Ketika mengenang kembali seluruh perjalanannya, Carole Sturm merunut satu-persatu jejak, mulai dari sebuah doa yang ia lafalkan di gereja Katolik Roma saat berusia 15 tahun.
Ia bertutur, perjalanannya menuju Islam didorong oleh semangat spiritual seorang remaja yang dibesarkan dalam gereja. Saat masih menjadi wanita muda ia telah mempercayai Tuhan. Namun, ia juga berjuang mengatasi keraguan ditimbulkan misteri keimanan dan pengampunan dalam Katholik.
"Saya lalu berkata, Tuhan tunjukkan padaku apa artinya semua ini atau perlihatkan padaku sesuatu yang lain," ujar Sturm, kini 45 tahun. Ia mengatakan itu 20 tahun lalu di Tulsa, Oklahoma. "Setelah itu saya merasa saya seperti masuk neraka. Maksud saya, karena saya masih 15 thun."
Ia merasa butuh waktu 5 tahun hingga ia mendapat jawaban. Sturm mengatakan Tuhan menanggapi doanya dan menunjukkan Islam kepadanya
"Rasanya seperti fajar yang lambat merekah," ungkap analis sistem komputer sebuah perusahaan di Texas itu. "Itu bukan pengalaman seperti saya terjaga satu malam dan tiba-tiba berkata, "Ini dia."
Ketika beralih ke Islam, Sturm bergabung dengan sejumlah besar warga Amerika yang telah berganti keyakinan ke agama Tauhid tersebut, agama yang awalnya ia pandang diimpor masuk ke tanah AS yang didominasi umat Kristen.
Seperti sebagian besar yang beralih, Sturm mengatakan ia menemukan bahwa agama barunya mengizinkan ia secara spiritual untuk memahami Tuhan yang sebelumnya ia pandang sulit dipahami.
Untuk memeluk Islam pun, Sturm menilai sangat sederhana, tak ada ritual resmi. "Mereka hanya diminta mengikrarkan keyakinan pada satu Tuhan dan mengakui Muhammad adalah rasull Allah," ujar Sturm.
Meski Sturm mengatakan Islam awalnya terkesan sebagai keyakinan asing baginya, ia menjadi kian akrab ketika mengejar gelar keuangan dari Universitas Oklahoma dan bertemu banyak negara Islam. Dari sana ia mendapat banyak pengetahuan baru, termasuk dari pria yang akhirnya ia nikahi, Shazhad Khan.
Bagi Sturm, dengan membaca Al Qur'an, semua pertanyaannya terkait keyakinan dapat terjawab secara logis. "Islam tak menuntut saya untuk membuat lompatan keimanan besar hingga diluar logika, seperti menerima bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan jalan untuk menebus dosa," ujarnya.
"Tidak mungkin kita sampai ke surga tanpa pengampunan Tuhan, dan untuk itu ada tanggung jawab lebih di pundak setiap orang," kata Sturm mengungkapkan ajaran Islam yang ia yakini. "Ini penting bagi saya."
Melihat putrinya beralih ke Islam, Ayah Sturm, merasa tidak nyaman. Namun ia kini menerima keputusan putrinya setelah melihat bagaimana ia sekarang, menikah dengan Khan dan memiliki dua cucu putri yang juga memeluk Islam.
"Saya tentu dulu tidak akan menyarankan putri saya melakukan ini," ujar Charles Sturm. "Ketika ia menganut Katholik, ia adalah wanita yang baik. "Namun saya tidak memiliki keraguan bahwa ia kini menjadi wanita lebih baik ketika mengikuti Islam."
Sturm tidak selalu menutup kepalanya di tempat kerja, di mana ia kerap berhubungan dengan klien perusahaannya. Namun ia menekankan bahwa perusahaannya memberi lingkungan kerja nyaman bagi Muslim, termasuk dirinya.
"Saya hanya tidak bisa menghadapi pertanyaan dan pandangan orang-orang," ungkapnya. "Orang-orang akan memandang anda berbeda, warna berbeda, bagaimana serius mereka memandang semua yang anda lakukan dan yang anda utarakan."
Namun ia juga menolak keras anggapan bahwa Islam menindas wanita. Salah satu contoh, ujarnya, adalah kebebasan bekerja atau bahkan berjalan sendiri di luar yang diterapkan di negara-negara Islam. Bagi Strum yang terpenting adalah Islam telah menunjukkan jalan untuk memahami Tuhan.
Ia bertutur, perjalanannya menuju Islam didorong oleh semangat spiritual seorang remaja yang dibesarkan dalam gereja. Saat masih menjadi wanita muda ia telah mempercayai Tuhan. Namun, ia juga berjuang mengatasi keraguan ditimbulkan misteri keimanan dan pengampunan dalam Katholik.
"Saya lalu berkata, Tuhan tunjukkan padaku apa artinya semua ini atau perlihatkan padaku sesuatu yang lain," ujar Sturm, kini 45 tahun. Ia mengatakan itu 20 tahun lalu di Tulsa, Oklahoma. "Setelah itu saya merasa saya seperti masuk neraka. Maksud saya, karena saya masih 15 thun."
Ia merasa butuh waktu 5 tahun hingga ia mendapat jawaban. Sturm mengatakan Tuhan menanggapi doanya dan menunjukkan Islam kepadanya
"Rasanya seperti fajar yang lambat merekah," ungkap analis sistem komputer sebuah perusahaan di Texas itu. "Itu bukan pengalaman seperti saya terjaga satu malam dan tiba-tiba berkata, "Ini dia."
Ketika beralih ke Islam, Sturm bergabung dengan sejumlah besar warga Amerika yang telah berganti keyakinan ke agama Tauhid tersebut, agama yang awalnya ia pandang diimpor masuk ke tanah AS yang didominasi umat Kristen.
Seperti sebagian besar yang beralih, Sturm mengatakan ia menemukan bahwa agama barunya mengizinkan ia secara spiritual untuk memahami Tuhan yang sebelumnya ia pandang sulit dipahami.
Untuk memeluk Islam pun, Sturm menilai sangat sederhana, tak ada ritual resmi. "Mereka hanya diminta mengikrarkan keyakinan pada satu Tuhan dan mengakui Muhammad adalah rasull Allah," ujar Sturm.
Meski Sturm mengatakan Islam awalnya terkesan sebagai keyakinan asing baginya, ia menjadi kian akrab ketika mengejar gelar keuangan dari Universitas Oklahoma dan bertemu banyak negara Islam. Dari sana ia mendapat banyak pengetahuan baru, termasuk dari pria yang akhirnya ia nikahi, Shazhad Khan.
Bagi Sturm, dengan membaca Al Qur'an, semua pertanyaannya terkait keyakinan dapat terjawab secara logis. "Islam tak menuntut saya untuk membuat lompatan keimanan besar hingga diluar logika, seperti menerima bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan jalan untuk menebus dosa," ujarnya.
"Tidak mungkin kita sampai ke surga tanpa pengampunan Tuhan, dan untuk itu ada tanggung jawab lebih di pundak setiap orang," kata Sturm mengungkapkan ajaran Islam yang ia yakini. "Ini penting bagi saya."
Melihat putrinya beralih ke Islam, Ayah Sturm, merasa tidak nyaman. Namun ia kini menerima keputusan putrinya setelah melihat bagaimana ia sekarang, menikah dengan Khan dan memiliki dua cucu putri yang juga memeluk Islam.
"Saya tentu dulu tidak akan menyarankan putri saya melakukan ini," ujar Charles Sturm. "Ketika ia menganut Katholik, ia adalah wanita yang baik. "Namun saya tidak memiliki keraguan bahwa ia kini menjadi wanita lebih baik ketika mengikuti Islam."
Sturm tidak selalu menutup kepalanya di tempat kerja, di mana ia kerap berhubungan dengan klien perusahaannya. Namun ia menekankan bahwa perusahaannya memberi lingkungan kerja nyaman bagi Muslim, termasuk dirinya.
"Saya hanya tidak bisa menghadapi pertanyaan dan pandangan orang-orang," ungkapnya. "Orang-orang akan memandang anda berbeda, warna berbeda, bagaimana serius mereka memandang semua yang anda lakukan dan yang anda utarakan."
Namun ia juga menolak keras anggapan bahwa Islam menindas wanita. Salah satu contoh, ujarnya, adalah kebebasan bekerja atau bahkan berjalan sendiri di luar yang diterapkan di negara-negara Islam. Bagi Strum yang terpenting adalah Islam telah menunjukkan jalan untuk memahami Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar