Bila Anda mau mendengarkan apa yang dikatakan pasangan Anda, itulah langkah pertama menuju penyelesaian masalah dalam pernikahan. Didengar membuat Anda ingin mendengar.
Itulah hukum alam. Kebanyakan kita dibesarkan dengan semangat mengejar keberhasilan diri sendiri. Maka kita masuki pernikahan dengan kecenderungan untuk mengambil. Padahal pernikahan adalah kemitraan yang menuntut adanya tindakan memberi dan menerima. Orang yang murah hati akan membuat pasangannya murah hati juga. Begitulah, pemberian yang tulus selalu punya daya pikat tersendiri. Ini hukum alam juga.
Demikian dikatakan Psikolog Doktor James Dobson, pemimpin organisasi konsultasi pernikahan dan keluarga yang cabangnya ada di banyak negara. Di Indonesia, organisasi itu bernama Fokus pada Keluarga. Berikut adalah kutipan pembahasan Dobson.
Semua bentuk hubungan antarmanusia rentan terhadap konflik, karena selalu ada perbedaan cara pandang, kebudayaan, latar belakang dan pendidikan. Ini tidak dapat dielakkan. Dengan kata lain, terjadinya konflik adalah hal biasa. Cara mengatasi konflik itu yang perlu dipelajari.
Konflik yang tidak ditangani dengan benar dapat mengubah pernikahan menjadi medan tempur. Pemenangnya malah pihak yang kalah. Mengapa? Karena dialah yang terbesar sumbangannya bagi gagalnya pernikahan mereka.
Pada sisi lain, konflik dapat pula mengebiri pernikahan. Ini terjadi bila suami-istri sering berusaha melenyapkan semua masalah demi ketenangan rumah tangga. Sikap seperti ini tidak sehat.
Pada dasarnya ada empat cara yang dilakukan manusia ketika terjadi konflik, yaitu
Menyimpan saja kemarahan di dalam hati. Mereka ingin melupakannya. Maksud tindakan ini baik, tetapi sayangnya setiap ingatan yang menyakitkan justru akan tersimpan di bawah sadar sehingga tidak mungkin terlupakan.
Di kemudian hari, penumpukan emosi yang tidak tersalurkan itu menimbulkan tekanan yang besar sehingga menyebabkan penyakit atau masalah lain. Bukan itu saja. Karena pokok persoalan tidak diselesaikan, pihak lainnya mungkin tidak menyadari adanya persoalan di antara mereka. Maka besar kemungkinan akan terjadi pengulangan masalah di kemudian hari.
Menutupi masalah dengan mengubah sikap. Mereka jadi kasar, jadi sering berusaha menyakiti pasangannya. Sikap ini hanya akan membuat luka yang lebih besar terhadap pasangannya dan memaksa dia mengambil kesimpulan sendiri mengenai persoalan mereka. Biasanya, kesimpulan itu tidak tepat sehingga persoalan malah makin parah.
Berkonfrontasi langsung. Amarah kedua belah pihak meledak dan masing-masing mencoba menyakiti pihak lainnya. Hanya ada satu hasil dari reaksi semacam ini, yaitu pecahnya hubungan mereka.
Setiap orang mengungkapkan pandangan dan perasaannya. Ungkapan itu tidak disertai saling menyerang harga diri masing-masing. Setelah kedua pihak mendengar dan didengar, barulah pemecahan masalah dipikirkan bersama. Cara ini yang seharusnya dapat dilakukan setiap suami-istri. Tidak mudah memang, tapi harus dipelajari.
Tips Menangani Konflik
Alami perspektif "Kita"
Suami-istri perlu melebur perspektifnya masing-masing, dari "aku" menjadi "kita". Teori ini jangan dalam keadaan gembira saja. Ketika menghadapi masalah, ia harus berlaku juga.
Dengan perspektif "kita", barulah konflik dapat menjadi perekat -bukan perenggang karena masing-masing pihak jadi mengenal lebih baik cara pandang pasangannya.
Tangani Masalah Segera
Penyelesaian konflik yang ditunda-tunda tidak dibenarkan. Makin cepat perasaan dan fakta dipaparkan, makin cepat masalah diselesaikan. Semua fakta dan perasaan itu harus bisa diungkapkan tanpa ragu atau takut.
Konsentrasi pada Masalah Pokok
Tidak ada yang lebih membuat frustrasi di tengah percekcokan selain daripada mengungkit masalah yang dulu-dulu. Komentar yang emosional terhadap hal itu, apalagi menyimpang dari masalah yang sedang dihadapi, hanya membuat keputusan sulit dicapai.
Jangan Mengancam
Tatkala suasana memanas atau situasi memburuk, kebanyakan orang berpusat pada dirinya sendiri. Mereka jadi ingin menang. Mengancam adalah senjata yang lazim digunakan untuk membuat pihak lawan terpuruk karena takut. Senjata ini dapat berupa ancaman secara fisik, emosional, maupun mental.
Mengancam bisa membuat pelakunya merasa menjadi pemenang, tapi belum pernah hal sedemikian memberi kemenangan kepada pernikahan. Belum pernah.
Jangan Menghina
Ketika emosi memuncak, mungkin yang Anda inginkan hanyalah melontarkan 'cap' -sesuatu yang meremehkan, yang menghina pasangan Anda. Ini hal yang percuma dilakukan. Pihak yang dihina akan terluka, maka hubungan batin makin jauh.
Rayakan Setiap Keberhasilan
Memuji suatu kebaikan lebih efektif daripada menghukum keburukan. Suami-istri akan mengalami kemajuan jika mereka bersedia belajar bagaimana saling memuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar