IMAN BERKILAU YANG MEMPESONA
Khabbab
bin Arat ra, berteriak lantang: "Memang, ia (Muhammad) adalah utusan Allah
kepada kita, untuk membebaskan dari kegelapan menuju terang benderang."
Sebuah deklarasi keimanan justru saat dakwah Rasulullah baru pada fase sirriyah
dan lemah. Pernyataan itu diperdengarkan di depan segerombol kafir Quraisy.
Kontan, mereka murka mendengarnya. Khabbab, si pandai besi itu sadar akan
resiko yang ia hadapi. Tak ayal, mereka memukuli dan menyiksanya. Ia terhuyung
tak sadarkan diri. Tubuhnya bengkak-bengkak. Seluruh tulang persendiannya
terasa nyeri. Darah mengalir membasahi pakaian dan tubuhnya.
Ini bukan akhir Khabbab menuai siksaan. Onggokan besi,
bahan baku pedang, di rumahnya menjadi senjata makan tuan. Kafir Quroisy
mengubahnya menjadi alat siksa yang mengerikan. Mereka masukkan besi ke dalam
api hingga merah membara. Dililitkannya besi menyala itu pada kedua tangan dan
kaki Khabbab. Sakit tiada terkira. Namun, semua itu tak menjadikan ia bergeming
dari keimanan.
Derita Khabbab belum usai. Ummi Anmar, bekas
majikannya, turun tangan. Wanita jalang itu menyiksa dan menderanya. Ia
mengambil besi panas yang menyala dan meletakkannya di ubun-ubun Khabbab. Ia
menggeliat kesakitan. Nafas tetap ditahan agar tak keluar keluhan, karena
keluhan hanya akan menjadikan para algojo bersorak-sorak.
Sampai suatu ketika Khabbab datang menghadap Rasulullah
saw di bawah naungan Ka'bah. "Wahai Rasulullah! tidakkah Anda memohonkan
pertolongan bagi kami? Usul Khabbab. Rasulullah duduk, raut mukanya memerah
seraya bersabda: "Dahulu sebelum kalian, ada orang disiksa dengan dikubur
hidup-hidup. Ada yang kepalanya digergaji menjadi dua bagian. Ada pula yang
kepalanya disisir dengan sikat besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Tetapi
siksaan-siksaan itu tidak memalingkan mereka dari agamanya. Demi Allah, Allah
pasti akan mengakhiri persoalan ini, sehingga orang berani berjalan dari Shan'a
ke Hadramaut tanpa rasa takut kepada siapa pun selain Allah, walaupun srigala
ada di antara hewan gembalaannya, tetapi kalian tampak terburu-buru."
Itulah sepenggal episode kehidupan Khabbab r.a. Pada
awal dakwah Islam, penyiksaan bahkan dialami oleh Rasulullah saw sendiri
beserta para sahabat yang lain. Mungkin kita bertanya, mengapa Rasulullah saw
dan para sahabatnya harus merasakan penyiksaan, sedangkan mereka berada pada
pihak yang benar? Mengapa pula Allah Ta'ala tidak melindungi mereka, padahal
mereka adalah tentara-tentara Allah, bahkan kekasih-Nya berada ditengah-tengah
mereka?
Manusia dicipta bukan tanpa tujuan. Allah bermaksud
mencipta manusia untuk beribadah kepada-Nya. "Dan tidaklah aku ciptakan
jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat:
56). Beribadah itulah tujuan utama penciptaan manusia.
Sifat dasar ubudiyah adalah taklif (beban). Dalam
Islam, orang yang akil baligh biasa disebut mukallaf, artinya, orang yang
dibebani. Dengan demikian ubudiyah mengharuskan adanya taklif, sedang taklif
menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan perlawanan terhadap hawa nafsu
dan syahwat. Taklif tersebut, tersimpul dalam kalimat laailaaha illallah, yang
bermakna tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain hanya Allah. Meski kalimat
tersebut singkat, namun ia bermakna padat. Ia mengandungi totalitas penetapan
(itsbat) atas obyek peribadatan, meliputi tujuan (qasd), niat, pengagungan
(ta'dhim), pengharapan (raja'), dan takut (khauf) hanya tertuju kepada Allah
semata. Kalimat tersebut juga mengandungi totalitas pengingkaran (nafyu) atas
obyek peribadatan kepada selain Allah yang meliputi sesembahan yang diyakini
dapat mendatangkan manfaat dan madharat (aalihah), makhluk yang rela diibadahi,
diikuti, dan ditaati (taghut), fatwa atau jalan hidup yang menyelisihi Islam
(arbaab), dan segala yang dapat memalingkan manusia dari Allah, seperti harta,
tempat tinggal, dan keluarga (andaad).
Dengan demikian, berislam memang (seharusnya)
menumbuhkan sikap revolusioner. Konsekuensi berislam, adalah tuntutan memenuhi
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, baik menyangkut
ubudiyah mahdlah atau ghairu mahdlah. Juga, ubudiyah harus murni hanya kepada
Allah. Dus, harus menolak beribadah kepada selain-Nya, baik dari golongan jin
maupun manusia. Hal ini tentu membawa potensi ancaman yang beragam, terutama
dari unsur-unsur yang diingkari untuk diibadahi, baik dari golongan jin maupun
manusia. Di sinilah maksud taklif menuntut adanya kesiapan menanggung beban dan
perlawanan.
Jadi, memang sejak semula manusia diciptakan untuk siap
menanggung beban, ujian, dan cobaan. Karena jannah yang dijanjikan Allah
tidaklah gratis, melainkan harus ditebus dengan berislam, lengkap dengan segala
konsekuensi yang harus dipenuhi dan resiko yang harus dihadapi.
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah
(surga), padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa malapateka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya berkata: 'Bilakan datangnya pertolongan Allah.' Ingatlah
sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat." (Al-Baqarah: 214).
Lantas apa maksud Allah? bukankah bagi-Nya segala
sesuatu mudah jika mengendaki? hanya dengan kalimat kun fayakun(Jadilah! maka
akan terjadi), termasuk mudah bagi Allah jika Dia menghendaki Islam tegak di
muka bumi, juga mudah bagi-Nya jika mengendaki seluruh manusia memeluk
Islam...?
Sengaja Allah tidak membuat semuanya berjalan mulus,
Dia bermaksud menguji hamba-hambanya hingga dapat dibuktikan siapa yang mukmin
dan siapa yang munafik, siapa yang jujur dan siapa yang dusta? Berislam secara
lisan belaka, tanpa ada konsekuensi-konsekuensi tertentu, tentu akan sulit
membedakan antara yang sungguh-sungguh dengan yang berpura-pura. Di sinilan
relevansi mekanisme ujian dan cobaan bagi seorang hamba.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
saja mengatakan: 'Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?' Sungguh
Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui
orang-orang yang benar, dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang
dusta." (Al-Ankabut: 2--3). Wallahu a'lam.
You might also like:
TERJEMAHAN ALQUR’AN 30 JUZ
13. SURAT 31. LUQMAN - SURAT 32. AS
SAJDAH - SURAT 33. AL AHZAB - SURAT 34. SABA' - SURAT 35. FATHIR
23. SURAT 101. AL QAARI'AH - SURAT
102. AT TAKAATSUR - SURAT 103. AL 'ASHR - SURAT 104. AL HUMAZAH - SURAT 105. AL
FIIL - SURAT 106. QURAISY - SURAT 107. AL MAA'UUN - SURAT 108. AL KAUTSAR - SURAT
109. AL KAAFIRUUN - SURAT 110. AN NASHR - SURAT 111. AL LAHAB
PENTING : Jika Anda merasa website ini
bermanfaat, mohon do'akan supaya
Allah mengampuni seluruh dosa-dosa Keluarga kami, dan memanjangkan umur
keluarga kami dalam ketakwaan pada-Nya. Mohon do'akan juga supaya Allah selalu
memberi Keluarga kami rezeki yang halal,melimpah,mudah dan berkah, penuh
kesehatan dan waktu luang, supaya kami dapat memperbanyak amal shalih
dengannya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
Tidak
ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya [sesama muslim]
tanpa sepengetahuan saudaranya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu
juga kebaikan yang sama.”
(Hadits
Shahih, Riwayat Muslim No. 4912)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar