Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Selasa, 13 November 2012

Keutamaan Puasa di Hari Asyura (10 Muharram)



Keutamaan Puasa di Hari Asyura
(10 Muharram)
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
[Di dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi -rahimahullah- membawakan tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa hari Asyura / Asyuro (10 Muharram) dan Tasu’a (9 Muharram)]

Hadits yang Pertama
Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).

Hadits yang Kedua
Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim)

Hadits yang Ketiga
Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan” (HR. Muslim)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu’, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya –pent). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya, ed.) Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan’, maksudnya berpuasa pula pada hari Tasu’a.

Penjelasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari sebelum maupun setelah ‘Asyura [1] dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi karena hari ‘Asyura –yaitu 10 Muharram- adalah hari di mana Allah selamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan para pengikutnya. Dahulu orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai syukur mereka kepada Allah atas nikmat yang agung tersebut. Allah telah memenangkan tentara-tentaranya dan mengalahkan tentara-tentara syaithan, menyelamatkan Musa dan kaumnya serta membinasakan Fir’aun dan para pengikutnya. Ini merupakan nikmat yang besar.

Oleh karena itu, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Madinah, beliau melihat bahwa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura [2]. Beliau pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari di mana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.

Kenapa Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang yang bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para nabi yang terdahulu. Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 68)

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, dikarenakan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia untuk berpuasa pula pada hari tersebut. Beliau juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (’Asyura), atau ketiga-tiganya. [3]

Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi menjadi tiga keadaan:
1. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan Tasu’ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal.
2. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama. [4]
3. Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama memakruhkannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak menganggapnya makhruh). [5]
Wallahu a’lam bish shawab.
(Sumber: Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin terbitan Darus Salam – Mesir, diterjemahkan Abu Umar Urwah Al-Bankawy, muraja’ah dan catatan kaki: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Rifai)
CATATAN KAKI:
[1] Adapun hadits yang menyebutkan perintah untuk berpuasa setelahnya (11 Asyura’) adalah dha’if (lemah). Hadits tersebut berbunyi:
“Puasalah kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya. (HR. Ahmad dan Al Baihaqy. Didhaifkan oleh As Syaikh Al-Albany di Dha’iful Jami’ hadits no. 3506)
Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di Silsilah Ad Dha’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan sehari setelahnya (hari ke sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisihi hadits Ibnu Abbas yang shahih dengan lafadz:
“Jika aku hidup sampai tahun depan tentu aku akan puasa hari kesembilan”
Lihat juga kitab Zaadul Ma’ad 2/66 cet. Muassasah Ar-Risalah Th. 1423 H. dengan tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdul Qadir Al Arna’uth.
“Kalau aku masih hidup niscaya aku perintahkan puasa sehari sebelumnya (hari Asyura) atau sehari sesudahnya” ((HR. Al Baihaqy, Berkata Al Albany di As-Silsilah Ad-Dha’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Ini adalah hadits mungkar dengan lafadz lengkap tersebut.))

[2] Padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penetapan waktu pada umat terdahulu pun menggunakan bulan-bulan qamariyyah (Muharram s/d Dzulhijjah, Pent.) bukan dengan bulan-bulan ala Eropa (Jan s/d Des). Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa hari ke sepuluh dari Muharram adalah hari di mana Allah membinasakan Fir’aun dan pengikutnya dan menyelamatkan Musa dan pengikutnya. (Syarhul Mumthi’ VI.)
[3] Untuk puasa di hari kesebelas haditsnya adalah dha’if (lihat no. 1) maka – Wallaahu a’lam – cukup puasa hari ke 9 bersama hari ke 10 (ini yang afdhal) atau ke 10 saja.

Asy-Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly mengatakan bahwa, “Sebagian ahlu ilmu berpendapat bahwa menyelisihi orang Yahudi terjadi dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam,
“Puasalah kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”.
Ini adalah pendapat yang lemah, karena bersandar dengan hadits yang lemah tersebut yang pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila dan ia adalah jelek hafalannya.” (Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin II/385. cet. IV. Th. 1423 H Dar Ibnu Jauzi)
[4] (lihat no. 3)
[5] Asy-Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,
Dan yang rajih adalah bahwa tidak dimakruhkan berpuasa ‘Asyura saja. (Syarhul Mumthi’ VI)
Wallaahu a’lam.



Hukum Puasa Diawal
dan
DiAkhir Tahun Hijriyah
Kita tahu bahwa amalan puasa adalah amalan yang mulia. Namun pensyariatan puasa tersebut tentu saja harus mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di samping kita harus ikhlas dalam beribadah agar puasa kita diterima di sisi Allah. Lantas bagaimana jika amalan yang kita lakukan tanpa dasar atau dalilnya lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah (pendukung)? Tentu saja amalan tersebut tidak bisa kita amalkan dan kalau tetap diamalkan akan tertolak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Amalan yang satu ini yaitu puasa di akhir tahun (29 atau 30 Dzulhijjah) dan awal tahun hijriyah (1 Muharram) adalah amalan yang saat ini tersebar di tengah-tengah kaum muslimin. Bagaimana tinjauan Islam akan puasa ini? Apakah benar dianjurkan?
Tinjauan Hadits
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta'ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.” Hadits ini disebutkan oleh Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) dan Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam Al Mawdhu’at (2: 566).
Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181)  mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
Ibnul Jauzi dalam Al Mawdhu’at (2: 566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.[1]
Kesimpulannya, hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.
Fatwa Ulama
Dr. Salman bin Fahd Al ‘Audah (pimpinan umum web islamtoday.net) mendapat pertanyaan, “Ada saudara kami yang biasa berpuasa di awa dan akhir tahun hijriyah. Ia mengklaim bahwa ajaran tersebut termasuk sunnah. Bagaimana hukum puasa ini? Jazakallah khoirol jaza’.”

Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, wa ba’du:
Perlu diketahui bahwa mengkhususkan suatu hari, waktu, atau tempat dengan shalat atau ibadah lainnya adalah menjadi keputusan syari’at. Tidak boleh bagi seorang pun menentukan hal ini dengan semaunya. Puasa di awal dan akhir tahun hijriyah, bukanlah suatu amalan yang diperintahkan dan tidak memiliki dasar sama sekali. Tidak ada satu pun hadits shahih dan selainnya yang menganjurkan puasa tersebut. Oleh karena itu, puasa seperti itu tidaklah diperintahkan. Hendaknya saudari tersebut berpuasa tiga hari setiap bulannya jika ia mau. Atau ia bisa pula berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) dan satu hari sebelumnya. Ia pun bisa melakukan puasa Arofah (9 Dzulhijjah) jika ia tidak punya hajat. Semoga Allah menerima amalan kita dan engkau. (Sumber: islamtoday.net)

Tinggalkan Bid’ah!
Nasehat kami, masih banyak puasa sunnah lainnya yang bisa kita amalkan bahkan dalam setahun banyak sekali tuntunan puasa sunnah yang menuai pahala besar di sisi Allah. Seharusnya kita mencukupkan diri dengan amalan tersebut. Masih ada puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram, ada pula puasa Arofah dan puasa Senin Kamis. Puasa seperti ini cobalah kita rutinkan, kenapa mesti mengamalkan sesuatu yang tidak berdasar [?]
Lihat bahasan puasa sunnah dalam setahun di di sini.
Ingatlah bahwa amalan tanpa dasar (baca: bid’ah) bukanlah malah mendekatkan diri seseorang pada Allah, namun malah membuat semakin jauh dari rahmat-Nya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ayyub As Sikhtiyani -salah seorang tokoh tabi’in- bahwa beliau mengatakan:
“Semakin giat pelaku bid’ah dalam beribadah, semakin jauh pula ia dari Allah.” (Hilyatul Auliya’, 1: 392).

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1: 219, Asy Syamilah)
Alhamdulillah, rumaysho.com juga telah membahas amalan lainnya dalam menyambut awal tahun hijriyah yang keliru di sini.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 29 Dzulhijjah 1432 H
www.rumaysho.com
[1] Hasil penelusuran di www.dorar.net
You might also like:
TERJEMAHAN  ALQUR’AN 30 JUZ
2.   SURAT 3. ALI 'IMRAN             


PENTING : Jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)

2 komentar:

  1. Yusuf Mansur Network


    ‎( AMALAN ) PUASA TASUA DAN ASYURA - Hari Tasua dan Asyura pada tahun ini, 1434 Hijriyah, sebagaimana yang tertera dalam kalender yang beredar di masyarakat Indonsia -Insya Allah-, jatuh pada hari Jum'at dan Sabtu besok yang bertepatan dengan tanggal 23 dan 24 November 2012 M. Maka kami mengajak saudara-saudara seiman untuk berpuasa pada dua hari tersebut untuk menghidupkan sunnah Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam ini. Semoga kita mendapatkan janji yang disebutkan dalam hadits nabawi, yaitu diampuni dosa-dosa selama setahun yang lalu. Semoga Allah memberikan kemudahan dan kekuatan kepada kita untuk melaksanakannya.

    Disunnahkan untuk menambah puasa Asyura dengan puasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal Sembilan Muharram yang dikenal dengan hari Tasua. Tujuannya, untuk menyelisihi kebiasaan puasanya Yahudi dan Nashrani.

    Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, beliau berkata, Ketika Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan, Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani. Lalu beliau Shallallaahu Alaihi Wasallam bersabda, Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi shallallaahu alaihi wasallam sudah wafat. (HR. Muslim, no. 1916)

    Berkata Imam al-Syafii dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan selainnya, Disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh secara� keseluruhan, karena Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam telah berpuasa pada hari ke sepuluh dan berniat puasa pada hari kesembilan.

    (Apa Hikmah Berpuasa Hari Tasua?)

    Imam al-Nawawi rahimahullaah menyebutkan tentang tiga hikmah dianjurkannya shiyam hari Tasua: Pertama, maksud disyariatkan puasa Tasua untuk menyelesihi orang Yahudi yang berpuasa hanya pada hari ke sepuluh saja.

    Kedua, maksudnya adalah untuk menyambung puasa hari Asyura dengan puasa di hari lainnya, sebagaimana dilarang berpuasa pada hari Jumat saja. Pendapat ini disebutkan oleh al-Khathabi dan ulama-ulama lainnya.

    Ketiga, untuk kehati-hatian dalam pelaksanaan puasa Asyura, dikhawatirkan hilal berkurang sehingga terjadi kesalahan dalam menetapkan hitungan, hari ke Sembilan dalam penanggalan sebenarnya sudah hari kesepuluh.

    Dan alasan yang paling kuat disunnahkannya puasa hari Tasua adalah alasan pertama, yaitu untuk menyelisihi ahli kitab. Kitab al Fatawa al-Kubra berkata, Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam melarang bertasyabbuh dengan ahli kitab dalam banyak hadits. Seperti sabda beliau tentang puasa Asyura

    ( Diantara Keutamaan Bulan Muharram )

    Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram yang telah Allah muliakan. Secara khusus Allah melarangan berbuat zalim pada bulan ini untuk menunjukkan kehormatannya.

    Allah Taala berfirman,
    Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. Al-Taubah: 36)

    Ini menunjukkan, mengerjakan perbuatan zalim/maksiat pada bulan ini dosanya lebih besar daripada dikerjakan pada bulan-bulan selainnya.

    Sebaliknya, amal kebaikan yang dikerjakan di dalamnya juga dilebihkan pahalanya. Salah satu amal shalih yang dianjurkan oleh Nabi shallallaahu alaihi wasallam untuk dikerjakan pada bulan ini ibadah shiyam. Beliau menganjurkan untuk memperbanyak puasa di dalamnya.

    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
    berkata, Rasulullah Shallallaahu Alaihi
    Wasallam bersabda, Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu. (HR. Muslim, no. 1982)

    BalasHapus
  2. K. H. Muhammad Arifin Ilham
    12 November sekitar Daerah Khusus Ibukota Jakarta
    Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu. Sahabat sholehku, kembali besok rabu dan kamis kita digembirakan Allah & RasulNya dg puasa Tasu'a dan 'Asyuro, berpuasa 9 dan 10 Muharram. Dari Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah tiba di Madinah, maka beliau melihat org org Yahudi berpuasa hari 'Asyura. Beliau bertanya kpd mrk, "Ada apa ini? "mrk menjawab, "Ini adalah hari yg baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mrk. Maka Nabi Musa berpuasa pada hari ini. "Rasulullah bersabda, "Saya lebih layak dg nabi Musa dibandingkan kalian. Maka beliau berpuasa 'Asyura dan memerintahkan para sahabat u berpuasa 'Asyura" (HR Bukhari & Muslim). Puasa ini sbg tanpa syukur atas selamatnya nabi Musa, nabi Harun & kaumnya yg selamat dari kezholiman Fir'aun & pengikutnya, bangga bahagia sbg umat nabi Muhammad, & tentu sangat bersyukur kpd Allah yg memberi hadiah ampunan dosa setahun yg lalu, "Rasulullah ditanya tentang puasa hari 'Asyura, maka beliau bersabda, "Ia dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yg lalu" (HR Muslim). Dan afdholnya dimulai 9 Muharram atau berpuasa tasu'a, Dari Abdullah bin Abbas berkata: “Ketika Rasulullah melakukan puasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura, maka para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, ia adalah hari yg diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani”. Maka beliau bersabda, “Jika begitu, pada tahun mendatang kita juga akan berpuasa pada hari kesembilan, insya Allah". Ternyata tahun berikutnya belum datang, Rasulullah telah wafat” (HR. Muslim). "Allahumma ya Allah terimalah amal ibadah kami, maafkan kesalahan kami dan ampunilah seluruh dosa dosa kami...aamiin". Sebarkan ini sahabat sholehku agar semakin byk sahabat kita yg faham Agama Allah yg mulia ini dan menghidupkan sunnah RasulNya...aamiin.

    BalasHapus