2 Qullah itu Berapa Liter?
“2 Qullah itu Berapa
Liter?” ketegori Muslim. Assalammu’alaikum,
Pak ustaz,
seringkali kita mendengar tentang air 2 qullah. Sebenarnya yang dimaksud qullah
itu apakah kolam atau apa? Dan adakah hadits ayat Al-Quran yang membicarakan
air 2 qullah ini, ataukah hanya ijtihd pada ulama saja.
Mohon pak ustadz
menjelaskan air 2 qullah ini. Terima kasih sebelumnya
Mochamad Soleh
Jawaban:
Assalamualaikum
Warahmatullah Wabarakatuh.
Istilah qullah
adalah ukuran volume air, memang asing buat telinga kita. Sebab ukuran ini
tidak lazim digunakan di zaman sekarang ini. Kita menggunakan ukuran volume
benda cair dengan liter, meter kubik atau barrel.
2 Qullah Adalah
Ketetapan Hadits Nabawi
Ukuran jumlah air 2
qullah sesungguhnya bersumber dari hadits nabawi berikut ini:
وعَنْ عَبدِ اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسولُ الله
صلى اللهُ عليه وسلم: إِذَا كَانَ المَآءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحمِلِ
الخَبَثَ، وفي لَفْظٍ: لَمْ يَنْجُسْ، أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ،
وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ والحاكمُ وابْنُ حِبَّانَ
Dari Abdullah bin
Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Apabila jumlah air mencapai 2
qullah, tidak membawa kotoran. Dalam lafadz lainnya, Tidak membuat najis.
Ibnu Khuzaemah,
Al-Hakim dan Ibnu HIbban menshahihkan hadits ini. Sehingga ketentuan air harus
berjumlah 2 qullah bukan semata-mata ijtihad para ulama saja, melainkan datang
dari ketetapan Rasulullah SAW sendiri lewat haditsnya.
Berapakah Ukuran 2
Qullah?
Istilah qullah
adalah ukuran volume air yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih hidup.
Bahkan 2 abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir pun sudah
tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran rithl
yang sering diterjemahkan dengan istilah kati. Sayangnya, ukuran rithl ini pun
tidak standar, bahkan untuk beberapa negeri Islam sendiri. Satu rithl air buat
orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran satu rithl air buat orang Mesir.
Walhasil, ukuran ini agak menyulitkan juga sebenarnya.
Dalam banyak kitab
fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi
kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir
mengukur 2 qullah dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446
3/7 Rithl. Lucunya, begitu orang-orang di Syam mengukurnya dengan menggunakan
ukuran mereka yang namanya rithl juga, jumlahnya hanya 81 rithl. Namun
demikian, mereka semua sepakat volume 2 qullah itu sama, yang menyebabkan
berbeda karena volume 1 rithl Baghdad berbeda dengan volume 1 rithl Mesir dan
volume 1 rithl Syam.
Lalu sebenarnya
berapa ukuran volume 2 qullah dalam ukuran standar besaran international di
masa sekarang ini?
Para ulama
kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan
ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian
disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
Jadi bila air dalam
suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk berwudhu,
mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air
itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci secara pisik, tapi tidak bisa
digunakan untuk bersuci . Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci
tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.
Namun kalau kita
telliti lebih dalam, ternyata pengertian musta`mal di antara fuqoha mazhab
masih terdapat variasi perbedaan. Sekarang mari coba kita dalami lebih jauh dan
kita cermati perbedaan pandangan para fuqaha tentang pengertian air musta’mal,
atau bagaimana suatu air itu bisa sampai menjadi musta’mal:
a. Ulama
Al-Hanafiyah
Air musta`mal dalam
pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats atau
untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi sunnah. Tetapi secara
lebih detail, menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang
membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu
langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa
wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang
di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya
suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak
bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.
Keterangan seperti
ini bisa kita lihat pada kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga
Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.
b. Ulama
Al-Malikiyah
Air musta`mal dalam
pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik
wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau
sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats .
Dan sebagaimana
Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas
wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan
adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan.
Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh
digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya
meski dengan karahah.
Keterangan ini bisa
kita dapati manakala kita membukan kitab As-Syahru As-Shaghir 37/1-40,
As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31,
Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya.
c. Ulama
Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal dalam
pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat
hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila
jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk
untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`.
Namun bila niatnya
hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi
dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya
orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari
gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/ menetes dari
tubuh.
Air musta`mal dalam
mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau
untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan. Silahkan lihat
pada kitab Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5.
d. Ulama
Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam
pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats
kecil atau hadats besar atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang
terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan
baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas
memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan untuk
mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak
dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian
wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu
sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal.
Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu
untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk
wudhu`/ mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air
itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air
musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka
tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.
Wallahu a’lam
bishshawab. wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumberipun
TERJEMAHAN ALQUR’AN 30 JUZ
13. SURAT 31. LUQMAN - SURAT 32. AS
SAJDAH - SURAT 33. AL AHZAB - SURAT 34. SABA' - SURAT 35. FATHIR
23. SURAT 101. AL QAARI'AH - SURAT
102. AT TAKAATSUR - SURAT 103. AL 'ASHR - SURAT 104. AL HUMAZAH - SURAT 105. AL
FIIL - SURAT 106. QURAISY - SURAT 107. AL MAA'UUN - SURAT 108. AL KAUTSAR - SURAT
109. AL KAAFIRUUN - SURAT 110. AN NASHR - SURAT 111. AL LAHAB
PENTING : Jika Anda merasa website ini
bermanfaat, mohon do'akan supaya
Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur
keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu
memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh
kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih
dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak
ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim]
tanpa sepengetahuan saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu
juga kebaikan yang sama.”
(Hadits
Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar