Di suatu rumah sakit pernah terjadi semua bayi dalam satu ruangan terkena infeksi yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas hanya karena bak mandi yang dipakai cuma satu. Bak mandi itu dipakai secara bergiliran dari pasien satu ke pasien lain tanpa dibersihkan secara baik. Akibatnya, bakteri tersebut tetap singgah di dalamnya.
Bahkan tahun 1992 di Amerika Serikat ada 13.000 kasus penderita infeksi nosokomial karena dirawat di rumah sakit, tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik yang tersedia dan akhirnya meninggal.
Itulah contoh kasus yang menggambarkan betapa ancaman infeksi nosokomial tidak bisa dianggap enteng.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka belum ada entri istilah nosokomial ini. Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit". Sementara kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.
Seperti diketahui, hama penyakit dibagi dalam empat kelompok besar: virus, bakteri (kuman), fungi (cendawan atau jamur), dan parasit (pelbagai cacing, protozoa, a.l. plasmodium penyebab malaria, dsb.).
Dari keempat kelompok hama penyakit ini, virus dan bakteri merupakan penyebab infeksi nosokomial yang paling potensial dan paling berbahaya. Sedangkan dari kelompok fungi, golongan Candida - khususnya Candida albicans - dan golongan Aspergillus dapat pula menimbulkan infeksi nosokomial terutama pada penderita yang menerima terapi antibiotik jangka panjang untuk mengatasi infeksi bakteri, atau penderita gangguan imunitas.
Pasukan hama
Virus, yang berarti racun dalam bahasa Latin, merupakan mikroorganisme (jasad renik) penyebab penyakit infeksi seperti AIDS, cacar, hepatitis, influenza, polio, dan rabies. Ia hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron, dan bila berdiri sendiri merupakan benda mati. Virus hidup dalam sel manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan bakteri yang hidup. Di dalam sel-sel tersebut ia dapat berkembang biak dengan subur, selanjutnya menguasai tuan rumahnya, dan menyebabkan penyakit. Meskipun ada juga "virus diam", yang tidak memperlihatkan keberadaannya walaupun bertahun-tahun berdiam dalam sel tuan rumahnya.
Imunisasi menggunakan vaksin merupakan cara yang banyak digunakan untuk mencegah infeksi virus. Para pakar sudah berusaha mengembangkan obat-obatan antivirus, namun belum terlalu berhasil.
Bakteri yang dalam bahasa Yunani, bacterion, berarti tongkat kecil, adalah tanaman bersel satu; besarnya 1 - 10 mikrometer (seperseribu milimeter). Ia dapat ditemukan pada suhu rendah maupun suhu panas, baik di udara, tanah, air, atau bersimbiosis pada makhluk hidup seperti manusia, binatang, maupun tanaman.
Hingga kini telah dikenal sekitar 1.600 spesies bakteri, 200 di antaranya merupakan bakteri patogen penyebab infeksi pada manusia.
Ada dua golongan besar bakteri, saprofit (yang hidup dari bahan organik yang sudah mati) dan simbiot (yang hidup dan mendapat makan pada manusia, hewan, dan tanaman hidup).
Pada manusia bakteri simbiot antara lain ada pada saluran cerna serta kulit, dan terbagi dalam tiga golongan, yaitu mutualistik (membantu dalam proses-proses fisiologis sambil hidup pada tuan rumah), komensal (hidup pada tuan rumah tanpa menyebabkan penyakit), dan patogen potensial atau oportunis (dapat menyebabkan penyakit bila ketahanan tubuh tuan rumah berkurang, misalnya pada pascabedah besar atau penyakit berat seperti kanker dan AIDS).
Banyak infeksi karena bakteri dapat dicegah melalui imunisasi dengan menggunakan vaksin atau pengobatan dengan
antibiotik.
Fungi atau jamur penyebab infeksi pada manusia juga berukuran sangat renik dan hanya bisa terlihat dengan mikroskop. Dari ribuan spesies fungi yang diketahui saat ini hanya kurang dari 50 spesies yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia maupun binatang, dan tidak sampai 15 spesies yang dapat menyebabkan penyakit mematikan pada manusia.
Infeksi karena fungi dapat timbul pada permukaan kulit, dalam kulit, pada selaput lendir, maupun organ tubuh seperti paru-paru. Umumnya cara pencegahan dan pengobatan infeksi fungi sudah diketahui dan tersedia. Begitu juga parasit berupa cacing dan protozoa penyebab infeksi.
Bukan barang baru
Infeksi nosokomial sebenarnya bukan barang baru. Menjelang paruh kedua abad XIX Ignaz Phillip Semmelweis, seorang dokter ahli kebidanan di Wina, Austria, telah mengamati 30% dari para ibu yang melahirkan di rumah sakit menderita demam setelah melahirkan dengan angka kematian sebesar 12,24%. Sedangkan mereka yang melahirkan di rumah sendiri umumnya tidak terserang demam demikian.
Semmelweis melihat pula bahwa para dokter muda yang memeriksa para ibu tersebut di rumah sakit umumnya tidak mencuci tangannya sebelum melakukan pemeriksaan. Ketika kemudian salah seorang dokter itu meninggal karena demam setelah tangannya terluka akibat terkena pisau bedah, Semmelweis menyimpulkan demam pada para ibu yang melahirkan itu akibat sepsis (terkena hama) dan dapat menular.
Kemudian ia mewajibkan para dokter yang akan memeriksa pasien agar terlebih dahulu mencuci tangan mereka dengan cairan kaporit. Dengan cara ini angka kematian para ibu yang melahirkan di rumah sakit dapat diturunkan sampai 1,27%.
Celakanya, Semmelweis tidak mendapat pengakuan atas penemuannya itu, bahkan banyak ditentang oleh para dokter di zamannya. Akhirnya, ia meninggal di rumah sakit jiwa di Wina pada tahun 1865.
Nasib Semmelweis sebagai pelopor antisepsis dalam dunia kedokteran tidak secemerlang Joseph Lister, seorang ahli bedah asal Inggris. Berkat penemuannya mengenai anestesia, pembedahan berkembang pesat. Sayangnya, perkembangan itu tidak diikuti pula dengan turunnya angka kematian pascabedah yang tinggi.
Akhirnya, pada tahun 1865 Lister menerapkan cara untuk mencegah terjadinya infeksi yakni dengan jalan membersihkan luka, perban, dan peralatan bedah dengan cairan asam karbol. Cara yang dilakukannya ini didasarkan pada penemuan Louis Pasteur bahwa peragian dan pembusukan terjadi akibat kontak jasad renik dengan bahan organik. Cara ini kemudian dinamakan cara antisepsis, yaitu membunuh jazad renik penyebab penyakit yang terdapat pada luka atau peralatan yang digunakan.
Kemudian cara ini dia perbaiki. Bukan lagi membunuh jasad renik setelah pembedahan, namun ia sudah mematikannya sebelum pembedahan. Pembedahan tanpa adanya jasad renik penyebab infeksi itu lalu disebut pembedahan asepsis. Dalam hal ini ruang bedah yang digunakan telah disucihamakan atau disterilisasi, dan sebelum pembedahan ahli bedah dan stafnya membersihkan diri serta menggunakan pakaian, sarung tangan, masker, topi, dan peralatan yang steril, serta membersihkan dan menjaga kebersihan bagian tubuh pasien yang dibedah.
Atas penemuannya pada tahun 1893 itu Lister dianugerahi bintang jasa dan diangkat sebagai bangsawan oleh ratu Inggris.
Muncul superbakteri
Namun, lebih dari seratus tahun setelah Lister menggunakan cara antisepsis dan asepsis di dalam pekerjaannya di rumah sakit, infeksi nosokomial masih merupakan penyakit yang mengganggu perawatan penderita di rumah sakit.
Untuk mengatasi infeksi nosokomial yang timbul pada seorang penderita dilakukan pengobatan standar sama seperti pada penyakit infeksi biasa, yaitu dengan menggunakan antibiotik yang dapat melawan jenis jasad renik penyebab infeksi. Meskipun begitu kasus infeksi nosokomial yang ditemukan sekarang masih tetap banyak.
Mengapa hal demikian dapat terjadi?
Sebelum era antibiotik, lebih dari 50 tahun yang lalu, para penderita penyakit infeksi yang dirawat di rumah sakit adalah mereka yang terserang jasad renik patogen (yang menyebabkan penyakit) karena adanya obstruksi (sumbatan) pada saluran kemih atau saluran pernapasan. Mereka memiliki ketahanan tubuh yang normal, dan dapat hidup berdampingan atau bersimbiosis secara komensal dengan jasad renik oportunis atau jasad renik patogen potensial tanpa menderita infeksi.
Sejak penggunaan antibiotik dalam pengobatan infeksi, bahaya infeksi oleh jasad renik patogen sangat berkurang. Lambat laun tipe penderita yang dirawat di rumah sakit berubah karena banyak jenis penyakit berat yang dulu tidak dapat diobati - baik secara medis maupun melalui pembedahan - kemudian dapat ditolong.
Namun akibat negatifnya, penderita penyakit berat ini tidak memiliki, atau berkurang, ketahanan tubuhnya yang normal. Misalnya, para penderita uremia, diabetes, pascabedah, luka bakar, AIDS, atau kanker yang memperoleh kemoterapi. Mereka mudah terserang jasad renik oportunis - yang biasanya hidup secara komensal pada tubuh orang sehat - karena tidak memiliki atau sangat rendah ketahanan tubuhnya terhadap infeksi.
Selain itu, infeksi nosokomial menjadi ancaman besar terhadap kesehatan karena sekarang banyak ditemukan bakteri yang resisten (kebal) terhadap pelbagai jenis antibiotik. Kini sekitar 40% dari bakteri Staphylococcus aureus yang dapat diisolasi di rumah sakit, diketahui kebal terhadap semua antibiotik, kecuali terhadap vankomisin. Tapi suatu saat bakteri ini akan membentuk mutan (bakteri yang bermutasi dan mempunyai sifat-sifat baru) yang juga kebal terhadap gempuran vankomisin.
Kalau itu terjadi, penderita pneumonia (radang paru-paru) ataupun infeksi pascabedah akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus tidak dapat lagi diobati dengan antibiotik mana pun. Seperti sudah disebut, dalam tahun 1992 di Amerika Serikat ada 13.300 kasus penderita infeksi nosokomial karena dirawat di rumah sakit, tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik yang tersedia dan akhirnya meninggal.
Para pakar yakin, suatu saat akan terbentuk bakteri super yang tidak dapat dilawan dengan antibiotik apa pun. Superbakteri ini mungkin dari jenis Enterococcus karena sekarang ini saja sudah ada kira-kira 20% infeksi bakteri ini yang ditemukan di rumah sakit di Amerika Serikat yang sudah kebal terhadap vankomisin. Jumlah ini pasti meningkat tiap tahun, dan sifat resisten terhadap vankomisin dari bakteri itu dalam tahun 1992 terbukti dapat dipindahkan pada bakteri Staphylococcus aureus.
Pertukaran plasmid (bahan genetik dalam sel bakteri) resisten di antara aneka jenis bakteri mudah sekali terjadi karena bakteri-bakteri ini selalu hidup berdampingan pada kulit atau saluran cerna manusia, dan selalu terjadi interaksi antara bakteri aneka jenis. Dengan timbulnya resistensi terhadap antibiotik pada bakteri opotunis ini, pengobatan dengan antibiotik yang tersedia tidak dapat diandalkan lagi dan menjadi tidak efisien.
Perbaiki ketahanan tubuh
Mekanisme ketahanan alamiah tubuh terhadap infeksi sudah diteliti oleh Metchnikoff pada awal abad ini. Tetapi dengan adanya penemuan antibiotik pada dasawarsa '30-an, penelitian lanjutan tentang ketahanan alamiah tubuh terhadap infeksi terbengkalai selama sekitar 50 tahun. Seandainya penelitian Metchnikoff terus ditindaklanjuti selama masa itu, sudah pasti dunia pengobatan tidak hanya tergantung pada antibiotik dalam pengobatan penyakit infeksi, dan masalah resistensi bakteri terhadap antibiotik tidak menjadi masalah yang besar seperti sekarang sedang dihadapi.
Para ilmuwan, misalnya telah mengetahui bahwa di antara bakteri simbiot selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti yang dilakukan jasad renik simbiot pada dinding saluran cerna.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa terlalu tergantung pada keampuhan antibiotik.
Sayangnya, sampai sekarang pengetahuan tentang faktor-faktor ketahanan tubuh pada orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik komensal oportunis belum lengkap, dan masih diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut.
Usaha para ilmuwan untuk mencari antibiotik baru perlu didukung dengan dana serta ditingkatkan dan dikembangkan, terutama di Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai sumber bahan penghasil antibiotik.
Faktor-faktor yang dibicarakan di atas antara lain menjadi penyebab pentingnya penanganan infeksi nosokomial secara khusus. Di sinilah mungkin salah satu peranan RS Prof. Dr. Sulianti yang baru didirikan itu. Namun kita semua, masyarakat umum maupun dokter, paramedis, dan semua yang bekerja di bidang kesehatan, dapat ikut serta mencegah menjalarnya dan meningkatnya infeksi nosokomial dengan secara disiplin dan sesuai standar perawatan selalu memperhatikan kebersihan tangan, pakaian, peralatan, dan segala sesuatu yang dapat membawa bakteri penyebab infeksi pada pasien.
Misalnya, jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien. Tidak menggunakan satu alat secara berturut-turut pada beberapa pasien tanpa dibersihkan dengan baik lebih dahulu setelah dipakai pada seorang pasien. Memandikan dan membersihkan pasien jangan dianggap pekerjaan rutin yang harus diselesaikan selekasnya, tetapi harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab akan keselamatan pasien terhadap ancaman infeksi nosokomial.
Untuk ikut serta mencegah timbulnya resistensi bakteri dan fungi terhadap antibiotik, gunakanlah antibiotik secara bertanggung jawab, yaitu hanya terhadap bakteri dan fungi yang rentan, dan dalam jumlah yang memadai serta di bawah pengawasan dokter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar