Hidayatullah.com–Pemberian vaksin kepada anak-anak yang bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh malah dirasa bermasalah. Itulah yang kini terjadi pada ibu-ibu di Amerika Serikat (AS). Mereka merasa bahwa vaksin dengan bahan pengawet thimerosal yang diberikan kepada anak-anak mereka telah memicu sindrom autisme.
Thimerosal adalah senyawa organomerkuri. Di AS, thimerosal biasa digunakan untuk antiseptik dan antifugal. Kandungan merkuri thimerosal bisa mencapai 49 persen.
Ibu-ibu yang merasa dirugikan kemarin mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengacara mereka berusaha menunjukkan bahwa bahan pengawet yang menggunakan merkuri dapat memicu gejala autisme.
Sebagai bukti nyata, seorang anak laki-laki dari Portland, Oregon, akan menjalani serangkaian tes untuk membuktikan hal itu. Pengacaranya menyatakan bahwa bocah tersebut sebelum divaksinasi dalam kondisi sehat, bahagia, dan normal.
Tapi setelah divaksinasi dengan thimerosal, kondisinya mengalami kemunduran. Jika hal itu terbukti benar, ratusan keluarga tersebut akan mendapatkan uang kompensasi.
Secara keseluruhan, hampir 4.900 keluarga telah mengajukan klaim ke Pengadilan Federal AS (pengadilan yang menangani klaim melawan pemerintah AS, Red). Mereka menyatakan bahwa vaksin tersebut menyebabkan autisme dan masalah-masalah saraf pada anak-anak mereka.
Pengacara dari keluarga yang mengajukan gugatan menyatakan bahwa mereka akan menunjukkan bukti bahwa suntikan vaksin yang mengandung thimerosal menyebabkan endapan merkuri di otak. Zat merkuri tersebut telah membangkitkan sel otak tertentu yang memicu autisme sehingga anak cenderung acuh.
“Di beberapa anak, ada cukup merkuri untuk membuat pola neuroinflammatory kronis yang dapat memicu penyakit autisme regresif,” ujar Mike Williams, salah seorang pengacara para ibu tersebut.
Badan ahli khusus dari pengadilan telah menginstruksi penggugat untuk melakukan tes untuk membuktikan teori penyebab autisme tersebut. Mereka juga menunjuk tiga ahli untuk menangani kasus itu.
Tiga kasus di kategori pertama pernah didengar dan diajukan tahun lalu, namun sampai saat ini belum ada keputusannya. Kasus yang disidangkan kemarin difokuskan pada teori kedua tentang penyebab autisme.
Teori tersebut menyatakan bahwa thimerosal yang terdapat dalam vaksin menyebabkan autisme. Para pengacara keluarga itu berharap bisa meyakinkan para ahli bahwa thimerosal menyebabkan peradangan yang memicu autisme regresif.
Namun, banyak di antara anggota komunitas medis merasa skeptis terhadap klaim tersebut. Mereka takut klaim itu akan mengakibatkan beberapa orang tidak melakukan vaksinasi atas anak-anaknya.
“Yang saya sayangkan adalah orang-orang yang antivaksin akan beralih dari satu hipotesis ke hipotesis berikutnya tanpa menengok kasus di belakangnya,” ujar Dr Paul Offit, direktur pusat pendidikan vaksinasi di rumah sakit anak Philadelphia.
Sebenarnya, beberapa tahun belakangan thimerosal telah dihilangkan dari standar vaksinasi anak-anak, kecuali dalam vaksin flu yang tidak dikemas dalam satu dosis. Pusat pengendalian penyakit AS (Centers for Disease Control/CDC) menyatakan bahwa vaksin flu yang mengandung thimerosal hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas.
Pada 2004, institut obat-obatan di AS telah mengadakan penelitian tentang penggunaan thimerosal dalam vaksin. Berdasar penelitian tersebut, tidak ada bukti-bukti nyata yang menunjukkan bahwa penggunaan thimerosal dapat memicu autisme pada anak-anak.
Meski demikian, ratusan keluarga yang menuntut mempunyai pendapat berbeda. Berdasar pengalaman, anak-anak mereka menderita gejala autisme setelah pemberian vaksin dengan thimerosal tersebut.
Website yang dirilis pengadilan menunjukkan bahwa lebih dari 12.500 klaim telah diajukan sejak program vaksinasi dengan thimerosal pada 1987. Dari keseluruhan klaim tersebut, 5.300 klaim adalah kasus autisme dan lebih dari USD 1,7 miliar (Rp 15,7 triliun) telah dibayarkan. Website itu juga menyatakan bahwa saat ini lebih dari USD 2,7 miliar (Rp 24,94 triliun) dana yang berasal dari pajak pertambahan nilai telah disediakan untuk meng-cover jika terjadi masalah dalam program vaksinasi. [ap/cha/berbagai
sumber/www.hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar