut." (QS. Al-Baqarah : 233)

Rasulullah SAW menyatakan sebagai berikut :
"Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berbekam kepada seseorang dan beliau memberikan upah kepada tukang bekam tersebut". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hukum sewa-menyewa adalah mubah (boleh) dan dapat berubah menjadi haram apabila sewa-menyewa untuk barang maksiat.

Rukun Sewa-menyewa
1. Orang yang menyewa.
2. Orang yang menyewakan.
3. Benda yang disewakan.
4. Upah (bayaran) sewa-menyewa.
5. Aqad.

Syarat Sewa-menyewa
1.  Orang yang menyewa dan yang menyewakan disyaratkan :
a.  Baligh (dewasa)
b.  Berakal (orang gila tidak sah melakukan sewa-menyewa)
c.  Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)
2.  Benda yang disewakan disyaratkan :
a.  Benda itu dapat diambil manfaatnya
b.  Benda itu diketahui jenisnya, kadarnya, sifatnya, dam jangka waktu disewanya
3.  Sewa (upah) harus diketahui secara jelas kadarnya.
Sewa-menyewa (ijaarah) berakhir atau batal jika benda yang disewa itu rusak/hilang sehingga tidak dapat diambil manfaatnya. Jika rusak disebabkan kecerobohan atau kelalaian penyewa, maka penyewa dapat dituntut ganti rugi atas kerusakan itu. Sebaliknya jika penyewa sudah memelihara barang sewaan dengan sebaik-baiknya tetapi benda itu rusak, maka penyewa tidak wajib mengganti. Sewa-menyewa juga berakhir jika telah habis masa yang dijanjikan.

Apabila salah satu pihak meninggal dunia,maka aqad sewa-menyewa tidak batal dan tetap berlaku dan urusan selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya sampai batas waktu sesuai dengan pernjanjian itu berakhir, kecuali ditentukan lain dalm perjanjian.
Mu'amalat : Hutang-piutang (ad-dayn)


Hutang-piutang menurut syara ialah aqad untuk memberikan sesuatu benda yang ada harganya atau berupa uang dari seseorang kepada orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan mengembalikan dengan jumlah yang sama.

Islam mengajarkan kepada ummatnya jika terjadi aqad utang-piutang hendaknya ditulis dengan menyebutkan siapa yang memberikan hutang, nama orang yang berutabng, dan jenis barang yang diutang serat tanggal terjadinya hutang-piutang, tanggal pengembalian dan alamat yang berutang.

Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya." (QS. Al-Baqarah : 282)

Untuk lebih menguatkan catatan tanda terima, surat perjanjian/kwitansi tersebut selain ditandatangani oleh yang berutang juga ditandatangani oleh saki, sebagaimana firman Allah SWT :

"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya." (QS. Al-Baqarah : 282)

Orang yang berhutang hukumnya mubah (boleh), sedangkan orang yang memberi pinjaman hukumnya sunnah, sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya. Hukum ini dapat berubah menjaid wajib jika orang yang meminjam itu benda-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan, dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Mas'ud ra, sesungguhnya Nabi SAW telah besabda "Seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali". (HR. Ibnu Majah)

Antara orang yang menghutangi dengan orang yang berhutang dilarang memberikan sayarat agar dalam pengembalian hutang itu dilebihkan nilainya. Sebagai contoh, sewaktu terjadi aqad, orang yang mengutangi sebesar Rp. 50.000 memberi syarat nanti ketika yang berutang mengembalikan hutangnya dalam jangka waktu 3 bulan menjadi Rp. 55.000. Tambahan itu tidak halal dan termasuk riba. Jika tambahan itu tidak disyaratkan pada waktu aqad tetapi secara sukarela dari orang yang meminjam tidak termasuk riba, bahkan dianjurkan.

Rasulullah SAW bersabda :
"Maka sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah orang yang sebaik-baiknya pada waktu membayar hutang." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW telah berhutang binatang ternak, kemudian beliau membayar dengan binatang yang lebih besar umurnya daripada binatang yang beliau pinjam itu, dan Rasulullah bersabda : "Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang membayar hutangnya dengan yang lebih baik." (HR. Ahmad At-Turmudzi dan disahkannya).
Mu'amalat : Gadai dan Borg (Jaminan)


Pengertian gadai menurut istilah syara' ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari seseorang kepada orang lain sebagai penguat atau tanggungan dalam hutang-piutang.

Yang dimaksud dengan borg (jaminan) adalah benda yang dijadikan penguat dalam hutang-piutang itu. Borg dalam bahsa fiqih disebut "ar-rahn".

Benda sebagai borg ini akan diambil oleh yang berutang jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu pembayaran telah ditentukan telah tiba dan hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti pembayarn utang, atau borg itu dijual untuk pembayaran hutang dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang.

Allah SWT berfirman :
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)." (QS. Al-Baqarah : 283).

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Anas ia verkata, Rasulullah SAW menyerahkan tanggungan baju besi kepada orang yahudi di Madinah, karena beliau berhutang syair (gandum) untuk keluarganya." (HR. Ahmad, Al-Bukhari, An-Nasai dan Ibnu Majah).

Hukum gadai ialah sama seperti hutang-piutang yaitu sunnah bagi yang memberikan hutang (menerima borg) dan mubah bagi yang berhutang (menyerahkan borg/jaminan).

Rukun gadai :
1.  Orang yang menggadaikan atau yang menyerahkan jaminan.
2.  Orang yang memberi hutang atau yang menerima jaminan. Kedua orang ini disyaratkan orang yang berhak membelanjakan hartanya.
3.  Barang yang menjadi jaminan disyaratkan tidak rusak sebelum sampai kepada pembayaran hutang.
4.  Hutang atau sesuatu yang menjadikan adanya gadai.
5.  Aqad (ijab dan qabul).
Pemanfaatan Barang dan Jaminan (borg)

Barang jaminan sepenuhnyha menjadi hak orang yang menjaminkan dalam pemanfataan barang itu. Suatiu contoh, orng yang berhutang dengan jaminan sawahnya maka ia masih boleh mengambil manfaatnya dengan menggarap sawah tersebut tetapi ia boleh menjual atau menyewakannya.

Rasulullah SAW bersabda :
"Jaminan tidak menutup manfaat terhadap orang yang mempunyai barang itu, faedahnya ia mempunyai dan ia wajib membayar dendanya." (HR. As-Syafii dan Ad-Daruqutni).

Orang yang memegang jaminan boleh mengambil manfaatnya sekedar sebagai ganti pemeliharaannya dan tidak boleh lebih dari itu. Sebagai contoh, jika jaminan itu berupa sepeda, maka bagi yang menghutangi boleh mengendarai sepeda itu seperlunya secara wajar.

Perbadaan Pemanfaatan Gadai dan Barang Jaminan

Kebiasaan yang berlaku di Indonesia, pemanfaatan barang jaminan tetap pada pemilik barang jaminan itu. Misalnya orang yang berhutang kepada orang lain dengan manjadikan sawahnya sebagai jaminan dalam hutang-piutang, maka pemanfataan sawah itu tetap pada pemiliknya.

Di dalam gadai, pemanfaatan barang jaminan pada orang yang menerima gadai (orang yang menghutangi). Sebagai contoh, orang yang menggadaikan sawahnya kepada orang lain, maka pemanfaatan sawah itu adalah pada orang yang menerima gadai sampai hutang orang yang menggadaikan sawah itu dibayarkan.

Praktek gadai semacam ini tidak sebenarnya kurang sesuai dengan syariat Islam, karena hal ini tidak terdapat nilai tolong-menolong antar sesama, bahkan mungkin sebaliknya terjadi pemerasan.
Mu'amalat : Upah (al-ajru)


Dalam ilmuu fiqih, yang dimaksud dengan "al-ajru" adalah suatu pemberian uang atau sesuatu barang dari seseorang kepada orang lain sebagai balas jasa atau ganti tenaga yang dikeluarkan oleh orang yang bekerja untuk kepentingan orang yang memberi pekerjaan.

Aqad pemberian upah di dalam Islam hukumnya mubah (boleh). Setelah seseorang mengerjakan seautu pekerjaan untuk keperntingan orang lain maka orang yang mendapatkan jasa setelah aqad hukumnya wajib memberikan upah kepada orang yang teleh memberikan jasa.

Rasulullah SAW bersabda :
"Berikanlah upah pada karyawan/pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah).

"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah berbekam dan beliau memberi upah kepada tukang bekam itu".

Kewajiban dan Hak Buruh/Pegawai

Seorang buruh/pegawai pada hakikatnya adalah pemegang amanah majikan/pemilik perusahaan. Oleh sebab itu ia berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.

Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisaa : 58).

Supaya tidak terdapat perselisihan pendapat antara buruh dan majikan, maka segala sesuatunya harus dibuat perjanjian terlebih dahulu sewaktu aqad. Misalnya yang berkaitan dengan besarnya upah/gaji, atau jaminan-jaminan lain, waktu bekerja, jenis pekerjaan dan yang semacamnya.

Jika buruh itu sudah menjalankan kewajibannya, maka ia harus mandapatkan hak dari majikannya antara lain berupa :

1. Mendapatkan upah atau gaji sesuai dengan perjanjian.
2. Mempunyai kepastian waktu bekerja.
3. Mendapatkan tempat kerja dan beban kerja sesuai dengan perjanjian.
4. Menolak pekerjaan di luar perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
5. Mendapatkan jaminan lain menurut perjanjian.

Majikan selain mempunyai kewajiban untuk memenuhi keperluan buruh sesui dengan perjanjian, ia juga mempunyai hak atas buruhnya yang meliputi :
1.  Meminta pertanggungjawaban buruh atas pekerjaan yang ditugaskan atau dibebankan kepadanya.
2.  Memindahkan/memutusikan buruh dengan mempertmbangkan kemampuan sesuai perjanjian.
3.  Memberi peringatan dengan wajar bila ternyata ia tidak bekerja dengan baik.
4.  Memberhentikan buruh dengan hormat jika situasi menghendakinya.
Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qashash : 26).
Mu'amalat : Hiwalah (Perpindahan Hutang)


"Al-hiawalah" iasalah suatu perpindahan hutang dari seseorang kepada orang kedua karena orang kedua ini mempunyai hutang kepada orang pertama. Contoh, Ali mempunyai hutang kepada Abbas sebesar Rp. 3.000 dan Salim mempunyai hurang kepada Ali sebesar Rp. 3.000. Kemudian Ali memindahkan hutangnya kepada Salim dengan persetujuan Abbas. Dengan demikian Ali sudah tidak mempunyai hutang lagi kepada Abbas karena sudah dilimpahkan kepada Salim.

Rasulullah SAW bersabda :
"Memperpanjang pembayaran hutang bagi orang yang mampu termasuk aniaya, maka apabila salah seorang di antara kamu memindahkan hutangnya kepada yang lain hendaklah diterima perpindahan itu asalkan orang yang menerima perpindahan itu sanggup membayarnya." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).

Hukum hiwalah adalah mubah/boleh sepanjang tidak merugikan salah satu pihak dan tidak ada unsur penipuan. Dasar kebolehannya adalah hadits di atas.

Rukun hiwalah :
1.  Orang yang berhutang dan berpiutang (yang menghutangi)
2.  Orang yang berpiutang
3.  Orang yang berhutang
4.  Ada hutang dari orang yang berpiutang kepada yang orang yang berpiutang yang lain
5.  Ada hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang berhutang.
6.  Aqad, yaitu ijab dan qabul

Luqathah (Barang Temuan)


"Al-luqathah" menurut bahasa artinya barang temuan, sedangkan menurut istilah syara' ialah barang yang ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui siapa pemiliknya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Zaid bin Khalid, sesungguhnya Nabi SAW ditanya orang tentang keadaan emas atau mata uang yang didapat. Beliau bersabda : "Hendaklah engkau ketahui tempatnya, kemudian umumkanlah (kepada masyarakat) selama satu tahun. Jika datang pemiliknya maka berikanlah kepadanya, dan jika tidak ada yang mengambilnya setelah satu tahun maka terserah kepadamu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hukum luqathah
1.  Wajib (mengambil barang itu), apabila menurut keyakinan yang menemukan barang itu, jika tidak diambil akan sia-sia.
2.  Sunnah, apabila yang menemukan barang itu sanggup memeliharanya, dan sanggup mengumumkan kepada masyarakat selama satu tahun.
3.  Makruh apabila yang menemukan barang itu tidak percaya pada dirinya untuk melaksanakan amanah barang temuan itu dan khawatir ia akan khianat terhadap barang itu.
Kewajiban Bagi Orang yang Menemukan Barang
1.  Wajib menyimpannya dan memelihara barang temuan itu dengan baik.
2.  Wajib memberitahukan dan mengumumkan kepada khalayak ramai tentang penemuan barang tersebut dalam satu tahun.

Rasulullah SAW bersabda :
"Siapa yang menyimpan barang yang hilang maka ia termasuk sesat kecuali apabila ia memberitakan kepada umum dengan permberitahuan yang luas". (HR. Muslim).
3.  Wajib menyerahkan barang temuan tersebut kepada pemiliknya apabila diminta dan dapat menunjukkan bukti-bukti yang tepat.

Jika benda yang ditemukan itu termasuk benda yang harganya murah, maka pengumuman itu cukup tiga harri dengan perkiraan yang punya benda itu sudah tidak memerlukannya lagi. Setelah itu yang menemukan benda itu boleh memanfaatkannya, dan jika yang punya benda itu datang mengambilnya setelah benda itu dimanfaatkan, maka yang memanfaatkannya harus bersedia untuk menggantinya.

Jika yang ditemukan itu memerlukan biaya perwatan, seperti binatang ternak, maka biaya perawatan itu dibebankan kepada pemiliknya. Jika sudah beberapa bulan belum juga datang, maka hewan itu boleh dijual atau dipotong untuk dimakan dan jika pemiliknya datang, maka hasil penjualan hewann itu diserahkan kepada pemiliknya atau hewan yang dipotong itu diganti harganya.

Rasulullah SAW bersabda :
"Maka jika datang orang yang mempunyai barang tersebut, maka dialah yang lebih berhak atas barang itu." (Hr. Ahmad).
R i b a


"Ar-ribaa" menurut bahasa artinya az-ziyaadah yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara' ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.

Riba hukumnya aram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman :
"sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah : 275).

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Ali Imran : 130).

Jika Allah melarang hamba untuk memakan riba, maka Allah juga menjanjikan untuk melipat-gandakan orang yang dengan ikhlas mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. Allah SWT berfirman :

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah : 276).

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir ra, ia berkata, Rasulullah SAW telah melaknat ornag-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya dan (selanjutnya Nabi bersabda) mereka itu semua sama saja." (HR. Muslim).

Jenis-jeni Riba
1.  Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Contoh, tukar-menukar emas dengan emas, beras dengan beras, dengan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkannya. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :
a.  Tukar-menukar barang tersebut harus sama
b.  Timbangan atau takarannya harus sama
c.  Serah terima pada saat itu juga.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW telah bersabda : "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai." (HR. Muslim dan Ahmad).
2.  Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.
3.  Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima. Misalnya orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum serah terima barang itu.
4.  Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jua-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Contoh, A membeli arloji seharga Rp. 500.000. Oleh penjual disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp. 525.000. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun dinamakan riba nasiah.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah bin Jundub ra, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang jual-beli bintang dengan binatang yang pembayarannya diakhirkan." (HR. Lima ahli hadits dan disahkan oleh At-Turmudzi dan Abu Dawud).

Mukhabarah dan Muzara'ah


Mukhabarah dan Muzara'ah, keduanya adalah bentuk usaha paroan sawah atau ladang.

Mukhabarah ialah suatu aqad yang terjadi antara pemilik tanah dan pengelola tanah untuk digarap dengan ketentuan bahwa benih yang akan ditanam adalah dari penggarap tanah tersebut.

Muzara'ah ialah suatu aqad yang terjadi antara pemilik tanah dan pengelola tanah untuk digarap dengan ketentuan bahwa benih yang akan ditanam adalah dari pemilik tanah tersebut.

Hukum keduanya oleh sebagian ulama diperbolehkan, dengan dasar hadits Rasulullah SAW berikut :

Dari Abu Umar, sesungguhnya Nabi SAW telah menyerahkan tanah kepada penduduk khaibar agar ditanami/dipelihara dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari hasil kebun tersebut, baik berupa buah-buahan mauoun hasil tanaman lainnya." (HR. Muslim).

Sebagian ulama yang lain melarang paroan sawah atau ladang ini dengan alasan sebagai berikut :

Dari Rafi' bin Khadij, ia berkata, di antara kaum Anshar yang paling banyak memiliki tanah adalah kami, maka kami sewakan sebagian tanah untuk kami dan sebagian untuk mereka mengerjakannya. Kadang-kadang sebagian tanah berhasil baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Rasulullah SAW melarang paroan dengan cara demikian." (HR. Al-Bukhari).

Hadits yang melarang paroan sawah/ladang maksudnya jika ditentukan pernghasilan dan sebagian tanah mesti kepunyaan di antara pemilik tanah dan penggarapnya. Pada masa lampau paroan sawah/ladang ini sering terjadi adanya persyaratan di antara mereka mengambil sawah/ladang yang lebih subur. Hal semacam inilah yang dilarang oleh hadits, karena akan merugikan salah satu pihak.

Adapun pembagian hasil mukhabarah dan muzara'ah dibagi antara pemilik tanah dan penggarapnya sesuai perjanian sewaktu aqad secara adil, maka yang demikian itu tidak termasuk yang dilarang oleh hadits.
Menjenguk Orang Sakit ('iyaadhul mariidh)


Menjenguk orang sakit menurut istilah syara' artinya adalah mendatangi orang yang sedang sakit dengan maksud untuk menghibur agar dengan demikian yang sakit dapat terkurangi kesedihannay dan dapat terkurangi pul beban penderitaannya.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullah SAW : "Hak orang muslim dengan muslim lainnya ada lima hal, yaitu menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mengabulkan undangan dan mendoakan yang bersin." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hukum menjenguk ornag sakit adalah sunnah. Hadl ini berdasarkan hadits di atas dan hadits berikut :

Dari Abu Musa ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Jenguklah orang yang skit, berilah makan orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang tertawan." (HR. Al-Bukhari).

Adab menjenguk orang sakit
1.  Berpakaian sopan dan rapi.
2.  Memberi nasehat kepada orang yang sakit agar sabar menerima musibah/cobaan dari Allah dan jika yang sakit dalam perwatan dokter diberi saran agar selalu mematuhi nasehat dokter.
3.  Mendoakan yang sakit.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi SAW menjenguk salah seorang keluarganya dengan mengusapkan tangan kanannya seraya berkata : "Allahumma robban naas adzhibil ba-tsa isyfi antasy syaafi laa syifaa-a illaa syifaa-uk syifaa-an laa yughodiru saqoman" (Ya Allah Tuhan semua manusia, hilangkanlah segala penyakit, sembuhkanlah, karena hanya Engkaulah yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMU, kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
4.  Bagi orang yang sudah payah, hendaklah diajarkan membaca kalimah thayyibah (laa ilaaha illallaah) atau dibacakan surat Yaasin.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Ajarilah kepada orang yang sakit payah dengan membaca 'laa ilaaha illallaah'."(HR. Muslim).

Dari Muq'al bin Yasar, Nabi SAW bersabda : "Bacakanlah kepada orang yang sakit payah surat yasin". (HR. Abu Dawud dan An-Nasai).
5.  Menanyakan tentang penyakit orang yang skit kepada keluarganya.
6.  Memberikan bantuan berupa makanan atau uang jika diperlukan oleh si sakit dan keluarganya.
Hikmah Menjenguk Orang Sakit
1.  Dengan menjenguk orang sakit, hubungan silaturrahim antara orang yang menjenguk dengan orang yang sakit beerta keluarganya menjadi lebih erat.
2.  Orang yang skit beserta keluarganya dapat terhibur dan mungkin dapat mempercepat penyembuhan bagi orang yang sakit.
3.  Orang yang menjenguk ornag sakit akan mendapat pahala dari Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ali ra, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Setiap muslim yang menjenguk sesama muslim pada waktu pagi maka ia dimintakan rahmat oleh tujuh puluh ribu malaikat sampai waktu sore. Jika ia menjenguknya pada waktu sore, maka ia dimintakan rahmat oelh tujuh puluh ribu malaikat sampai waktu pagi, serta ia mendapat jaminan buah-buahan yang siap dimakan di dalam surga." (HR. At-Turmudzi).
4.  Jika yang menjenguk orang sakit itu kebetulan mempunyai keahlian untuk mengobati penyakit, ia dapat membantu untuk mengobatinya, atau jika kebetulan ia mengetahui obat untuk penyakit yang diderita si sakit ia dapat membantu untuk mencarikan obatnya.

Pengurusan Jenazah


Seornag muslim yang sudah meninggal harus diurus jenazahnya secara terhormat. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan bagi orang yang telah meninggal dunia, yaitu :
a.  Hendaklah segera dipejamkan matanya, ditutup mulutnya, kemudian dilipatkan kedua tangannya di atas badanya dan kedua kakinya diluruskan.
b.  Hendaknya ditutup seluruh tubuhnya dengan kain dan jangan sampai terbuka auratnya.
c.  Memberitakan kepada zanak famili jenazah dan bagi orang yang mengetahuinya hendaknya segera berta'ziah di rumah duka.
Kewajiban Terhadap Jenazah

Kewajiban pengurusan jenazah bagi orang yang masih hidup adalah memandikan, menggafankan, menyolatkan dan menguburkan. Kewajiban-kewajiban ini termasuk fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang jika telah dilaksanakan oleh sebagian mereka dianggap mencukupi. Tetapi jika diantara umat Islam tidak ada yang melaksanakan maka umat Islam seluruh daerah itu berdosa semua.

a. Memandikan Jenazah

Syarat-syarat jenazah yang harus dimandikan :
1.  Jenazah itu mulim atau muslimah
2.  Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagain yang tinggal
3.  Jenazah itu bukan mati syahid (mati dalam perang membela Islam)
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir ra, sesungguhnya Nabi SAW telah memerintahkan sehubungan orang-prang yang gugur dalam perang uhud supaya mereka dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dishalatkan. (HR. Al-Bukhari).
Cara Memandikan Jenazah
1.  Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau pandangan orang banyak. Jenazah diletakkn pada tempat yang lebih tinggi seperti dipan/balai.
2.  Jenazah diberi pakaian basahan misalnya sarung supaya auratnya tertutup. Yang memandika hendaknya memakai sarung tangan.
3.  Air untuk memandikan jenazah disunnahkan diberi daun bidara atau sesuatu yang dpaat menghilangkan daki seperti sabun atau yang lain. Sebagian dari air ada yang dicampur dengan kapur barus untuk digunakan sebagai siraman terakhir.
4.  Jenazah yang akan dimandikan dibersihkan terlebih dahulu dari najis yang melekat pada anggota badannya.
5.  Kotoran yang mungkin ada di dalam perut jenazah dikeluarkan dengan cara menekan perutnya secara berhati-hati kemudian disucikan dengan air. Kotoran yang ada pada kuku jari-jari tangan dan kai termasuk kotoran yang ada di mulut atau gigi dibersihkan.
6.  Menyiramkan air ke seluruh tubuh jenazah sampai merata dari kepala hingga ke ujung kaki dengan cara membaringkan jenazah ke kiri ketika membasuh anggota yang kanan dan membaringkan badannya ke kanan ketika membasuh anggota badannya yang kiri.

Serangkaian kegiatan ini dihitung satu kali basuhan dalam memandikan jenazah. Sedangkan untuk memandikan jenazah disunnahkan 3 kali atau 5 kali. Basuhan terakhir dengan menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus.
7.  Dalam memandikan jenazah disunnahkan mendahulukan anggota wudhu dan anggota badan sebelah kanan.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ummi Athiyah ra, Nabi SAW telah masuk kepada kami ketika kami memandikan putri beliau kemudian bersabda : "Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih jika kamu pandang baik lebih dari itu dengan air dan daun bidara, dan basuhlah yang terakhir dicampur dengan kapur barus". (HR. Al-Bbukhari dan Muslim)

Pada riwayat lain : "Mulailah dengan bagian badannya yang kanan dan anggota wudhu dari jenazah tersebut".

Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda mengenai orang yang mati terjatuh dari kendaraannya yaitu : "Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang Berhak Memandikan Jenazah

Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya harus orang laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Demikian juga jika jenazah itu wanita, maka yang memandikannya harus wanita, kecuali suami dan mahramnya. Jika suami dan mahramnya semuanya ada, maka suami lebih berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan mahramnya semuanya ada, maka istri lebih berhak memandikan suaminya.

Jika yang meninggal seorang laki-laki dab di tempat itu tidak ada orang lak-laki, istri maupun mahramnya, maka jenazah itu cukup ditayamumkan saja, tidak dimakndikan oleh wanita lain. Demikian juga bila yang meninggal seorang wanita dan di tempat itu tidak ada suami atau mahramhya,maka jenzah cukup ditayamumkan saja. Jika jenazah itu masih anak-anak, baik laki-laki atau wanita, maka yang memandikannya boleh dari kaum laki-laki atau wanita.

b. Mengafani Jenazah

Yang dimaksud mengafani jenazah adalah membungkus jenazah dengan kain. Kain kafan diberli dari harta peninggalan mayat. Jika mayat tidak meninggalkan harta, maka kain kafan menjadi tanggungan orang yang menanggung nafkahnya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung nafkahnya juga tidak ada, maka kain kafan menjadi tanggungan kaum muslimin yang mampu.

Kain untuk mengafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat menutupi seluruh tubuh mayat baik laki-laki maupun perempuan. Bagi yang mampu disunnahkan untu mayat laki-laki dikafani dengan tiga lapis kain tanpa baju dan sorban, sedangkan untuk mayat wanita disunnahkan lima lapis kain masing-masing untuk kain panjang (kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung atau semacam cadar dan sehelai kain yang menutupi seluruh tubuhnya.

Kain kafan diutamakan yang berwarna putih, tetapi jika tidak ada, warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur barus dan harum-haruman.

Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW telah dikafani dengan tiga lapis kain yang putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada di dalamnya baju maupun sorban. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dari Laila binti Qanif ra, ia berkata : "Saya adalah seorang yang ikut memandikan Ummu Kultsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah pada kamu adalah kain basahan, kemudian baju, kemudian tutup kepala, kemudian kerudung (semacam cadar) dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain (yang menutupi sekalian tubuhnya)." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Rasulullah SAW bersabda : "Pakailah kain kamu yang putih, karena sesungguhnya sebaik-baik kain adalah kain yang putih dan kafanilah oleh kamu dengan kain yang putih itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).

c. Menyolatkan jenazah

Masalah sholat jenazah ini sudah dibahas pada bunga rampai 4, silahkan lihat kembali.

d. Menguburkan Jenazah

Jenzah dikuburkan setelah dishalatkan. Menguburkan jenazah ini hendaknya disegerakan karena sesuai dengan sabda Nabi SAW :

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Segeralah membawa jenazah, karena jika ia orang yang shaleh maka kamu menyegerakannya kepada kebaikan, dan jika ia bukan orang shaleh maka suapay kejahatan itu terbuang dari tanggunganmu." (HR. Jama'ah).

Jenazah hendaknya dipikul oleh empat orang dan diantarkan oleh keluarga dan teman-temannya sampai ke pemakaman.

Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata : "Siapa yang menghantarkan jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru keranda, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sunnah (peraturan Nabi SAW)." (HR. Ibnu Majah).

Langkah-langkah Penguburan Jenazah
1.  Mula-mula digali liang kubur sepanjang badan jenazah dengan lebar satu meter dan dalam lebih kurang dua meter. Di dasar lubang dibuat liang lahat miring ke kiblat kira-kira muat mayat, atau jika tanahnya mudah runtuh dapat digali liang tengah. Dengan demikian binatang buas tidak dapat membongkarnya atau jika maya membusuk tidak tercium baunya.

Dari Amir bin Sa'ad ia berkata : "Buatkanlah untuk saya lubang lahat dan pasanglah di atasku batu bata sebagaimana dibuat untuk kubur Rasulullah SAW". (HR. Ahmad dan Muslim)
2.  Jenazah yang telah sampai di kubur dimasukkan ke dalam liang lahat itu dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan jenazah hendaklah dibacakan lafazh :

"Bismillah wa 'alaa millati rasulillaah" (Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah SAW). (HR. At-Turmudzi dan Abu Dawud).
3.  Semua tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki diletakkan pada tanah. Setelah itu liang lahat atau liang tengah ditutup dengan papan atau kayu atau bambu, kemudian di atasnya ditimbun dengan tanah sampai galian lubang rata, dan ditinggikan dari tanah biasa. Di atas arah kepala diberi tanda batu nisan.

"Sesungguhnya Nabi SAW telah meninggikan kubur putra beliau Ibrahim kira-kira sejengkal." (HR. Al-Baihaqi).
4.  Meletakkan pelepah yang masih basah sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas atau meletakkan kerikil di atas kubur dan menyiramnya dengan air.

Dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, sesungguhnya Nabu SAW telah menaruh batu-batu kecil di atas kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).

Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya, sesungguhnya Nabi SAW telah menyiram kubur putra beliau Ibrahim. (HR. Asy-Syafii).
5.  Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk si mayat.

Dari Utsman ra, adalah Nabi SAW apabila telah selesai menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan bersabda : "Mohonkanlah ampnan untuk saudaramu dan mintalah untuknya supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya ia sekarang sedang ditanya." (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh Al-Hakim).
Hal-hal yang Bersangkutan Dengan Harta Mayat

Harta peninggalan orang yang meninggal haruslah ditasharufkan sesuai dengan urutan prioritas berikut ini :
a. Pembiayaan penyelenggaraan jenazah
b. Penyelesain hutang-hutang
c. Pelaksanaan wasiat
d. Pembagian harta waris kepada ahli waris

Pembiayaan Penyelenggaraan Jenazah

Bagi jenazah yang meninggalan harta peninggalan, maka prioritas utama penggunaannya adalah untuk keperluan pembaiyaan jenazah berupa :

- pembelian kain kafan, sabun, minyak wangi, kapur barus, dam lain-lain
- pembelian papan, penggalian kubur dan biaya penguburan lainnya.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya, jika terjadi musibah kematian, hendaknya di rumah itu tidak menyelenggarakan makan-makan, atau mengambil harta peninggalan untuk menjamu orang-orang yang datang berta'ziah. Bahkan Nabi SAW menganjurkan kepada orang-orang yang datang berta'ziah membawa makanan untuk keluarga yang terkena musibah.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadillah bin Ja'far ra, ia berkata : Ketika databng berita meninggalnya Ja'far karena terbunuh, Nabi SAW bersabda : "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far karena sesungguhnya mereka sedang menderita kesusahan (kekalutan fikiran)". (HR. Lima ahli hadits kecuali An-Nasai).

Penyelesaian Hutang-hutang

Setelah harta peninggalan diambil untuk biaya pengurusan jenazah, maka harta peninggalan lainnya untuk melunasi hutang-hutang, yaitu :
  • hutang kepada Allah berupa kemungkinan ada nadzar yang belum dilaksanakan, zakat baik zakat firah maupun zakat harta, ibadah haji yang belum ditunaikan padahal ia telah mampu dan lain-lain.

    Rasulullah SAW bersabda :
    "Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar." (HR. Ibnu Abbas).
  • Hutang kepada sesama manusia harus segera diselesaikan supaya mayat segera terbebas dari hutang yang belum dibayar. Dalam hal ini ahli waris si mayat harus berusaha menanyakan kepada sanak fmili dan teman-temannya jika di antara mereka ada yang dihutangi oleh almarhum/almarhumah semasa masih hidup.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW telah bersabda : "Diri seorang mu'min itu bergantung (tidak sampai ke hadirat Allah SWT) karena hutangnya, sehiungga dibayar terlebih dahuku hutangnya itu (oleh sanak familinya yang masih hidup)." (HR. Ahmad dan At-Turmudzi).

    Apabila mayat tidak mempunyai harta untuk melunasi hutangnya atau harta penninggalannya tidak mencukupinya, maka hutang mayat menjadi tanggungan ahli warisnya. Jika ahlki waris tidak mampu juga, maka hal ini diserahkan kepada Allah SWT.

    Rasulullah SAW bersabda :
    Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda : "Hutang itu ada dua macam, maka siapa yang meninggal dunia dan ia berniat untuk melunasinya maka saya walinya (yang akan mengurusnya), dan siapa yang meninggal dan tidak ada niat untuk melunasinya maka yang demikian itu pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena pada hari ini tidak ada emas dan tidak ada perak". (HR. At-Thabrani).
Pelaksanaan Wasiat

Jika mayat meninggalkan wasiat dan harta peninggalan masih ada maka harus dipenuhi. Wasiat yang harus dipenuhi ialah yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalannya.

Firman Allah SWT :
"Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya." (QS. An-Nisaa : 11).

Dalam hadits disebutkan :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Alangkah baiknya jika manusia mengurangi wasiatnya dari sepertiga menjadi seperempat, karena Rasulullah SAW bersabda : "Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Pembagian Harta Waris Kepada Ahli Waris

Pembagian harta waris dilakukan setelah dikeluarkan biaya pengurusan jenazah, penyelesaian hutang dan wasiat. Pembagian harta waris haruslah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ilmu faraidh.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : "Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahlinya, maka kelebihannya diberikan kepada orang yang lebih utama (dekat), yaitu orang laki-laki yang paling dekat dengan yang meninggal." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Anak-anak yang ditinggal mati orang tuanya harus dipelihara oleh keluarga yang dekat, dicukupi kebutuhannya, diperhatikan pendidikannya dan jangan sampai terlantar. Mereka yang tidak mempunyai saudara maka yang berkewajiban mengurusnya adalah kamu muslimin yang mampu. Mengurus anak yatim ini hukumnya fardhu kifayah.

Allah SWT berfirman :
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik." (QS. Al-Baqarah : 220).

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (QS. Al-Maa'un : 1-3).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar