Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

Rabu, 10 November 2010

Menyikapi Hari Raya Non Muslim

Menyikapi Hari Raya Non Muslim

Oleh: Syaikh Muhammad ibn Sholih Utsaimin


Pertanyaan

Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan hari besar keagamaan mereka ? (Misal: Merry Christmas, Selamat hari Natal dan Tahun Baru dst, red) Dan bagaimana kita menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal kepada kita. Dan apakah dibolehkan pergi ke tempat-tempat dimana mereka merayakannya. Dan apakah seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud apapun? Akan tetapi ia melakukannya hanya karena menampakkan sikap tenggang rasa, atau karena malu atau karena terjepit dalam situasi yang canggung, ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah dibolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?

Jawaban

Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijma’. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya ”Ahkamu Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata: Bahwa mengucapkan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata, “Selamat Hari Raya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya. Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh ke dalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan selamat atas sujudnya mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka dosanya lebih besar di sisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan dosa, atau bid’ah, atau kekafiran, berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan ALLAH.”–Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul Qoyyim rahimahullah)

(Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman artinya
: “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [QS. Az Zumar 39: 7].

Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS. Al Maaidah: 3]

Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman tentang Islam artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran: 85]

Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya Hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada mereka bisa jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah” –Akhir dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Berikut Fatwa yang membolehkan

Ajaran Islam Tak Pernah Larang Ucapan Selamat Natal

Ucapan selamat adalah masalah non-ritual, tidak berkaitan

dengan ibadah, tapi muamalah. Pada

prinsipnya semua tindakan non-ritual

adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat

atau hadis yang melarang. Hal itu dituturkan Prof. Dr. Sofjan

Siregar, MA kepada detikcom, Sabtu

(18/12/2010), merujuk isi materi yang

disampaikannya dalam pengajian ICMI

Eropa bekerjasama dengan pengurus

Masjid Nasuha di Rotterdam, Jumat sehari sebelumnya. Tema ucapan selamat Natal diangkat

karena hampir setiap tahun muncul

pertanyaan sekitar hukum ucapan

selamat Natal bagi seorang muslim,

khususnya di Belanda. Menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al

Quran atau hadits pun yang eksplisit

melarang mengucapkan selamat atau

salam kepada orang non-muslim seperti di

hari Natal. "Bahkan dalam Al Quran Surat An Nisa

Ayat 86 umat Islam diperintahkan untuk

membalas salam dari siapa pun tanpa ada

batasan ucapan itu datang dari siapa,"

ujar Sofjan. Lanjut Sofjan, bagi orang yang

mengklaim ucapan selamat kepada orang

non-muslim tidak boleh, seharusnya

mendatangkan dalil dan argumentasinya

dari Al Quran atau Hadits. Dan itu tidak

ada. Adapun hadis dari Aisyah yang berbunyi,

"Jangan ucapkan salam kepada orang

Yahudi dan Nasrani," adalah dalam

konteks dan latar belakang perang

dengan Bani Quraizah ketika itu. "Seperti halnya banyak larangan

berkaitan dengan kafir pada umumnya

adalah berkaitan dengan kafir al harbi

atau combatant," terang Sofjan. Umat Islam khususnya di Belanda dan

Eropa atau Indonesia bukan dalam

keadaan perang, sehingga diperintahkan

oleh agama agar berlaku adil dalam

bergaul dalam masyarakat multikultural. Salah satu bentuk birr, qistu, adil dan

ihsan adalah saling hormat-menghormati

dalam pergaulan termasuk memberi dan

membalas salam. Hal ini juga sesuai dengan Surat Al

Mumtahinah Ayat 9. "Jika memakan

sembelihan ahli kitab adalah halal seperti

halal dan bolehnya mengawini wanita ahli

kitab, tentu melarang untuk

mengucapkan salam termasuk yang tidak mungkin, karena lebih dari itu pun sudah

halal dan dibolehkan," papar doktor

bidang syariah ini. Adapun ayat yang melarang al muwalah

seperti dalam Surah Al Mumtahinah Ayat

9 menjadikan orang non-muslim wali

masuk dalam kategori mutlak, yang

dibatasi cakupan larangannya dalam

keadaan perang oleh ayat lain, hal ini dalam istilah fiqihnya disebut muqayyad. Ayat 9 Al Mumtahinah adalah ayat

terakhir turun tentang al muwalah. Maka

hanya ada dua kemungkinan status

hukumnya: menafsir dan menjelaskan

ayat mutlak yang diturunkan

sebelumnya, atau berfungsi menasikh (abrogasi) ayat sebelumnya. Maka sesuai dengan kaidah usuliyah:

annal mutlaq minan nushush yuhmal

alalmuqayyad idza ittahadal hukmu was

sabab. Dalam hal ini hukum dalam keduanya

adalah satu yaitu haramnya al muwalah,

sebabnya juga satu yaitu karena sebab

kekufuran, sehingga ayat yang mutlak

(absolut) dimasukkan ke dalam ayat

muqayyad, berarti sebab hukum haram adalah karena al kufur al muharib (kafir

combatant). Jadi, al muwalah itu haram hukumnya

kepada orang kafir combatant yang

sedang berperang dengan orang Islam,

adapun kafir bukan harbi dikecualikan dari

ayat itu. Banyak ulama yang membolehkan salam

kepada orang non-muslim yang tidak

harbi, seperti Ibnu Masud, Abu Umamah,

Ibnu Abbas, Al Auzayi, An Nakhoi,

Attobary dll.

Kepada pembaca yang budiman dipersilahkan untuk membandingkan kedua versi fatwa tersebut mana yang menurut anda Benar silahkan dijalankan dan tetap dalam koridor saling menghargai perbedaan pendapat

(Mari Tetap Kita Jaga Toleransi Antar Umat Seagama,Antar Agama,Antar Suku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar