TESTIMONI
PELAUT SENIOR ANGGOTA KPI
Mohon kiranya berkenan
dibaca secara seksama hanya untuk sekedar pencerahan para sahabat Pelaut
Indonesia dimana saja sahabat berada. Khususnya untuk dipelajari oleh para
pimpinan, korlap, aktivis, simpatisan dan yang peduli terhadap aksi damai
“Peregerakan Pelaut Indonesia” yang dinakhodai oleh Bung Andry Sanusi. Dimaksud
agar dalam melihat organisasi KPI bisa utuh, tidak sepenggal-sepenggal, dan
menyimaknya dari sisi institusi, bukan dari perbuatan oknum pengurusnya yang
disebut PP KPI. Terima kasih, dan salam perjuangan selalu.ORGANISASI KPI INDEPENDEN
Terkait pendekatan historis organisasi Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) yang berdiri pada 27 April 1976, didahului dengan ikrar bersama antara Pengurus Pusat (PP) Persatuan Pelaut Indonesia (PPI) yang lahir pada 6 Februari 1967 dengan Serikat Pelaut Indonesia (SPI) yang dibentuk pada 24 November 1975. Sejatinya berpijak pada kesadaran para Pelaut Indonesia dalam upaya menghilangkan adanya dualisme dan demi menjalankan satu komitmen akan pentingnya hakikat persatuan dan kesatuan serta atas kesamaan visi dan misi, dalam rangka organisasi pelaut melaksanakan tugas pembinaan dan perlindungan kepada Pelaut Indonesia secara lebih efisien dan efektif.
Berdirinya KPI mainstreamsnya diawali oleh adanya anjuran Menko Maritim Letjend KKO Ali Sadikin atas pertimbangan perlunya sekian banyak organisasi pelaut untuk keluar dari Front Pelaut Indonesia (FPI) hasil musyawarah pelaut pada November 1964. Anjuran tersebut akibat timbulnya peristiwa G30S/PKI, maka sekian banyak organisasi tersebut kemudian mau memenuhinya dengan melahirkan PPI dan yang didahului dengan deklarasi bersama pada 28 Oktober 1966, termasuk membentuk kepengurusan pada 9 Februari 1967. Untuk legalitas PPI sebagai wadah tunggalnya Pelaut Indonesia, Dirjen Hubla Laksda TNI Haryono Nimpuno lalu membuat SK pengesahan No. 87 pada 23 Maret 1975.
Dengan demikian organisasi KPI sejak bernama PPI meskipun telah diperkuat dengan SK Dirjen Hubla, organisasi KPI adalah murni organisasi pelaut yang independen atas latar belakang dilahirkan dari keinginan dan kesepakatan para Pelaut Indonesia untuk membentuk organisasi kesatuan profesinya. Dimana kemudian latar belakang tersebut dijadikan konsideran Mukadimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KPI oleh para Founding Fathers. Hal ini memberi artikulasi jelas terkait adanya kesepakatan para Pelaut Indonesia sebagai pemilik sah kedaulatan dan yang dijamin konstitusi di organisasi KPI. Sehingga tidak ada diskriminasi keanggotaan dalam menjaga makna kesatuan.
Oleh sebab itu, organisasi KPI bukan menjadi organisasi exofficio instansi Ditjen Hubla. Apalagi jika ditelusuri sejarahnya saat masih bernama PPI meski sudah ada SK Dirjen Hubla, nyatanya telah terdaftar di Depnakertranskop berdasarkan SK Nomor 2236 tanggal 27 November 1975. Menyusul setelah bernama KPI, tercatat sebagai Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) anggota Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) No. 17 berdasarkan SK No. 390 tanggal 20 Juni 1977. Bahkan pada 1981 organisasi KPI sudah diterima menjadi anggota International Transportworkers’ Federation (ITF) dengan nomor afiliasi 8151. Pada posisi dan kedudukan seperti ini kemudian jika ada yang menyebut organisasi KPI menjadi organisasi exofficio Ditjen Hubla, tentu selain melanggar Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 (Keppres No. 83 Tahun 1998) dan Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 (UU No. 18 Tahun 1956), juga akan ditolak oleh ITF saat organisasi KPI baru mendaftar menjadi afiliasi ITF pada tahun 1981 itu.
ORGANISASI KPI MANDIRI
Ketika organisasi KPI berhasil melakukan adanya perjanjian kerjasama dengan perusahaan yang merekrut Pelaut Indonesia untuk bekerja ke kapal-kapalnya yang berbentuk Perjanjian Kesepakatan Bersama atau Collective Bargaining Agreement (CBA), yang hasil dari CBA itu kemudian organisasi KPI menerima setoran kontribusi sebesar 4 persen dari perusahaan yang dihitung dari gaji pokok bulanan setiap pelaut yang dipekerjakan di perusahaan itu. Alasannya untuk kepentingan pembinaan, diklat dan kesejahteraan bagi Pelaut Indonesia.
Tercatat sampai dengan bulan Juni 1975, PPI telah berhasil menyalurkan pelaut ke kapal-kapal asing sejumlah 5.049 orang dalam berbagai jabatan, dan saat itu standard gaji pokok rating masih US$ 300 perbulan, menjadikan organisasi KPI memiliki kekayaan yang begitu signifikan. Dari jumlah kekayaan yang menjadi asset KPI itu, pada November 1986 akhirnya memiliki Kantor KPI Pusat sendiri yang beralamat di Jl. Cikini Raya No. 58AA/BB Jakarta Pusat, setelah selama PPI numpang di Kompleks AIP Gunung Sari. Menyusul kemudian organisasi KPI memiliki Klinik Kesehatan bagi Pelaut Indonesia dan keluarganya yang bernama Baruna Medical Center (BMC) pada 6 Juli 1987, yang diresmikan oleh Menaker Cosmas Batubara pada 14 Agustus 1989.
Dalam perkembangannya rekening organisasi KPI di Bankok Bank, bank untuk penerimaan transfer setoran CBA. Oleh PP KPI periode 1997-2001 dibelanjakan sebagian untuk membebaskan lahan tadah hujan di lokasi Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, seluas 50 hektar dengan anggaran dikeluarkan sebesar Rp. 10 milyar. Pemilikan tanah tersebut untuk memenuhi program pembangunan proyek Kampus Diklat Pelaut KPI dalam rangka memenuhi ketentuan Konvensi International Maritime Organization (IMO) tentang STCW 1978.
Breaking land Kampus Diklat Pelaut KPI secara resmi disetujui oleh Menhub Agum Gumelar pada Februari 2001. Maka jika dilihat dari perspektif ini, organisasi KPI sudah mandiri. Dan jika harus disandingkan dengan organisasi serikat pekerja lainnya, bisa jadi kekayaan organisasi KPI tak tertandingi. Miyaran, bahkan trilyunan.
ORGANISASI KPI DI ERA REFORMASI
Arus deras reformasi akhirnya mempengaruhi juga daya kritis Pelaut Indonesia yang mulai merasa tidak puas dengan kepengurusan organisasi KPI ditingkat pusat (PP KPI), yang selama tahun 1976 sampai 2001 dibawah kepemimpinan pejabat atau mantan pejabat Pemerintah cq. Ditjen Hubla. Bahwa kemudian SK pengesahan wadah tunggal oleh Dirjen Hubla memang belum dicabut. Bahwa afiliasi KPI di ITF tahun 1981 masih ada. Bahwa legalitas hukum disahkannya AD/ART KPI oleh Menteri Kehakiman No. C2-4555 tanggal 20 Mei 1989 dan Tambahan Berita Negara No. 54 tanggal 7 Juli 1989, kendati sudah melewati Munas III KPI tahun 1992 dan Munas IV KPI tahun 1997, belum juga diperbarui.
Namun ketidakpuasan Pelaut Indonesia yang ingin kemandirian organisasi tetap terjaga dan agar tidak melanggar Konvensi ILO No. 87/1948 dan Konvensi ILO No. 98/1949, serta tidak digiring jadi organisasi exofficio Ditjen Hubla. Kemudian organisasi KPI diseret menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Purwakarta, Jawa Barat pada 22 April 2000.
Hanya saja Munaslub KPI tidak menghasilkan perubahan kepengurusan, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KPI pun segera digelar pada 26-27 Oktober 2000 di Semarang, Jawa Tengah, yang menetapkan Munas V KPI pada 15-17 di Malino, Sulawesi Selatan. Munas V KPI terbukti tidak juga ada perubahan karena dead lock, akibat laporan pertanggungjawaban PP KPI 1997-2001 ditolak peserta munas.
Gerakan Emansipasi Pelaut Untuk Reformasi (GEMPUR) pun terus melakukan desakan sampai benar-benar terjadi perubahan. Digelar Munaslub KPI kembali di Hotel Cempaka Jakarta Pusat pada 7-9 April 2001. Dari munaslub ini kemudian Pelaut Indonesia merasa lega, karena hasilnya ada. Yang mana semua pejabat atau pensiunan Ditjen Hubla tergusur dari kepengurusan PP KPI untuk periode 2001-2004.
Dan untuk mengawal kepengurusan hasil munaslub, sebagian aktivis GEMPUR membentuk Majelis Perwakilan Anggota (MPA) KPI guna mengantar organisasi KPI yang sudah reformasi sampai diselenggarakan Munas VI atau Kongres VI KPI di Hotel Mandarin Oriental Jakarta Pusat pada 20-22 Desember 2004. Kongres VI kemudian menghasilkan kepengurusan definitif periode 2004-2009, dan baru MPA bubar untuk digantikan Dewan Pengawas sesuai ketetapan Kongres VI KPI tersebut.
Namun pada realitanya, tidak pernah disusun komposisi Dewan Pengawas oleh PP KPI. Karena tak ada pengawasan, mulai sejak itu nampak para aktivis pelaut reformasi merasa kecewa. Persoalan tanah seluas 50 hektar di Muara Gembong yang gagal dibangun Kampus Diklat Pelaut KPI, surat PP KPI periode 2004-2009 pada Agustus 2009 yang mengklem atas tanah itu milik KPI, terbukti gagal untuk menguasai tanah tersebut.
ORGANISASI KPI MENUAI PRAHARA
PP KPI periode 2004-2009 yang jika dihitung orang-orangnya, berarti sudah dua periode (minus jabatan Wakil Presiden), mereka menjabat di kepengurusan PP KPI sejak periode 2001-2004 hasil Munaslub. Nampaknya melalui Kongres VII KPI yang dilaksanakan pada 15-17 Desember 2009 di Hotel Sheraton Bandara Cengkareng, Banten, mereka ingin terus saja berkuasa agar kembali memimpin periode 2009-2014 sebagai periode yang ketiga kalinya.
Telah didapat catatan dari Pimpinan Sidang Kongres VII KPI, dengan kronologi diantaranya :
1. Tanggal 16 Desember 2009 (hari kedua kongres) :
jam 19.30 WIB, memasuki Sidang Paripurna III, ruang sidang tiba-tiba kedatangan sekelompok orang berjumlah 32 orang yang tidak diundang tapi mengaku anggota KPI, yang menginginkan menjadi peserta kongres. Mereka mengaku atas seijin bahkan ada restu Hanafi Rustandi, Mathias Tambing dan Sonny Pattiselano (PP KPI yang sudah demisioner). Pimpinan Sidang Kongres VII KPI kemudian mengambil sikap untuk skorsing.
jam 20.00 WIB, Pimpinan Sidang Kongres VII KPI memutuskan agar Hanafi Rustandi (Presiden KPI demisioner) memulangkan sekelompok orang yang tidak diundang tersebut. Tapi Hanafi yang sudah sepakat itu kemudian berubah sikap dan dengan dalih bahwa sekelompok orang itu sebetulnya hanya ingin mengetahui apa acara selanjutnya, yang saat itu memasuki agenda penetapan hasil Komisi A, B, dan C. Pimpinan Sidang tanpa ada ketua, pasalnya ketua sedang bertemu khusus dengan sekelompok orang yang telah membuat gaduh itu, kemudian melanjutkan. Hanya saja karena ketentuan waktu yang sesuai jadwal sudah melebihi waktu, maka jadwal acara pun diputuskan Pimpinan Sidang Kongres VII minus ketua untuk ditutup dan dilanjutkan pada keesokan harinya.
2. Tanggal 17 Desember 2009 (hari ketiga / hari terakhir kongres) :
jam 08.00 WIB, adalah waktu yang diluar jadwal dan atau mempercepat satu jam dari jadwal yang sudah disahkan dalam tatib kongres. Anggota Pimpinan Sidang Kongres VII KPI, Mathias Tambing, tiba-tiba mengambil alih Pimpinan Sidang Kongres VII KPI yang akan mengagendakan Sidang Paripurna IV tanpa diketahui atau tanpa adanya persetujuan ketua (John Kadiaman) dan sekretaris (Tonny Pangaribuan). Pengambilalihan secara sepihak Pimpinan Sidang Kongres VII oleh Mathias ternyata mengabaikan pelaksanaan registrasi peserta kongres lebih dulu. Sementara ruangan sidang hanya baru terisi setengahnya dari jumlah peserta 129 orang. Sedangkan baik ketua maupun sekretaris Pimpinan Sidang Kongres VII KPI belum memasuki ruangan sidang, karena memang belum waktunya untuk menggelar sidang sesuai dengan tatib yang sudah ditetapkan.
jam 09.00 WIB, atas kejanggalan yang tidak lagi memenuhi aturan dan yang tidak sesuai juga dengan tatib kongres, maka sebagian peserta yang hadir kemudian walk out (keluar) dari ruangan sidang yang harusnya bisa mengikuti Sidang Paripurna IV yang terjadwalkan sesuai tatib kongres.
jam 09.15 WIB, selain tidak ada jadwal acara pemilihan kepengurusan baru untuk PP KPI periode 2009-2014, juga Sidang Paipurna V untuk agenda penutupan secara resmi pun gagal alias tidak jadi, karena peserta sudah pada bubar.
jam 10.00 WIB, dari kamar hotel bernomor 2101, Mathias Tambing (Sekjen PP KPI demisioner), disaksikan oleh mantan Wakil Presiden KPI Haneman Suria, Danny Rumambi (anggota Pimpinan Sidang Kongres VII KPI), serta Imam Effendi (peserta) dan Irianto Pinontoan (peserta). Mathias dengan lantang menegaskan bahwa Kongres VII KPI di Hotel Sheraton Bandara Cengkareng, Banten, dinyatakan cacat hukum. Dinyatakan tidak sah. Dan, dinyatakan pula gagal.
jam 12.00 WIB, Peserta Kongres VII KPI yang masih tersisa check-out dari hotel. Kongres VII KPI dengan demikian tidak sampai tuntas sesuai tatib kongres, karena pada realitanya lebih dulu terjadi dead lock.
Dari kronologi yang sudah terang benderang seperti ini, baik ketua (John Kadiaman) maupun sekretaris (Tonny Pangaribuan) selaku Pimpinan Sidang Kongres VII KPI yang dengan tegas telah mengakui, bahwa tidak satupun dokumen yang ditandatangani sebagai tanda pengesahan. Termasuk tidak pernah menandatangani hasil pemilihan kepengurusan baru untuk PP KPI periode 2009-2014 sebagai ketetapan kongres untuk disahkan. Pasalnya jelas, tidak ada pemilihan kepengurusan baru sesuai jadwal yang diatur dalam tatib kongres.
Tidak adanya kepengurusan baru untuk PP KPI periode 2009-2014 juga banyak disampaikan oleh para pelaut yang menjadi peserta kongres. Mereka melihat, mengetahui, dan mendengar atas terjadinya peristiwa Kongres VII KPI yang dead lock. Mereka adalah saksi hidup yang bisa saja mengcounter pernyataan Mathias yang mengklem bahwa secara hukum Kongres VII KPI sah, termasuk PP KPI periode 2009-2014 juga sah.
Maka dari sinilah prahara mulai dituai oleh organisasi KPI akibat dari perbuatan PP KPI sendiri yang justru ingin melanggengkan kekuasaan status quonya, yang awalnya diharapkan bisa menampilkan demokrasi justru berlaku anti demokrasi. Yang semula diharapkan membuka transparansi, justru menguncinya dengan sikap tertutup dan tersembunyi. Yang didambakan Kongres VII KPI berjalan nyaman dan damai, justru gaduh akibat kehadiran sekelompok orang yang tak diundang dan bergaya preman, justru mengacaukan persidangan dan berakibat fatal dengan tidak adanya pemilihan kepengurusan baru PP KPI periode 2009-2014, karena kongres dibuat dead lock.
ORGANISASI KPI MENGUNDANG KONTROVERSI
PP KPI periode 2009-2014 yang tidak pernah ada, jika dihitung berarti sudah tiga periode orang-orang itu berkuasa dari sejak Munaslub 2001, Kongres VI 2004 dan sampai Kongres VII 2009 yang dead lock. Sepanjang periode 5 tahunan dari tahun 2009-2014, pada realitanya telah mengundang kontroversi dengan adanya pemberlakukan kebijakan PP KPI yang berkuasa itu terhadap :
1. Pemberlakuan KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang ditetapkan gratis sesuai Permenakertrans No. 14 Tahun 2010 dan dengan memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pajak No. 141 Tahun 2010. Tetapi dengan kerjasama oknum BNP2TKI, PP KPI mengutip dana sebesar Rp. 350.000,- terhadap pelaut pemohon KTKLN untuk rating dan Rp. 700.000,- untuk perwira. Sehingga terbitnya surat Dirjen Hubla No. PK.302, tanggal 27 Desember 2013, tentang Tidak Mempersyaratkan Kepemilikan KTKLN Bagi Pelaut/Awak Kapal, disamping terbitnya surat itu terlambat juga cenderung diabaikan karena pungutan sudah lama berlangsung.
2. Pemberlakuan SID (Seafarers Identity Document) yang dikeluarkan Ditjen Hubla dengan pungutan biaya hanya sebesar Rp. 10.000,- berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Pajak Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kemenhub. Tapi dengan adanya kerjasama oknum Ditjen Hubla, PP KPI juga mengutip dana sebesar Rp. 350.000,- untuk pelaut pemohon rating dan sebesar Rp. 700.000,- untuk pelaut pemohon perwira. Sehingga terbitnya PP No. 11 Tahun 2015, tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang berlaku di Kemenhub dengan adanya tarif pungutan baru yang sebesar Rp. 350.000,- (rating) dan Rp. 700.000,- (perwira), dipastikan sudah terlambat sebab pungutannya sudah berjalan.
Dari akibat kebijakan pemungutan pemberlakuan KTKLN dan SID tersebut yang nilai kutipan uangnya begitu sangat memberatkan pelaut pemohon, membuat organisasi KPI akhirnya mengundang kontroversi yang semakin menambah prahara dan menjadi pembicaraan bersifat protes di media sosial.
ORGANISASI KPI DI ERA PRESIDEN JOKO WIDODO
Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah presiden ke-7 yang untuk pertama kalinya seorang presiden Republik Indonesia yang dalam kampanye Pilpres 2014 berani menggulirkan visi Poros Maritim Dunia, dan saat menjadi presiden kemudian mengusung program prioritas Tol Laut. Baik visi maupun program tersebut, sudah barang tentu sangat membutuhkan sumber daya manusia (SDM) pelaut yang dipastikan akan menjadi tulang punggung potensial dalam rangka mendukung sekaligus menyukseskan visi dan program tersebut.
Sadar akan pentingnya professi pelaut di era pemerintahan Presiden Jokowi, maka organisasi pelaut sebagai kendaraan untuk memperjuangkan potensi pelaut dalam rangka menjadi motor penggerak program prioritas Tol Laut dan terwujudnya visi Poros Maritim Dunia. Kepengurusan organisasi KPI yang sejak tahun 2009 tidak pernah ada karena Kongres VII KPI terjadi dead lock, harus dipulihkan dari delegitimasinya sekian lama, agar organisasi KPI menjadi kuat serta menjadikannya sebagai alat perjuangan Pelaut Indonesia di masa depan.
Apalagi sekarang ini, Maritime Labour Convention (MLC) tahun 2006 sebagai instrumen hukum yang dibuat oleh International Labour Organization (ILO) yang di adopsi pada bulan Februari 2006 dan baru dapat diberlakukan mulai 20 Agustus 2013. Namun sayangnya Indonesia sebagai negara anggota IMO, sampai saat ini belum juga meratifikasinya. Maka akan menjadi tantangan sangat berat bagi organisasi KPI sebagai organisasi serikat pekerjanya Pelaut Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak dasarnya yang diatur berdasarkan MLC 2006 tersebut.
Kami, Pelaut Senior Anggota KPI menyadari, bahwa pelaut adalah pekerja yang memiliki karakter dan sifat pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan di sektor lain. ILO juga menyadari bahwa sesuai dengan survey yang dilakukan berbagai organisasi, transportasi barang dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu negara ke negara yang lain, ternyata 90 persen dilakukan dengan menggunakan transportasi laut. Bahwa saat ini sekitar 1,2 triliun pelaut bekerja hanya untuk mengantarkan barang-barang tersebut melalui kapal-kapal dimana mereka bekerja, maka potensi pelaut menjadi sangat penting.
Oleh karena itu tidak hentinya para anggota ILO membahas bagaimana meningkatkan kesejahteraan pelaut melalui ketentuan-ketentuan yang dapat diterima secara mendunia, yang kemudian berbentuk MLC 2006 tersebut. Sehingga menjadi sangat mendesak untuk organisasi KPI berperan aktif dalam kerangka memperjuangkannya.
Adalah menjadi naif jika kesadaran Pelaut Indonesia untuk memulihkan PP KPI dengan jalan elegan lewat Kongres Luar Biasa (KLB) karena sedang dihadapkan oleh suasana yang luar biasa. Dimaksudkan agar organisasi KPI menjadi kuat. Kemudian nampak kasat mata dihalang-halangi oleh PP KPI, yang sebenarnya sejak 2009 tidak pernah ada. Juga di cuekin oleh Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Perhubungan hanya karena selalu berdalil itu hanya urusan internal saja yang harus diselesaikan juga secara internal pula.
Padahal soal pelaut dan organisasinya, bukan soal internal semata-mata. Tapi pengaruhnya bisa sampai ke eksternal. Yang bisa mempengaruhi ekonomi nasional, regional dan global.
Dari logika pelaut yang tergolong orang awam. Tentunya karena pada Kongres VII KPI itu terbukti tidak ada pemilihan kepengurusan periode 2009-2014, maka PP KPI sadar diri, bukan malah makin buas dalam berkuasa. Sebaliknya justru PP KPI dengan duduk diatas singgasana gading emasnya malah menampilkan sikap otoriternya dengan menolak delegasi aksi Pergerakan Pelaut Indonesia pada 12 Mei 2016 untuk bisa diterimanya, Bahkan, delegasi pelaut juga dilarang masuk ke Kantor KPI Pusat di Cikini, padahal itu adalah “Rumah Pelaut” sendiri.
Ironisnya Negara yang selalu diharapkan Pelaut Indonesia untuk diminta hadir guna menyelesaikan kemelut organisasi KPI yang sudah rusak selama tujuh tahun ini sejak 2009, justru pihak Pemerintah terkait nampak terkesan tidak mau memperdulikannya. Dan hal ini sebenarnya yang menunjukkan pengkhianatan terhadap butir pertama Nawa Cita yang menjadi misi Presiden Jokowi dalam kebijakan untuk pembangunan nasional Kabinet Kerja, termasuk memunggungi seruan Revolusi Mental Presiden Jokowi untuk reformasi birokrasinya.
Sementara dalam Mukadimah AD/ART KPI telah jelas tertuang konsideran yang menegaskan, bahwa kami para Pelaut Indonesia bersepakat untuk membentuk suatu organisasi kesatuan dengan nama “Kesatuan Pelaut Indonesia” disingkat KPI. Dengan demikian sudah dapat dipastikan, bahwa organisasi KPI adalah miliknya para Pelaut Indonesia yang sah dan dijamin konstitusi, sehingga tidak perlu lagi diinterpretasikan macam-macam. Apalagi hanya karena alasan jika pelaut tidak memenuhi kewajiban membayar iuran anggota secara berturut-turut selama satu tahun kemudian dinyatakan keanggotaan berakhir.
Inilah yang kemudian menjadi distorsi. Inilah yang sangat menciderai kesepakatan para Pelaut Indonesia dalam membentuk organisasi KPI sebagai suatu organisasi kesatuan. Sementara PP KPI yang tidak pernah ada sejak tahun 2009 itu, untuk jabatan Sekjen itu ternyata bukan pelaut sejati. Wakil Sekjennya juga sebenarnya tidak pernah berkontribusi. Mereka gemar sekali berbicara soal keanggotaan KPI atau bukan, padahal sang Sekjen dan Wakilnya itu, jelas-jelas bukan berstatus pelaut dan sama sekali tidak pernah berkontribusi di KPI.
Sementara belakangan ini adanya nama Hasudungan Tambunan yang mengakui sebagai Presiden KPI periode 2014-2019, yang dihasilkan dari Kongres VIII KPI di Hotel Four Season Kuningan Jakarta Selatan pada 15-16 Desember 2014. Menurut pendapat kami, Pelaut Senior Anggota KPI, dan jika dikaitkan dengan adanya surat balasan dari Kemenkumham tertanggal 29 Oktober 2015 yang menegaskan bahwa organisasi KPI tidak terdaftar, jelas-jelas yang namanya Hasudungan Tambunan sebagai Presiden KPI periode 2014-2019 tidak punya legalitas hukumnya di Kemenkumham, atau tidak sah alias ilegal.
Pendapat kami hanya cukup menggunakan logika dan nalar. Kongres VIII KPI tahun 2014 itu diselenggarakan oleh PP KPI periode 2009-2014. PP KPI periode tersebut itu tidak pernah ada akibat Kongres VII KPI tahun 2009 tidak memilih kepengurusan baru akibat terjadi dead lock. Maka PP KPI penyelenggara dan penanggungjawab Kongres VIII KPI tahun 2014, dipastikan tidak memiliki legal standing. Dengan demikian Kongres VIII KPI tahun 2014 yang diselenggarakan oleh PP KPI yang tidak mempunyai legal standing, maka batal demi hukum.
Berikutnya PP KPI periode 2014-2019 yang dihasilkan oleh Kongres VIII KPI yang batal demi hukum itu, maka eksistensi PP KPI tersebut menjadi tidak sah alias ilegal. Artinya, kami tidak akan mengakui dan tidak akan pernah meladeni atau diladeni oleh yang mengaku dirinya sebagai Presiden KPI dan yang katanya bernama Hasudungan Tambunan tersebut.
P E N U T U P
Demikian “Testimoni” Pelaut Senior Anggota KPI dibuat dan disampaikan untuk menjadi periksa dan bahan pertimbangan, serta diharapkan tindak lanjutnya.
Jakarta, Mei 2016.
atasnama dan mewakili
Pelaut Senior Anggota KPI
Cornelius P Ferdinand (081285403812)
Hasoloan Siregar (081380024579)
RESMI, HASUDUNGAN TAMBUNAN PRESIDEN KPI 2014 - 2019
SELASA, 23 DESEMBER 2014 , 02:37:00 WIB
SELASA, 23 DESEMBER 2014 , 02:37:00 WIB
RMOL. Duet Capt. Hasudungan
Tambunan dan Matihas Tambing secara aklamasi terpilih menjadi Presiden dan
Sekretaris Jenderal Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) yang baru periode
2014-2019, dalam kongres KPI ke-8 di Jakarta.
Hasudungan menggantikan Hanafi Rustandi yang dalam kepengurusan baru ditetapkan menjadi Presiden Eksekutif KPI. Sedang Matihas Tambing melanjutkan jabatan Sekjen hasil keputusan Kongres KPI tahun 2009.
Dalam kepengurusan baru ini, Hasudungan Tambunan didampingi I Dewa Nyoman Budiasa sebagai Wakil Presiden dan Sonny Pattiselanno sebagai Wakil Sekretaris Jenderal. Nyoman Budiasa selama ini sebagai Ketua DPD KPI Bali, sedang Sonny Pattiselanno sebagai Sekretaris DPP KPI.
Pemilihan calon Presiden KPI yang baru dilakukan secara demokratis, setelah peserta kongres menerima pertanggung-jawaban Hanafi Rustandi selaku Presiden KPI periode 2009-2014, dalam sidang pleno yang dipimpin Mathias Tambing.
Penjaringan nama kandidat pengurus baru dilakukan melalui sidang pleno
Executive Board KPI yang dipimpin Hanafi Rustandi dengan anggota 11 orang dari DPD dan perwakilan KPI di kapal. Dalam sidang ini, nama Capt. Hasudungan Tambunan dan Mathias Tambing yang sudah mencuat di antara peserta kongres, ditetapkan sebagai calon presiden dan sekjen yang kemudian ditawarkan kepada
floor.
Dalam sidang pleno kongres selanjutnya, Hasudungan dan Matihas Tambing diterima secara aklamasi sebagai Presiden dan Sekjen KPI periode 2014-2019, setelah keduanya menyampaikan visi misinya.
Kongres KPI ke-8 yang berlangsung tanggal 16 -18 Desember 2014 diikuti 100 delegasi dari 6 DPD KPI dan perwakilan dari pelaut yang aktif bekerja di kapal. Kongres KPI dibuka Menteri Kelautan dan Perikanan yang diwakili Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Suseno Sukoyono.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Muh. Hanif Dakhiri dan pejabat yang mewakili Menteri Perhubungan, juga memberikan sambutan dan pengarahan.Di dadapan kongres, Hanafi menilai perlunya regenerasi dan perubahan di tubuh KPI. "KPI bukan milik saya, tapi milik semua anggota," tegas Hanafi yang disambut tepuk meriah peserta kongres.
Menurut Hanafi, KPI adalah satu-satunya organisasi pekerja (pelaut) yang berafiliasi ke ITF (International Transport workers Federation) yang berkantor pusat di London, Inggris. Karena itu, kongres KPI juga dihadiri Sekjen ITF, serta ketua organisasi pelaut dari berbagai negara.
Dalam penutupan kongres, Presiden KPI Capt. Hasudungan Tambunan mengatakan, pihaknya bersama seluruh pengurus DPP akan melaksanakan keputusan kongres secara transparan. Antara lain meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pelaut yang bekerja di dalam dan luar negeri.
Selain itu, DPP KPI juga segera mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO tentang Pekerja Maritim (Maritime Labor Convention) dan Konvensi ILO No.188 tentang pelaut yang bekerja di kapal-kapal perikanan.
"Kedua konvensi ini sangat penting bagi pelaut untuk segera diratifikasi. Karena itu, kongres KPI merekomendasikan kepada pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo segera meratifikasi konvensi tersebut," tegas Hasudungan.[dem]
Hasudungan menggantikan Hanafi Rustandi yang dalam kepengurusan baru ditetapkan menjadi Presiden Eksekutif KPI. Sedang Matihas Tambing melanjutkan jabatan Sekjen hasil keputusan Kongres KPI tahun 2009.
Dalam kepengurusan baru ini, Hasudungan Tambunan didampingi I Dewa Nyoman Budiasa sebagai Wakil Presiden dan Sonny Pattiselanno sebagai Wakil Sekretaris Jenderal. Nyoman Budiasa selama ini sebagai Ketua DPD KPI Bali, sedang Sonny Pattiselanno sebagai Sekretaris DPP KPI.
Pemilihan calon Presiden KPI yang baru dilakukan secara demokratis, setelah peserta kongres menerima pertanggung-jawaban Hanafi Rustandi selaku Presiden KPI periode 2009-2014, dalam sidang pleno yang dipimpin Mathias Tambing.
Penjaringan nama kandidat pengurus baru dilakukan melalui sidang pleno
Executive Board KPI yang dipimpin Hanafi Rustandi dengan anggota 11 orang dari DPD dan perwakilan KPI di kapal. Dalam sidang ini, nama Capt. Hasudungan Tambunan dan Mathias Tambing yang sudah mencuat di antara peserta kongres, ditetapkan sebagai calon presiden dan sekjen yang kemudian ditawarkan kepada
floor.
Dalam sidang pleno kongres selanjutnya, Hasudungan dan Matihas Tambing diterima secara aklamasi sebagai Presiden dan Sekjen KPI periode 2014-2019, setelah keduanya menyampaikan visi misinya.
Kongres KPI ke-8 yang berlangsung tanggal 16 -18 Desember 2014 diikuti 100 delegasi dari 6 DPD KPI dan perwakilan dari pelaut yang aktif bekerja di kapal. Kongres KPI dibuka Menteri Kelautan dan Perikanan yang diwakili Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Suseno Sukoyono.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Muh. Hanif Dakhiri dan pejabat yang mewakili Menteri Perhubungan, juga memberikan sambutan dan pengarahan.Di dadapan kongres, Hanafi menilai perlunya regenerasi dan perubahan di tubuh KPI. "KPI bukan milik saya, tapi milik semua anggota," tegas Hanafi yang disambut tepuk meriah peserta kongres.
Menurut Hanafi, KPI adalah satu-satunya organisasi pekerja (pelaut) yang berafiliasi ke ITF (International Transport workers Federation) yang berkantor pusat di London, Inggris. Karena itu, kongres KPI juga dihadiri Sekjen ITF, serta ketua organisasi pelaut dari berbagai negara.
Dalam penutupan kongres, Presiden KPI Capt. Hasudungan Tambunan mengatakan, pihaknya bersama seluruh pengurus DPP akan melaksanakan keputusan kongres secara transparan. Antara lain meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pelaut yang bekerja di dalam dan luar negeri.
Selain itu, DPP KPI juga segera mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO tentang Pekerja Maritim (Maritime Labor Convention) dan Konvensi ILO No.188 tentang pelaut yang bekerja di kapal-kapal perikanan.
"Kedua konvensi ini sangat penting bagi pelaut untuk segera diratifikasi. Karena itu, kongres KPI merekomendasikan kepada pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo segera meratifikasi konvensi tersebut," tegas Hasudungan.[dem]
KPI Pusat Menolak Konggres Luar Biasa
Jakarta NewsTipikor.com,
Tuntutan sejumlah orang
dari Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) agar KPI (Kesatuan Pelaut Indonesia)
menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) tidak akan dilayani.Presiden KPI Capt. Hasudungan Tambunan beralasan, tak ada hubungan antara KPI dengan PPI, baik secara organisatoris maupun keanggotaannya.
“KPI hanya akan melayani anggota. Kami tidak akan melayani tuntutan PPI yang mengatasnamakan pelaut, karena tidak semua pelaut menjadi anggota KPI,” tegas Capt. Hasudungan Tambunan di Jakarta, menanggapi tuntutan PPI & Forkami yang minta KPI segera mengadakan KLB (Kongres Luar Biasa).
Sebelumnya, beberapa orang yang mengaku dari PPI dan mengatasnamakan pelaut, mendatangi kantor DPP KPI di Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat, pada 27 April 2016 dan menuntut KPI segera menyelenggarakan KLB. Alasannya, kepengurusan DPP KPI periode 2009-2014 dinilai tidak sah karena menurut mereka kongres KPI ke-7 tahun 2009 mengalami deadlock dan pengurus hasil kongres tidak dilakukan melalui pemilihan, melainkan disahkan melalui penetapan.
Mereka diterima oleh Penasehat/Emeritus KPI Hanafi Rustandi dan Sekjen KPI Mathias Tambing. Presiden KPI periode 2014-2019 Capt. Hasudungan Tambunan tidak berada di tempat karena mengikuti ITF Offshore Taskforce Grup Meeting di Stavanger, Norway. Karena itu, Hanafi dan Mathias Tambing, hanya menampung aspirasi PPI dan akan disampaikan kepada Presiden KPI setibanya di Tanah Air.
Terkait tuntutan itu, Capt. Hasudungan menilai aneh karena tak hubungan KPI dengan PPI. Lagi pula, mengapa masalah yang sudah terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu baru dipermasalahkan sekarang.
“Kami tidak akan memenuhi tuntutan PPI karena tidak ada hubungannya dengan KPI. Sesuai AD/ART, KLB hanya bisa dilaksanakan apabila ada masalah luar biasa yang harus diselesaikan melalui KLB, dan itu bisa dilaksanakan bila dua pertiga anggota menginginkan KLB. Sampai saat ini tidak ada cabang atau anggota yang menuntut diadakannya KLB,” tegasnya.
PELAUT
Dijelaskan, dari sekitar 600.000 pelaut di seluruh Indonesia, anggota KPI hanya sekitar 23.000 orang. Berarti hanya kurang dari 4 persen dari total data pelaut yang tercatat di Kementerian Perhubungan.
Jumlah anggota yang aktif hanya 23.000 itu, menurut Hasudungan, karena berdasarkan ketentuan yang baru masa keanggotaan aktif hanya setahun dan setelah itu dapat diperpanjang setelah membayar iuran. “Begitu tidak memperpanjang keanggotaan dengan membayar iuran, maka keanggotannya otomatis gugur dan mereka bukan anggota KPI lagi,” tukasnya menanggapi sejumlah pelaut senior yang sudah sejak puluhan tahun lalu keanggotaannya telah berakhir tapi mengklaim masih sebagai anggota KPI.
Tentang legalitas kepengurusan DPP KPI periode 2009-2014, Sekjen KPI Mathias Tambing menjelaskan, kepengurusan DPP KPI hasil kongres ke-7 pada Desember 2009 sah menurut hukum, karena kongres berjalan sesuai jadwal berdasarkan tata tertib (tatib) yang telah ditetapkan dan disahkan pada hari pertama (15/12/2009) Kongres ke-7 KPI .
“Tidak ada deadlock. Dari awal sampai penutupan yang menghasilkan pengurus baru, kongres berjalan sesuai jadwal yang telah ditentukan,” tegasnya. “Tatib ditandatangani oleh 4 pimpinan sementara kongres, yaitu Hanafi Rustandi (ketua), Mathias Tambing (sekretaris), serta Haneman Surya dan Sonny Pattiselanno sebagai anggota.”
Dalam tatib pasal 31 disebutkan bahwa penetapan dan pengesahan Dewan Pimpinan Pusat dilakukan secara langsung oleh peserta kongres dalam sidang paripurna. Sedang persyaratan dan kriteria DPP sesuai dengan ketentuan AD/ART organisasi. Dalam tatib juga ditentukan 5 orang yang akan menjadi pengurus DPP KPI periode 2009-2014.
Hingga saat ini, menurut Mathias, pemerintah tetap mengakui KPI sebagai mitra, termasuk organisasi internasional terkait, yakni International Labour Organization (ILO), International Maritime Organization (IMO) dan International Transport workers’ Federation (ITF).
“Kalau tidak sah, mana mungkin pemerintah dan organisasi internasional mau bekerjasama dengan KPI, demikian juga dengan para pemilik kapal ,” sambungnya.
Mathias juga menambahkan, pihaknya siap menghadapi gugatan dari pihak manapun, termasuk juga PPI ke pengadilan, apabila ada. Dan di sisi lain, KPI telah melaporkan sejumlah orang yang menamakan dirinya pelaut senior ke pihak kepolisian karena telah mencemarkan nama baik KPI, antara lain yang menuduh kepengurusan KPI illegal.
(Any SH)
Demo KPI Pusat akan terus berlanjut, Demo nyaris ricuh
Pelaut Indonesia yang tergabung dalam Pergerakan Pelaut Indonesia lakukan aksi demo di depan gedung Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Pusat di Cikini, Jakarta, Kamis (12/5/2016). Ratusan beraksi mengenakan pakaian putih dan ikat kepala bertuliskan ‘PELAUT’.“Pelaut menginginkan pemberian upah minimum gaji kepada Kapten, Anak Buah Kapal (ABK), dan tunjangan hari tua sesuai dengan MLC 2006 yang telah di tetapkan dunia. Namun sampai saat ini belum MLC 2006 belum di ratifikasi di Indonesia,” kata Ketua Pergerakan Pelaut Indonesia, James Talakua kepada citraindonesia.com di Cikini, Jakarta, Kamis (12/5/2016) dan demo akan berlanjut sampai tuntutannya ditanggapi.
Selain dari masalah MLC 2006 yang di tuntut para pelaut tersebut, ada masalah yang juga turut menjadi permintaan para pelaut tersebut, yakni dengan merombak semua para pengurus KPI yang dinilainya tidak menghasilkan pengaruh terhadap pelaut.
Demo ratusan pelaut ini yang memaksakan diri untuk masuk ke Kantor Pusat KPI nyaris bentrok dengan petugas kepolisian.
Pendemo juga menuntut para pengurus KPI supaya mundur dari jabatannya.
“Coba lihat apa peranan pengurus KPI ketika pelaut kita disandera.KPI tak berbuat apa-apa saat pelaut kita disandera kelompok Abu Sayyaf.Juga sampai saat ini tak ada jaminan keselamatan dalam pelayaran,” ujar James Talakua, Koordinator Aksi Demo para pelaut Indonesia.
James Talakua yang juga Ketua FORKAMI (Forum Komunikasi Maritime Indonesia) mengungkapkan, kalau KPI sekarang mau menjadi wadah untuk organisasi atau untuk masyarakat pelaut Indonesia, jangan melihat mereka(para pelaut) menjadi anggota atau tidak.
Masih terkait dengan itu para pelaut ini juga menginginkan ketua KPI harus di pecat karena dinilai tidak bekerja untuk wadah pelaut, para pendemo juga mengatakan ketua KPI sebagai mafia, karena gaji mereka di sunat.
Seperti diketahui bahwa ketua KPI Pusat Hanafi, menurutnya Hanafi tidak mau membuka ruang komunikasi dengan para aksi demo, tutup pintu dan tidak memberikan penjelasan apapun. Yang di dapat hanya jawaban “nanti ada jawaban dan menghubungi lagi pada waktu 1×24 jam” tutur salah satu pekerja KPI. Para pendemo tidak dapat memaksa masuk karena di bentengi oleh aparat Polri.
Dalam aksi unjuk rasa ini para pelaut juga menyinggung tentang dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan pengurus KPI.
(Any SH)
You might also like:
====
Nasehat Buya Yahya
Silaturahmi
jasad yang tidak dibarengi silaturahmi hati hanya akan tambah merusak hati.
Alangkah banyak orang bersilaturahmi jasad dan di saat berpisah justru
mendapatkan bahan baru untuk menggunjing, menbenci dan mendengkinya buah dari
yang dilihat saat bertemu.
Rosululloh
SAW Bersabda yang artinya:
"Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya". (HR. Imam Muslim)
"Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya". (HR. Imam Muslim)
Habib Umar bin Hafidz:"jadikanlah televisi,handphone,internet dan alat-alat lainya sebagai pelayan dan pembantu untuk agamamu ,jika tidak,alat-alat itu akan menghancurkan dirimu sedangkan engkau akan tertawa karena tidak menyadarinya,ia akan merusak hatimu,akalmu,akhlakmu,dan fikiranmu,tanpa engkau menyadarinya,engkau tertawa bahagia padahal alat-alat itu telah merusak hal-hal paling berharga yang kau miliki".
Sayangilah Ibu dan Bapak kita Sampai Akhir Hayat Mereka
You might also like:
TERJEMAHAN ALQUR’AN 30 JUZ
13.
SURAT 31. LUQMAN - SURAT 32. AS SAJDAH - SURAT 33. AL AHZAB - SURAT 34. SABA' - SURAT 35. FATHIR
23.
SURAT 101. AL QAARI'AH - SURAT 102. AT TAKAATSUR - SURAT 103. AL 'ASHR - SURAT 104. AL HUMAZAH - SURAT 105. AL FIIL - SURAT 106. QURAISY - SURAT 107. AL MAA'UUN - SURAT 108. AL KAUTSAR - SURAT 109. AL KAAFIRUUN - SURAT 110. AN NASHR - SURAT 111. AL LAHAB
PENTING : jika Anda merasa website ini bermanfaat, mohon do'akan supaya Allah
mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur keluarga kami
dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu memberi Keluarga kami rezeki
yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh kesehatan dan waktu luang, supaya
kami dapat memperbanyak amal shalih dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan
bagi saudaranya [sesama muslim] tanpa sepengetahuan saudaranya,
melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.”
(Hadits Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar